Bab I
Pendahuluan
A.
Latar belakang
Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi
masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh
dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas.
Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga
menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar
korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Prinsip
Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai,
pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah
yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi
didasari pada hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai
melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat
sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang
dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal
(Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Penggunaan
traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan
traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and
Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan
tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71).
Pada tahun
1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi
isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat
pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan
diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah
Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan
menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari
fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609).
Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun
1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang
dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan hingga pada tahun 1921
seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep traksi Buck
dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur tungkai harus
ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan
lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier,
1968:1612).26 tahun sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang
professor German bernama Röntgen mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru
X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613).
Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi fraktur, dunia ortopedi
berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak memuaskan 100% pada
semua kasus dan tahun 1907 Fritz secara sukses mengembangkan traksi
skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam kondylus
femur.(Peltier,1968: 1615).
Traksi
telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika
fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering. Pengembangan
ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan kebutuhan ekonomi
untuk perawatan rumah sakit yang lebih
B.
Tujuan
Adapun
tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui pengertian dari traksi
2. Untuk
mengetahui pengklasifikasi traksi
3. Untuk
mengetahui beban pemasangan untuk traksi
4. Untuk mengetahui indikasi pada pemasangan
traksi
5. Untuk
mengetahui tujuan pemasangan traksi
6. Untuk
mengetahui prinsip pemasangan traksi
7. Untuk
mengetahui prinsip perawatan traksi
8. Untuk
mengetahui komplikasi potensial yang muncul pada pemasangan traksi
9. Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostic yang digunakan untuk pemasangan traksi
10. Untuk
mengetahui keuntungan dan kerugian dari pemakaian traksi
11. Untuk
mengetahui proses keperawatan pada pemasangan traksi
C.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian
tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untik mereduksi,
mensejajarkan, mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas; dan untuk
menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus di
berikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untk mendapatkan efek
teraupetik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus
dihilangkan.
Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih
dari satu untuk mendapatkan garis tarkan yang diinginkan. Dengan cara ini,
bagian garis tarikan yang pertama, nerkontrasi terhadap garis tarikan lainnya.
Garis-garis tarikan tersebut dikenal sbagai vector gaya. Resultanta gaya
tarikan yang sebenarnya terletak ditempat diantara kedua garis tarikan
tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar x, dan
mungkin diperlukan penyesuain. Bila otot dan jaringan lunak sudah relaks berat
yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang di inginkan.
(Brunner and Suddarth, 2002)
B.
Klasifikasi
Traksi
Adapun
jenis-jenis traksi adalah sebagai berikut:
1. Traksi Lurus Atau Langsung
1. Traksi Lurus Atau Langsung
Memberikan
gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring ditempat
tidur. Traksi ekstensi buck dan ekstraksi pelvis, merupakan contoh traksi
lurus.
Gambar Traksi Ekstensi Buck
Gambar Ekstensi Pelvis
2.
Traksi Suspense Seimbang
Memberi
dukungan pada ekstremitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan
mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputus garis tarikan.
Traksi dapat dilakukan
pada kulit (traksi kulit) atau langsung keskelet tubuh (traksi skelet). Cara
pemasangan ditententukan oleh tujuan traksi.
Traksi dapat dipasang
dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang
bisa digunakan pada saat pemasangan gips, memberikan perawatan kulit dibawah
boot busa ekstensi buck, atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi.
C. Beban Traksi
Dibawah ini beban traksi yang
digunakan untuk anak-anak dan dewasa :
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
D. Indikasi
Adapun indikasi pada pemasangan
traksi yaitu :
1.
Traksi Lurus
Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis
traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut
tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
2.
Traksi rangka seimbang
ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang
dewasa
3.
Traksi Kulit Bryani
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha
E.
Tujuan
Pemasangan Traksi
Traksi
digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan
mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara
dua permukaan antara patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan
besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang
traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis
tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).
F. Prinsip Pemasangan Traksi
Traksi harus
dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang
diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi
terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor
gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat
diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus
dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan
jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh
gaya tarikan yang diinginkan.
1.
Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan
dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi
ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
2.
Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada
ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi
pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat
dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi
skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi
Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah
gaya yang
bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III
mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan
besar yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien dan
pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang
dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk
mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).
Prinsip traksi efektif :
1.
Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap
efektif
2.
Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan
imobilisasi fraktur efektif
3.
Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk
mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten
4.
Traksi skelet tidak boleh terputus
5.
Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi
dimaksudkan intermitten
6.
Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau
mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan
7.
Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat
tempat tidur ketika traksi dipasang.
8.
Tali tidak boleh macet
9.
Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh
terletak pada tempat tidur atau lantai
10. Simpul pada
tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
11. Selalu
dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).
G. Prinsip Perawatan Traksi
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
1. Berikan
tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik
2. Berikan obat
sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan
pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri
penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan
linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan
klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien
untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat
imobilisasi yang dihasilkan
9. Identifikasi
tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema
H.
Komplikasi
Potensial
Berdasarkan
pengkajian data, komplikasi potensial yang mungkin timbul meliputi :
1. Dekubitus
Dekubitus, kulit pasien diperiksa
sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan
pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit
sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien
trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi
dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah
kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.
2. Kungesti
paru dan pneumonia
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien
diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk
menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru
dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian
menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi
respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi
khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai
resep.
3. Konstipasi
dan Anoreksia
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan
motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi
serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah
terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai
penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan
enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang
disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.
4. Stasis
dan infeksi kemih
Stasis dan infeksi saluran kemih.
Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur
dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin
merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi
cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau
masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum
cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien
memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera
berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.
5. Thrombosis
vena dalam
Trombosis vena profunda. Stasis vena
terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka
latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari
untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk
meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya,
yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya
tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk
evaluasi definitive dan terapi. (Brunner and Suddarth, 2002)
I. Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemerikasaan diagnostic yang idlakukan adalah
Beberapa pemerikasaan diagnostic yang idlakukan adalah
1.
Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2.
CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3.
MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan
untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI
menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan
frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI
yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh
darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak
merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang
mengganggu selama prosedur ini.
4.
Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.
J. Keuntungan Dan Kerugian Pemakaian Traksi
Keutungan dan kerugian yang dapat
timbul dari penggunaan traksi yaitu :
Keuntungan pemakaian traksi :
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi :
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
BAB III
PROSES
KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
1. Yang perlu
di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :
·
Dampak psikologik dan fisilogik masalah
moskuloskeletal dengan terpasang traksi.
·
Adanya tanda – tanda disorientasi, kebigungan, dan
masalah perilaku klien akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang
cukup lama.
·
Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa
traksi.
·
Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan
pengisian kapiler.
·
Integritas kulit.
·
System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat
tekanan, dekubitus.
·
System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru,
stasis pneumonia.
·
System gastrointestinal perlu di kaji adanya
konstipasi, kehilangan nafsu makan (anoreksia).
·
System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih,
dan ISK.
·
System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan
dan gangguan pada kardiovaskuler.
·
Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak,
atau tanda homa positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat)
mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.
Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi,
meliputi :
1.
Status neurology.
2.
Kulit
(dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
3.
Fungsi
respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
4.
Fungsi
gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
5.
Fungsi
perkemihan (retensi urin, ISK).
6.
Fungsi
kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral dingin).
7.
Status
nutrisi (anoreksia).
8.
Nyeri.
B. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin
muncul :
1. Kurang
pengetahuan mengenai program terapi.
2. Ansietas berhubungan
dengan status kesehatan dan alat traksi.
3. Nyeri
berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4. Kurang
perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.
5. Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
6. Resiko
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif,
pembedahan.
C. Intervensi keperawatan
1.
Dx. Keperawatan : kurang
pengetahuan mengenai program terapi.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien
mengenai program terapi bertambah.
kriteria
hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien
menunjukan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi,
berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1.
Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan
dasar.
2.
Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien
mengetahui tujuan pemasanngan traksi.
3.
Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/
membuat pasien lebih koperatif.
4. Dorong
partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu dalam proses kemandirian
pasien.
2.
Dx. Keperawatan : Ansientas
berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukan
penurunan ansietas.
Kriteria
hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan,
mengekspresikan perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1. Jelaskan
prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/ membantu klien untuk mengerti
mengenai regimen terapi.
2. Diskusikan
bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan. R/
membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
3. Lakukan
kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/ memantau keadaan klien
setelah dilakukan pemasangan traksi.
4. Doronng
klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif. R/ membantu mengkaji
tingkat ansietas klien.
5. Anjurkan
keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/ support dan dukungan akan
mengurangi ansietas yang dialami klien.
6. Berikan
aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama program terapi.
3.
Dx. Keperawatan : nyeri
berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menyebutkan
peningkatan kenyamanan.
Kriteria
hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin
sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1. Berikan
penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat. R/ membantu
posisi klien lebih nyaman.
2. Gunakan
bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3. Miringkan
dan rubah posisi klien dalam batas – batas traksi. R/ membantu dalam sirkulasi
ke area traksi.
4. Bebaskan
linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/ membantu mencegah terjadi
nya dekubitus.
5. Observasi
setiap keluhan klien. R/ membantu dalam mengidentifikasikan terjadinya gangguan
komplikasi dan rencana perawatan selanjutnya.
4.
Dx. Keperawatan : kurang
perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien mampu melakukan perawatan
diri.
Kriteria
hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat
makan, mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1. Bantu klien
memenuhi kebutuhannya sehari – hari, seperti makan, mandi, dan berpakaian. R/
membantu klien dalam ADL.
2. Dekatkan
alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk memenuhi perawatan
dirinya secara mandiri.
3. Tingkatkan
rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.
5.
Dx. Keperawatan : gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukkan
mobilitas yang meningkat.
Kriteria
hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan.
Menggunakan alat bantu yang aman.
Intervensi :
1.
Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi
yang tidak diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2.
Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua
sendi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
3.
Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu
dalam menentukkan program terapi selanjutnya.
4.
Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/
menghindari komplikasi akibat ketidaksejajaran.
6.
Dx. Keperawatan : resiko
kerusakan gangguan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak
efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah
dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit.
Kriteria
hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1.
Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/
membantu dalam pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2.
Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung
kulit (misalnya pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan sangat
membantu perubahan posisi.
3.
Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/
mencegah kerusakan kulit.
4.
Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus
konsultasi dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penangananya.
R/ membantu dalam intervensi dan penatalaksanaan lebih lanjut.
D.
Implementasi
Merupakan
inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap
pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada
nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
E.
Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat
tercapai tujuan dan kriteria hasil.
1. Klien
mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman terhadap program
terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan.
2. Klien
berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan
tingkat ansietas klien menurun.
3. Nyeri
berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai
kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4. Klien
memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan toileting.
5. Mobilitas
klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, menggunakan alat
bantu yang aman.
6. Tidak
ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak
terjadi luka tekan lebih luas.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan
kebagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untik
mereduksi, mensejajarkan, mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas;
dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang.
Klasifikasi traksi
a.
Traksi lurus atau langsung
b.
Traksi suspense atau seimbang
Beban Traksi
Dibawah ini beban traksi yang digunakan untuk
anak-anak dan dewasa :
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).
Indikasi Pemasangan Traksi Pada
1.
Traksi lurus
2.
Traksi seimbang
3.
Traksi kulit bryani
Tujuan Pemasangan Traksi
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk
mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi
deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.
Prinsip Pemasangan Traksi
Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu
untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis
tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis
tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang
sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut.
Prinsip Perawatan Traksi
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
1. Berikan
tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan
aktivitas terapeutik
2. Berikan obat
sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3. Berikan
pemanasan lokal sesuai indikasi.
4. Beri
penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik
aseptic dengan tepat.
5. Pertahankan
linen klien tetap kering, bebas keriput.
6. Anjurkan
klien menggunakan pakaian katun longgar.
7. Dorong klien
untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8. Kaji derajat
imobilisasi yang dihasilkan
9.
Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan
evaluasi medik, contoh: edema, eritema
Komplikasi
Potensial
Berdasarkan
pengkajian data, komplikasi potensial yang mungkin timbul meliputi :
a) Dekubitus
b) Kungesti
paru dan pneumonia
c) Konstipasi
dan Anoreksia
d) Stasis
dan infeksi kemih
e) Thrombosis
vena dalam
Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemerikasaan diagnostic yang
dilakukan adalah
1.
Pemeriksaan foto polos sevikal
2.
CT Scan
3.
MRI ( Magnetic resonance imaging )
4.
Elektrokardiografi ( EMG)
Keuntungan
Dan Kerugian Pemakaian Traksi
Keutungan
dan kerugian yang dapat timbul dari penggunaan traksi yaitu :
Keuntungan pemakaian traksi :
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit
Kerugian pemakaian traksi :
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.
Proses
asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi
dan evaluasi
B.
Saran
Sebagai seorang calon perawat yang
profesional kita harus memperluas wawasan dengan banyak membaca, mencari
informasi serta menimba ilmu dari yayasan pendidikan yang berkompeten untuk
dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan di bidang kesehatan
khususnya keperawatan tentunya dengan memiliki dasar pendidikan yang kuat
dan ilmu yang berkompotensi sehingga kita
dapat memberikan asuhan keperawatan yang bermutu bagi individu, kelompok dan
masyarakat.
Daftar
Pustaka
Zusanne C Smeltzer & Brenda G Bare,
2002. Keperawatan medical bedah Edisi 8,
vol 3, Brunner and suddart.
Irsalcimura.blogspot.com/2012/11/askep-traksi.html.
diakses pada tanggal 9 april 2013
http://asuhankeperawatanonline.blogspot.com/2012/02/asuhan-keperawatan-pada-klien-dengan_26.html.
diakses tanggal 10 april 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar