Selasa, 23 April 2013

HIPERPERATIROIDISME


BAB I
PENDAHULUAN

A.        Latar Belakang
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid, tidak tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam.
Setahun yang dapat diketahui, sedangkan di negara maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali dari pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin multipel tipe I dan II.
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid tidak semakin berat.

B.        Tujuan
1.         Untuk mengetahui apa itu hiperparatiroidisme dan klasifikasinya
2.         Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi dari hiperparatiroidisme
3.         Untuk mengetahui manifestasi klinik dan komplikasi hiperparatiroidisme.
4.         Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan hiperparatiroidisme.
5.         Untuk mengetahui proses keperawatan hiperparatiroidisme


BAB II
PEMBAHASAN

A.        KONSEP MEDIS
1.     Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
2.     Klasifikasi
a.       Primary hiperparathyroidisme (hiperparatiroidisme primer)
Kebanyakan pasien yang menderita hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon paratiroid dan ion kalsium. Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10 tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang.
b.      Secondary hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5). Hipersekresi hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005, 780). Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
c.       Hyperparathyroidism tersier (hiperparatiroidisme tersier.
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
3.     Etiologi
a.       Hiperparatiroidisme Primer (sekresi PTH tidak sesuai )
·         Adenoma (tersering > 80 %)
·         Hiperplasi (mungkin familial, mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multiple atau mungkin familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik familial)
·         Kira – kira 50% tanpa gejala
b.      Hiperparatiroidisme Sekunder (sekresi PTH sesuai)
·         Gagal ginjal kronik
·         Malabsorbsi (kelainan gastrointestinal, kelainan hepatobilier)
·         Penyebab lain dari hipokalsemi
c.       Hiperparatiroidisme Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
·         Sangat jarang
·         Hipernefroma
·         Karsinoma sel skuamuosa paru
4.     Patofisiologi
Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus, sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang. Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan homeostasis kalsium iaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya adanya suatu edema paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi sekresi PTH, sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium, hal ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan kalsium serum merupakan satu – satunya tanda disfungsi paratiroid dan terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot menimbulkan hipotonusitas otot – otot kerangka, reflek tendon dan otot – otot gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika kadar kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia akut terjadi. Muntah –muntah dengan hebat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik, seperti pada gagal ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya PTH. Pada beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum (hiperparatiroid tersier).
Hiperparatiroid menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat peningkatan ekresi baik kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
·         Ketidakmampuan ginjal untuk memekatkan urin.
·         Poliuria
·         Peningkatan risiko terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi saluran kencing maupun infeksi.
·         Kalsifikasi tubuli renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali demineralisasi tulang, fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang menyebabkan nyeri tulang.
5.     Tanda dan gejala
Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot, mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian; nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan faktor risiko terjadinya fraktur. Insidens ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal.
6.     Komplikasi
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian. Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
7.     Pemeriksaan diagnostik
Hiperparatiroidisme didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid.
Pemeriksaan radiommunoassay untuk parathormon sangat sensitive dan dapat menbedakan Hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar X atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan Hiperparatiroidisme perimer dengan keganasan, yang dapat menjadi penyebab hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI , pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar paratiroid.
8.     Penatalaksanaan
a.      Hidrasi.
Karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi maka penderita Hiperparatiroidisme dapat menderita penyakit batu ginjal. Di samping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk   menghindari dehidrasi. Karena adanya risiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segeramencari bantuan media jika terjadi kondiso yang menimbulkan dehidrasi ( muntah,diare ).
b.     Mobilitas
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan kalsium dalam jumlah sedikit.
c.      Diet dan obat-obatan.
Kebutuhan  nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet kalsium-terbatas atau kalium-berlebih.

B.      PROSES KEPERAWATAN
1.      Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
a.       Riwayat kesehatan klien.
b.      Riwayat penyakit dalam keluarga.
c.       Keluhan utama, antara lain :
1)     Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
2)     Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia, obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
3)     Depresi
4)     Nyeri tulang dan sendi.
d.      Riwayat trauma/fraktur tulang.
e.       Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
f.        Pemeriksaan fisik yang mencakup :
1.      Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
2.      Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
3.      Perubahan tingkat kesadaran.
g.       Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.
h.       Pemeriksaan diagnostik, termasuk :
1.   Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum; kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine meningkat.
2.   Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan terbentuk kista dan trabekula pada tulang.
2.      Diagnosa keperawatan
1.      Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
2.      Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan anoreksia dan mual
4.      Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal
3.      Perencanaan keperawatan
Diagnosa I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien tidak akan mengalami cedera.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
·         Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
·         Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian resiko
·         Mempersiapkan lingkungan yang aman
·         Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan risiko cedera
·         Menghindari cedera fisik
NIC : Mencegah jatuh
Intervensi :
·         Identifikasi faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
·         Identifikasi faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh
·         Periksa pasien apakah mengalami /terkena kontriksi karena bekuan darah tersayat, luka bakar, atau memar.
Diagnosa II  : Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
Tujuan :  Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang ditunjukan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 – 60 ml/jam
NOC: Eliminasi urine
Kriteria hasil:
·         Mampu ke toilet secara mandiri
·         Tidak ada infeksi saluran kemih
·         Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
·         Eliminasi urine tidak terganggu
NIC : Penatalaksanaan eliminasi urine
Intervensi :
·         Pantau eliminasi urine meliputi frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan warna yang tepat.
·         Dapatkan spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis dengan tepat
·         Instruksikan pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi urine.
·         Ajarkan pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan diantara waktu makan dan diawal petang.
·         Informasikan pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
Diagnosa III :  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan anoreksia dan mual
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan mendapat asupan makanan yang adekuat, seperti yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat mempertahankan berat badan ideal.
NOC : Nutritional status : food and fluid intake
Kriteria hasil :
·         Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·         Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan.
·         Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
·         Tidak ada tanda – tanda malnutrisi.
·         Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
NIC : Nutrition management
Intervensi :
·         Kaji adanya alergi makanan
·         Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
·         Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
·         Berikan makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi (diit rendah kalsium untuk memperbaiki hiperkalsemia)
Diagnosa IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien akan mempertahankan pola BAB normal, seperti yang dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan pasien).
NOC : Eliminasi defekasi
Kriteria hasil :
·         Mengeluarkan feses tanpa bantuan
·         Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat
·          Latihan dalam jumlah yang adekuat
·         Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
NIC : Penatalaksanaan konstipasi
Intervensi :
·         Kaji warna dan konsistensi feses
·         Kaji adanya inpaksi
·         Pantau adanya tanda dan gejala ruptur usus
·         Ajarkan pada pasien tentang efek diet (misal : cairan dan serat ) pada eliminasi.
·         Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah perubahan pada tanda vital.


4.      Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementtasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
5.      Evaluasi
Diagnosa I : Risiko cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Kriteria hasil :
·         Pantau faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
·         Mengembangkan dan mengikuti strategi pengendalian risiko
·         Mempersiapkan lingkungan yang aman
·         Mengidentifikasikan yang dapat meningkatkan reiko cedera
·         Menghindari cedera fisik
Diagnosa II : Kerusakan eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
Kriteria hasil:
·         Mampu ke toilet secara mandiri
·         Tidak ada infeksi saluran kemih
·         Pola pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
·         Eliminasi urine tidak terganggu
Diagnosa III :  Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh  berhubungan dengan anoreksia dan mual
Kriteria hasil :
·         Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·         Berat badan ideal seuai dengan tinggi badan.
·         Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
·         Tidak ada tanda – tanda malnutrisi.
·         Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Diagnosa IV : Konstipasi berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
Kriteria hasil :
·         Mengeluarkan feses tanpa bantuan
·         Mengkonsumsi cairan dan serat yang adekuat
·         Latihan dalam jumlah yang adekuat
·         Melaporkan keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri








BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
a.    Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. Ada tiga klasifikasi dari hiperparatiroidisme yaitu sekunder, primer dan tersier.
b.    Etiologi dari Hiperparatiroidisme Primer (sekresi PTH tidak sesuai ) Adenoma (tersering > 80 %) dan Hiperplasi, Hiperparatiroidisme Sekunder (sekresi PTH sesuai) penyebabnya Gagal ginjal kronik dan Hiperparatiroidisme Tersier (sekresi PTH autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu) penyebabnya Sangat jarang. Untuk patofisiologinya Kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan akan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
c.     Tanda dan gejala dari hiperparatirodisme Pasien mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya beberapa sistem organ. Sedangkan untuk komplikasinya bisa terjadi krisis hiperkalsemia akut dan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal.
d.    Pemeriksaan diagnostik antara lain Pemeriksaan radiommunoassay, Sinar X, Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid  dan Pemeriksaan USG, MRI, pemindai thallium serta biopsi jarum halus . Penatalaksanaannya Hidrasi , Mobilitas dan Diet dan obat-obatan
e.    Proses keperawatan hiperparatiroidisme terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan seperti pada proses keperawatan lainnya pada kelainan kelenjar endokrin.
B.      Saran
Melihat dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar