Selasa, 23 April 2013

PENDARAHAN POSTPARTUM

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan adalah salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan post partum atau perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%). Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %. Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat (anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
Efek perdarahan pada ibu hamil tergantung pada volume darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan kadar hb sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia (46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas menyebabkan PPP akan mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan  kenaikan tekanan darah sebagi respon terhadap kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bisa ditemukan normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia akan sangat peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan intravaskuler dan ada penumpukan cairan ekstra vaskuler, sehingga perdarahan yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.
PPP akan dapat menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setalah bayi lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir.
B.     Rumusan masalah

Adapun rumusan masalah dari pendarahan postpartum adalah sebagai berikut :
1.      Apa pengertian perdarahan postpartum ?
2.      Apa penyebab dari perdarahan postpartum ?
3.      Bagaimana tanda dan gejala dari perdarahan postpartum ?
4.      Bagaimana diagnosis perdarahan postpartum ?
5.      Apa komplikasi dari perdarahan postpartum ?
6.      Bagaimana tindakan penanganan perdarahan postpartum ?
7.      Bagaimana pencegahan perdarahan postpartum ?

C.     Tujuan

Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagi berikut :
1.      Mengetahui pengertian perdarahan postpartum
2.      Mengetahui penyebab dari perdarahan postpartum
3.      Memahami tanda dan gejala perdarahan postpartum
4.      Mengetahui diagnosis perdarahan postpartum
5.      Mengetahui penanganan dan pencegahan perdarahan postpartum




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian

Perdarahan Post partum (PPP) adalah perdarahan setelah bayi lahir (Kala IV) sebelum / pada saat setelah plasenta lahir, dengan jumlah >500 cc.
Perdarahan Post Partum adalah perdarahan yang terjadi lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak lahir.
Pendarahan pasaca persalinan adalah pendarahan atau  hilangnya darah 500 cc atau lebih yang terjadi antara 24 jam – 6 minggu setelah anak lahir. Pendarahan post partum skunder di sebut juga sebagai Late Post Partum Hemorrhage.
Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan post partum yang terjadi setelah 24jam pertama.
Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan (perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.

B.     Tanda dan gejala

Tanda dan gejala terjadinya Pendarahan Post Partum Skunder antara lain sebagai berikut:
1.      Pendarahan terjadi secara terus menerus setelah seharusnya lokhia rubra berhenti.
2.      Pendarahan dapat terjadi secara mendadak, seperti pendarahan post partum primer dan di ikuti gangguan system kardiovaskuler sampai syok.
3.      Mudah terjadi infeksi skunder sehingga dapat menimbulkan:
a.       Lokhia yang terjadi berbau dan keruh
b.       Fundus uteri tidak segera mengalami involusi, terjadi subinvolusi uteri.
4.      Denyut nadi menjadi cepat dan lemah
5.      Tekanan darah menurun
6.      Pucat dan dingin
7.      Sesak napas
8.      Berkeringat

C.     Klasifikasi perdarahan postpartum

1.      PPP primer, yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri, robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta.
2.      PPP sekunder, terjadi setelah 24 jam persalian, biasanya oleh karena sisa plasenta.

D.    Diagnosis

Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan
(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri
(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: - Sisa plasenta atau selaput ketuban - Robekan rahim - Plasenta suksenturiata
(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah
(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll

Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.








E.     Etiologi

Postpartum primer

sebab pendarahan postpartum dibagi menjadi 4 kelompok utama, yaitu :

1.      atonia uteri

Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan plasenta lahir. kegagalan mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan ini menjadi penyebab utama pendarahan postpartum. Pendarahan postpartum bisa dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga aliran darah ke tempat plasenta menjadi berhenti.

Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a.       Regangan rahim yang berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar.
b.      Kelelahan karena persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
c.       Ibu dengan keadaan umum yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
d.      Mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
e.       Infeksi intrauterin (korioamnionitis)
f.       Ada riwayat pernah atonia uteri sebelumnya.
g.      Prioritas sering di jumpai pada multipara dan grande mutipara.
h.      Faktor sosial ekonomi yaitu malnutrisi;

Gejala Klinik :
a.       Perdarahan pervaginam massif
b.       Konstraksi uterus lemah
c.        Anemia
d.       Konsistensi rahim lunak
e.       Perdarahan segera setelah anak lahir
     
 Diagnosis

bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan konstraksi yang lembek.  Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.

            Penanganan

Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada keadaan kliniknya.
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut :
a.       Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b.      Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
Ø  Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Ø  Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
Ø  Memberikan derivat prostaglandin
Ø  Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rectal
Ø  Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.
Ø  Kompresi aorta abdominalis
c.       Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi.

2.      Robekan jalan lahir

Perdarahan dalam keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum, trauma forceps, dan ekstraksi.

Gejala Klinik
a.       Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
b.      Uterus kontraksi dan keras
c.        Plasenta lengkap
d.      Pucat dan Lemah
   
            Perlukaan jalan lahir terdiri dari :
a.        Robekan Perineum
b.       HematomaVulva
c.        Robekan dinding vagina
d.       Robekan serviks
e.       Ruptura uteri




            a. Robekan Perineum
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat. Tingkatan robekan pada perineum dibagi atas 4 tingkat
Ø  Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perineum
Ø  Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani
Ø  Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Ø  Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum

factor-faktor yang menyebabkan trauma pada jalan lahir, antara lain :
Ø  Interval yang lama antara dilakukannya episiotomy dankelahiran anak
Ø  Perbaikan episiotomy setelah bayi dilahirkan terlalu lama
Ø  Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomy tidak berhasil dijahit
Ø  Kemungkinan terdapat beberapa tempat cedera yang tidak terpikirkan




Penanganan :
Ø  Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.
Ø  Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
Ø  Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
Ø  Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
Ø  Khusus pada rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum) dilakuakan penjahitan lapis demi lapis
Ø  Ruptur uteri harus rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang.

b.      Hematoma vulva
Penanganan :
Ø  Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
Ø  Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok, perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.



c.       Robekan dinding vagina
Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

Kolpaporeksis
Kolpaporeksis adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan, dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik ke atas.

Fistula
Fistula akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka, urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis atau rektovaginalis.


Penanganan :
Ø  Robekan dinding vagina harus dijahit.
Ø  Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.

d.      Robekan serviks
Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

   
3.      Retensio plasenta

plasenta tetap tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar dilepaskan dengan pertolongan aktif  kala III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut rest plasenta dan dapat menimbulkan PPP primer atau sekunder.

Faktor predisposisi retensio plasenta:
a.       Plasenta previa
b.      Bekas SC
c.       Kuret berulang
d.      Multiparitas



Penyebab
a.       Fungsional
Ø  HIS kurang kuat
Ø  Plasenta sukar terlepas karena :
·         Tempatnya : insersi di sudut tuba
·         Bentuknya : placenta membranacea, placenta anularis.
·         Ukurannya : placenta yang sangat kecil
·         Plasenta yang sukar lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesive
b.      Patologi- Anatomis
Ø  Placenta akreta : vilous plasenta menembus desidua basalis dan nitabuch layer
Ø  Placenta increta : vilous plasenta menginvaginasi miometrium
Ø   Placenta percreta : vilous plasenta menembus miometrium sampai serosa
 Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. plasenta akreta adalah kelainan decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan retensio plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret dan pemberian uterotonika.

Gejala Klinis
Ø  Perdarahan pervaginam
Ø  Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
Ø  Uterus berkonstraksi dan keras

Terapi
Ø  kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual plasenta :
·         Teknik pelepasan placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan, labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
·         Setelah tangan dalam sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya mencari pinggir yang sudah terlepas.
·         Kemudian dengan sisi tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
Ø  Plasenta akreta
Terapi : Plasenta akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.


4.      Gangguan pembekuan darah

Penyebab pendarahan pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan lain-lain.
Pada pemeriksaan penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product) serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan, eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).

 Pencegahan

Klasifikasi kehamilan resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan sebagai berikut:
Ø  Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
Ø  Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang resikonya akan muncul saat persalinan.
Ø  Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
Ø  Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
Ø  Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari persalinan dukun.
Ø  Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.

    Postpartum sekunder
penyebab perdarahan postpartum lambat (postpartum sekunder) :
1.      Sisa Plasenta

Sisa plasenta dan ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10 hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.


a.       Tanda & gejala
Ø  Perdarahan yang berkelanjutan yang  menyimpang dari patrun pengeluaran lokhia normal
Ø  Dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak disertai syok.
Ø  Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap
Ø  Perdarahan segera

b.       Diagnosa
Ø  Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Ø  Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Ø  Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
Ø  Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan pemeriksaan dalam.
Ø  Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
c.       Penanganan
Ø  Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Ø  Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Ø  Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.

F.      Komplikasi

1.      Trauma tindakan khususnya kuretase
2.      Infeksi berkelanjutan
3.      Syok iriversibel

G.    Penanganan/Penatalaksanaan
1.      perdarahan karena sisa plasenta
a.       Lakukan kuretase untuk menghilangkan sumber perdarahannya.
b.      Persiapan
·         Pasang infuse & transfusi darah
·         Lakukan pemeriksaan laboratorium
·         Profilaksis dengan memberikan antibiotik dan antipiretiks
2.      perdarahan karena perlukaan jalan lahir
Lakukan evaluasi dan menjahit kembali
3.      perdarahan karena gangguan pembekuan darah
a.       Perbaikan factor pembekuan darah
b.      Berikan trombosit


H.    PENCEGAHAN PENDARAHAN

1.       Perawatan masa kehamilan

Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik.Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit.

2.      Persiapan persalinan

Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi.
Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan.

3.       Persalinan

Setelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum.

4.       Kala tiga dan Kala empat

a.       Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
b.      Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
c.       Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan.



























BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut
Pendarahan pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%) kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, gangguan pembekuan darah, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh.

B.     Saran

pada setiap ibu yang bersalin sebaiknya dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam. Sebagai tenaga kesehatan khususnya penolong partus harus bisa mengenal perdarahan postpartum dan penanganannya. Jika terdapat perdarahan abnormal pada ibu bersalin disertai perubahan tanda vital maka penanganan harus segera dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA


Manuaba Gde bagus Ida.  Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Buku Kedokteran.
prawirohadjo sarwono. 2008. Ilmu Kebidaan. P.T. Bina Pustaka Jakarta.
Sulistyowati Sri dan Yahya Nadjibah. 2011. Pendarahan Dalam Kehamilan. P.T pustaka 3 kelana Jakarta.
http://pejeng-asmara.blogspot.com/2011/12/perdarahan-post-partum-primer.html 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar