BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan Dan tindakan
yang harmonis sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal terdiri dari
kerangka, sendi, otot, ligamentum dan bursa. Kerangka membentuk dan menopang
tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpan mineral seperti
kalsium, Mg, dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama yang
memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan tubuh,
menutup lubang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing serta
meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur.
Tulang
membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakkan kerangka tubuh. Tulang melindungi organ bagian dalam dan
digerakkan oleh otot. Penyakit atau cedera otot dan tulang dapat menyebabkan
pergerakan menjadi sulit dan menimbulkan nyeri, begitupun dengan amputasi di
mana membuat penderita tidak dapat beraktivitas dengan nyaman walaupun semua
dilakukan untuk kebaikan penderita semata.
Mendengar
kata amputasi maka yang terlintas dibenak kita adalah hal-hal buruk semata.
Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic digunakan
untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau
memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim perawatan kesehatan mampu
berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih mampu menyesuaikan diri tehadap mputasi dan
berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi.
Kehilangan
ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi
harus difahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuakan diri
dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian
rupa sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri berharga. Tim rehabilitasi
bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja social, psikologis,
ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu pasien mencapai
derajat fungsi tertinggi yang mungkin dicapai dan partisipasi dalam aktivitas
hidup.
B. Tujuan
Adapun tujuan yang hendak
dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui definisi dan etiologi dari
amputasi
2. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan
amputasi pada pasien amputasi.
BAB II
KONSEP MEDIK
A.
Pengertian
Amputasi berasal dari bahasa latin “Amputere” yang berarti “Pancung”. Dalam ilmu kedokteran
diartikan “membuang” sebagian atau
seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ tubuh). (Kumpulan mata kuliah ilmu bedah, tidak dipublikasikan)
Amputasi adalah pengangkatan
melalui bedah/traumatik pada tungkai.
Amputasi ekstremitas bawah
dilakukan lebih sering sering daripada amputasi ekstremitas atas. Lima
tingkatan yang paling sering digunakan pada amputasi ekstremitas bawah, telapak
dan pergelangan kaki, bawah lutut (ABL), disartikulasi dan atas lutut,
disartikulasi lutut, panggul dan hemipelvektori dan amputasi translumbar.
(Brunner & Suddarth, 2002)
Amputasi merupakan tindakan melepas sebagian anggota
tubuh dengan pembedahan. Amputasi sendiri bukan penyakit, tetapi akibat
tindakan tersebut kita akan kehilangan sebagian anggota tubuh selamanya.
Biasanya amputasi merupakan langkah terakhir ketika tidak ada jalan lain yang
bias ditempuh. Dengan
kata lain, jika seorang pasien sudah direkomendasikan untuk diamputasi, maka
berarti tidak ada jlaan lain lagi, secara teori kedokteran modern. H:\sanrego\Amputasi.html
Amputasi
adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi. Sebagai ukuran medis, amputasi
digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang
terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa
kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh
dalam tubuh. Dalam
beberapa negara Islam,
amputasi tangan atau kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi para kriminal. Dalam
beberapa budaya
dan agama,
amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai suatu pencapaian spiritual. http://id.wikipedia.org/wiki/Amputasi
Amputasi
adalah pengangkatan parsial atau total melalui pembedahan terhadap ekstremitas
atau jari (Sandra Nettina, 2002).
B.
Etiologi
Amputasi dapat terjadi karena:
1.
Sendiri, karena proses patologis seperti
o Gangren,
o Penyakit kusta
o Kelainan bawaan
o Trauma
(rudapaksa)
2.
Indikasi :
a.
Medik
o Rudapaksa
menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota gerak/alat untuk
menyelamatkan jiwa (live saving).
o Karena penyakit
b.
Hukuman
Akibat tindakan kejahatan
B. Anatomi Fisiologi
Anatomi
sisitem skelet. Ada 206 tulang dalam
tubuh manusia, yang terbagi dalam 4
kategori : tulang panjang (mis. Femur), tulang pendek (mis. Tulang
tarsalia), tulang pipih (mis. Sternum), dan tulang tidak teratur (mis.
Vertebra)
Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditemukan oleh
fungsi dan gaya
yang bekerja padanya. Tulang tersusun oleh tulang kanselus (trabekular atau
spongius) atau kortikal (kompak). Tulang
panjang (mis. Femur beebentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan
ujung yang membulat. Batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang
kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis .
Plat epifisis memisahkan epifisis dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasfikasi ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya.
Plat epifisis memisahkan epifisis dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasfikasi ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya.
Tulang panjang
disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang pendek (mis. Metakarpal) terdiri dari tulang
kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis. Tulang sternum)
merupakan temoat penting untuk hematopoiesis
dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih
tersusun dari tulang kanselus diantara 2
tulang kompak. Tulang tidak teratur (mis.vertebra) mempunyai bentuk yang unik
sesuai dengan fungsinya. Secara umum bentuk tulang tidak teratur sama dengan
tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit
mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar–osteoblas, osteosit dan
osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan
matriks tulang. Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam anorganik
ditimbun.
Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran fibrus
padat dinamakan perioeteum. Periosteum memberi nitrisi ke tulang dan
memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum
mengandung sarat, pembuluh darah dan limfatik.
Lapisan yang paling dekat tulang mengandung oeteoblas yang merupakan sel
pembentuk tulang.
Endesteum adalah membran vaskular tipis yang menutupi rongga sumsun
tulang panjang dan rongga-rongga dalan tulang kanselus. Osteoklast yamg
melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat osteum dan
dalam lakuna howship (cekungan pada permukaan tulang).
Sumsun tulang merupakan jaringan vaskular dalam rongga sumsum (batang)
tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama
terletak di sternum, ilium, vertebra dan rusuk pada orang deawasa, bertanggung
jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai
vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselus menerima asupan darah yang
sangat banyak melalui metafisis dan epifisis pembuluh periosteum mengangkut
darah ke tulang kompak melalui kanal
volkman yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus
periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina ( lubang-lubang kecil).
Arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang
mengikuti arteri ada yang keluar sendiri.
C.
Klasifikasi
- Terbuka
(provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan revisi lanjut.
- Tertutup,
atau “flap”.
D.
Pemerikasaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik tergantung pada
kondisi dasar perlunya amputasi
dan digunakan
untuk menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi. Adapun pemeriksaan
diagnostik amputasi:
Foto ronsen: Mengidenifikasi abnormalitas tulang.
Skan
CT: Mengidentifikasio
lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan hematoma
Angiografi dan pemeriksaan
aliran darah:Mengevaluasi
perubahan sirkulasi/perfusi jaringan dan
membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi.
Ultrasound Doppler,
flowmetri doppler laser: Dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah.
Tekanan O2 transkutaneus: Memberi peta area perfusi paling besar
dan paling kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
Termografi: Mengukur perbedaan suhu pada tungkai
iskemik pada dua sisi, dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang
rendah antara dua pambacaan, makin besar kesempatan untuk sembuh.
Pletismografi: Mengukur Td segmental bawah terhadap
ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
LED: Peninggian mengindikasi adanya infeksi
dan organisme penyebab
Kultur luka: Mengidentifikasi adanya infeksi dan
organisme penyebab
Biopsi: Mengkonfirmasi diagnosa massa
benigna/maligna.
darah langkap/diferensial: Peninggian dan “perpindahan ke kiri”
diduga proses infeksi.
E.
Faktor yang mempengaruhi amputasi
Pasien yang
memerlukan amputasi biasanya muda dengan trauma ekstermitas berat atau manula
dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, senbuh dengan cepat
dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering
merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan
psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stress
akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaian gaya hidup. Reaksi mereka
susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vaskuler perifer
sering mengidap masalah kesehatan lain, amputasi terapeutik untuk kondisi yang
yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas
dan ketergantungan. Pasien ini
biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi.
F.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
- Kondisi
prabedah
- Keadaan umum
- Prognosis
- Fungsi
- Tindakan protesis
- Kondisi
pasca bedah
- Evaluasi puntung amputasi agar dapat
dilaksanakan rehabilitasi
dengan atau
tanpa protesis
- Mental penderita
- Kadang penderita merasa anggota gerak masih
ada (fantom sindrom)
G.
Ketinggian level amputasi
Penting untuk menentukan
jenis protesis yang dapat diberikan kemudian.
Panjang stomp dibedakan
:
- very
short (1/3 proximal)
- short (1/3
proximal)
- medium (1/3
tengah) à ideal stump
- long (1/3
distal)
- very long (1/3
distal)
Hal–hal yang penting untuk menentukan level
:
- Panjang puntung sebaiknya dipertahankan
sepanjang mungkin , dengan memperhatikan jarak dari sendi proximalnya.
- Daerah yang cukup vaskularisasi dari jaringan
lunak/kulit yang akan dipakai sebagai penutup (flap).
- Stabilitas
sendi proximal.
H.
Persiapan amputasi
o Membicarakan dan
menerangkan dgn baik , mengapa perlu diamputasi
o Ketinggian/banyaknya yang akan dibuang
o Rehabilitasi/protesisnya
o Kemungkinan tindakan selanjutnya
H. Manajemen Kolaboratif
a. Perawatan praoperatif
o
Evaluasi hemodinamik dilakukan selama pengujian
seperti angiografi atau pemindaian xenon 133 terhadap aliran darah arteri untuk
menentukan tingkat amputasi optimal.
o
Tes
kultur dan senstivitas terhadap luka basah dilakukan untuk membantu mengontrol
infeksi pada praoperasi.
o
Evaluasi
ekstremitas kontralateral yang dilakukan untuk menetukan potensial pascaoperasi
fungsional.
o
Evaluasi
sistem kardiovaskuler, pernafasan, ginjal dan sistem tubuh lain yang diperlukan
untuk menentukan kondisi praoperasi pasien dan mengurangi risiko pembedahan
dengan mengoptimalkan fungsi.
o
Status
nutrisi dievaluasi dan protein suplemen dapat ditambahkan untuk meningkatkan
penyembuhan luka.
o
Latihan
diajarkan pada pasien dengan amputasi tungkai bawah untuk menguatkan otot
ekstremitas atas dalam penggunan alat ambulasi.
o
Pasien
dikenalkan dengan alat bantu ambulasi untuk memenuhi kepercayaan diri dan
menyiapkan mobilitas pascaoperasi.
b. Perawatan pascaopeatif
o
Pantau terhadap tanda kehilangan darah
berlebihan: hipotensi, takikardia, diaforesis, penurunan kesadaran.
o
Perhatikan terhadap drainase luka berlebihan
a.
Pertahankan turniket yang siap digunakan untuk tungkai
sisa bila terjadi perdarahan yang berlebihan.
b. Kuatkan balutan sesuai kebutuhan dengan
menggunakan teknik aseptik.
c. Pertahankan keakuratan catatan drainase
yang mengandunng darah pada balutan dan dalam sistem drainase.
I.
Penatalaksanaan
1.
Kulit lebih panjang dari otot dan tulang sehingga
dapat dibuat flap
2. Turniket dipasang pada satu tulang
3. Otot dipotong lebih pendek dari kulit dan
lebih panjang dari tulang
4. Arteri diikat 2 kali
5. Vena diikat 1 kali
6. Saraf dipotong sekaligus dgn pisau tajam
untuk menghindari neuroma/neurofibroma
7. Pada diabetes mellitus, tromboangitis obliterans
(Buerger) jangan menggunakan turniket
8. Pada tibia perlu dipotong miring agar tidak
menimbulkan tekanan pada kulit pretibia yang
dapat menimbulkan dekubitus pada waktu dressing stump atau pembuatan
socket protesis
9. Penutupan stump dengan “osteomiodesis” atau
“mioplasti” diperkuat dgn penjahitan fascia setelah hemostasis dgn baik.
J.
Komplikasi
o
Infeksi, sepsis
o
Hematoma, nekrosis
o
Momok nyeri yang tidak hilang
o
Perlambatan penyembuhan tungkai sisa
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A.
Pengkajian Dilengkapi Patofisiologi
Penyimpangan KDM
Dasar
data pengkajian pasien tergantung pada alasan dasar untuk prosedur bedah contoh
trauma berat, penyakit oklusivaskuler perifer/arterial, diabetic neuropati,
osteomielitis, kanker.
1.
Aktivitas/Istirahat
Gejala : Keterbatasan actual/antisipasi yang
dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
2.
Integritas Ego
Gejala : Masalah
tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain
Perasaan
putus asa, tidak berdaya
Tanda : Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan,
menarik diri, keceriaan semu
3.
Seksualitas
Gejala : Masalah
tentang keintiman hubungan
4.
Interaksi Sosial
Gejala : Masalah
sehubungan dengan penyakit/kondisi
Masalah
tentang peran fungsi, reaksi orang lain
5.
Penyuluhan/Pembelajaran
Pertimbangan : Kelompok dignosis yang berhubungan
menunjukkan rerata lama dirawat 9,7
hari.
Rencana Pemulangan :Memerlukan bantuan dalam perawatan
luka/bahan, adaptasi terhadap alat bantu ambulatory,
transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan aktivitas perawatan diri dan
latihan kejuruan.
B.
Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan harga diri/citra diri, penampilan
peran, perubahan b/d faktor biofisikal: khilangan bagian tubuh.
2. Nyeri (akut) b/d cedera fisik/jaringan dan
trauma saraf, dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
3. Perfusi jaringan, perubahan: perifer,
risiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/arteri; edema jaringan,
pembentukan hematoma.
4. Infeksi, risiko ringgi terhadap
ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatik), prosedur
invasif; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status nutrisi.
5. Mobilisasi fisik, kerusakan b/d kehilangan
tungkai [terutama ektremitas bawah); nyeri/ketidaknyamanan; gangguan perseptual
(perubahan rasa keseimbangan)
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, pognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan/mengingat, salah interprestasi informasi.
C.
Rencana Asuhan Keperawatan
1. Gangguan harga diri/citra diri, penampilan
peran, perubahan b/d faktor biofisikal: khilangan bagian tubuh.
Tujuan :
Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Kaji/pertimbangkan persiapan pasien dan
pandangan terhadap amputasi.
2. Dorong ekspresi ketakutan, perasaan
negatif dan kehilangan bagian tubuh.
3. Kaji derajat dukungan yang ada untuk
pasien.
4. Dorong/berikan kunjungan oleh orang yang
telah diamputasi, khususnya seseorang yang berhasil dalam amputasi
5. Perhatikan perilaku menarik diri,
membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus
menerus melihat perubahan nyata/yang diterima.
6. Diskusikan tersedianya berbagai sumber,
contoh konseling psikiatrik/seksual, terapi kejuruan.
|
1. Pasien yang memandang amputasi sebagai
pemotongan hidup atau rekontruksi akan menerima dari yang baru lebih cepat.
Pasien dengan amputasi traumatik yang mempertimbangkan amputasi menjadi
akibat kegagalan tindakan berada pada risiko tinggi gangguan konsep diri.
2. Ekspresi emosi membantu pasien mulai
menerima kenyataan dan realitas hidup tampa tungkai.
3. Dukungan yang cukup dari orang terdekat
dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
4. Teman senasib yang telah melalui
pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan dapat memberikan
keabsahan pernyataan juga harapan pemulihan dan masa depan normal.
5. Mengidentifikasi tahap berduka/kebutuhan
untuk intervensi.
6. Dibutuhkan pada masalah ini untuk
membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.
|
2. Nyeri (akut) b/d cedera fisik/jaringan dan
trauma saraf, dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
Tujuan : Klien menyatakan
nyeri hilang
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala
0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh kebas, kesemutan.
2. Tinggikan bagian yang sakit dengan
meninggikan kaki tempat tidur dengan menggunakan bantal/guling untuk amputasi
tungkai atas.
3. Berikan pijatan lembut pada puntung
sesuai toleransi bila balutan telah dilepas.
4. Selidiki keluhan nyeri lokal/kemajuan
yang tak hilang dengan analgesik.
5. Berikan obat sesuai indikasi,contoh
anagelsik, relaksan otot. Instruksi pada ADP.
6. Pertahankan alat TENS bila menggunakan.
7. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi
|
1. Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan
keefektifan intervensi. Perubahan dapat mengindifikasi terjadinya komplikasi.
2. Mengurangi terbentuknya edema dengan
peningkatan aliran balik vena, menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit
atau jaringan. Catatan: Setelah 24
jam pertama dan pada tak adanya edema, puntung mungkin meluas dan datar.
3. Meningkatkan sirkulasi, menurunkan
tegangan otot.
4. Dapat mengindikasikan terjadinya sindrom
kompartemn, khususnya cedera traumatik.
5. Menurunkan nyeri/spasme otot. Catatan: ADP menentukan obat tepat
waktu yang mencegah fluktuasi nyeri sehubungan dengan tegangan /spasme.
6. Memberikan rangsangansaraf terus
menerus, blok transmisi sensasi nyeri.
7. Mungkin digunakan untuk meningkatkan
relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu perbaikan edema.
|
3. Perfusi jaringan, perubahan: perifer,
risiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/arteri; edema jaringan,
pembentukan hematoma.
Tujuan : Dapat memepertahankan
perfusi jaringan yang adekuat.
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Awasi tanda vital. Palpasi nadi perifer,
perhatikan kekuatan dan kesamaan.
2. Lakukan pengkajian neurovaskuler
periodik, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.
3. Inspeksi alat balutan/drainase,
perhatikan jumlah dan karakteristik balutan.
4. Berikan tekanan langsung pada sisi
perdarahan, bila terjadi perdarahan hubungi dokter dengan segera.
5. Evaluasi tungkai bawah yang tak
dioperasi untuk adanya inflamasi, tanda Homan positif.
6. Berikan cairan IV/produk darah sesuai
indikasi.
7. Gunakan kaos kaki antiembolitik/pengurut
untuk kaki yang tak dioperasi.
8. Berikan anti koagulan dosis rendah
sesuaiindikasi.
9. Awasi periksaan laboratorium, contoh:
Hb/Ht
|
1. Indikator umum status sirkulasi dan
keadekuatan perfusi.
2. Edema jaringan pascaopersi, pembentukan
hematoma, atau balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung,
mengakibatkan nekrosis jaringan.
3. Kehilangan darah terus menerus
mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan penggantian cairan dan evaluasi
untuk gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi perdarahan.
4. Tekanan langsung pada perdarahan dapat
diteruskan dengan menggunakan balutan serat pengaman dengan balutan elastis
bila perdarahan terkontrol.
5. Peningkatan insiden pembentukan trombus
pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer sebelumnya/ perubahan diabetik.
6. Mempertahankan volume sirkulasi untuk
memaksimalkan perfusi jaringan.
7. Dapat meningkatkan aliran darah vena
menurunkan pengumpulan vena dan risiko tromboflebitis.
8. Mungkin berguna dalam mencegah
pembentukan trombus tampa peningkatan risiko perdarahan
pascaoperasi/pembentukan hematoma.
9. Indikator hipovolemia/dehidrasi yang
dapat mengganggu perfusi jaringan.
|
4. Infeksi, risiko ringgi terhadap
ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatik), prosedur
invasif; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status nutrisi.
Tujuan :
Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas drainase purulen
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1. Pertahankan teknik antiseptik bila
mengganti balutan/merwat luka.
2. Inspeksi balutan dan luka, perhatikan
karakteristik drainase.
3. Pertahankan patensi dan pengosongan alat
drinase secara rutin.
4. Tutup balutan dengan plastik bila
menggunakan pispot atau bila inkontinensia.
5. Buka puntung terhadap udara, pencucian
dengan sabun ringan dan air setelah pembalutan dikontraindikasikan.
6. Awasi tanda vital.
7. Ambil kultur lika/drainase dengan tepat.
8. Berikan antibiotik sesuai indikasi.
|
1. Meminimalkan kesempatan introduksi
bakteri.
2. Deteksi dini terjadinya infeksi
memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah luka dan
menurunkan risiko infeksi.
3. Hemovac, drain Jackson-Pratt membantu
membuang drainase, meningkatkan penyembuhan luka dan menurunkan risiko
infeksi.
4. Mencegah kontaminasi pada amputasi
tungkai bawah.
5. mempertahankan kebersihan, meminimalkan
kontaminasi kulit dan meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/kulit rapuh.
6. Peningkatan suhu/takikardi dapat menunjukkan
terjadinya sepsis.
7. Mengidentifikasi adanya infeksi/
organisme khusus.
8. Antibiotik spektrum luas dapat digunakan
secar profilaktik, atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan terhadap
organisme khusus.
|
5. Mobilisasi fisik, kerusakan b/d kehilangan
tungkai [terutama ektremitas bawah); nyeri/ketidaknyamanan; gangguan perseptual
(perubahan rasa keseimbangan)
Tujuan : Menunjukkan tindakan yang memampukan tindakan aktivitas.
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1.
Berikan
perawatan puntung secara teratur, contoh inspeksi area, bersihkan dan
keringkan, dan tutup kembali puntung dengan balutan elastis atau belat udara,
atau berikan penyusut puntung (kaos kaki stokckinette
berat), untuk “kelambatan” prostese. Ukur lingkarannya secara periodik.
2.
Segera
tutup kembali puntung dengan balutan elastis, tinggikan bila gips berubah
posisi “ segera/dini “ secara tak disengaja.siapkan penggunaan ulang.
3.
Bantu
latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit mulai
secara dini pada atahap pascaoperasi.
4.
Dorong
latihan aktif/isometrik untuk paha atas dan lengan atas.
5.
Berikan
gulungan untuk paha sesuai indikasi.
6.
Instruksikan
pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai toleransi sedikitnya 2x
sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung ekstremiras bawah.
7.
Waspadai
tekanan bantal di bawah ekstremitas bawah terhadap puntung atau memungkinkan
ABL tungkai untuk menggantung secara dependen disamping tempat tidur atau
kursi.
8.
Tunjukan/bantu
tehnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas, contoh trapeze, kruk, atau
walker.
9.
Bantu
dengan ambulasi.
10. Rujuk ke tim rehabilitasi, contoh terapi
fisik dan kejuruan.
11. Berikan tempat tidur busa.
|
1.
Memberikan
kesempatan untuk mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi Penutupan puntung
mengontrol edema dan membantu membentuk puntung kedalam bentuk kerucut untuk
memudahkan pemasangan prostese.
2.
Edema
akan terjadi dengan cepat dan rehabilitasi dapat melambat.
3.
Mencegah
kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat
memperlambat penggunaan prostese.
4.
Meningkatkan
kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ambulasi
5.
Mencegah
rotasi eksternal puntung tungkai bawah.
6.
Menguatkan
otot ekstensor dan mencegah kontraktur fleksi pada panggul.
7.
Penggunaan
bantal dapat menyebabkan kontraktur fleksi permanen pada panggul dan posisi
dependen puntung mengganggu aliran vena dan dapat meningkatkan pembentukan
edema.
8.
Membantu
perawatan diri dan kemandirian pasien.Teknik pemindahan yang dapat mencegah
cedera abrasi/kilit karena “lari cepat“
9.
Menurunkan potensial untuk cedera.
10. Memberikan bentuk latihan/program
aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan individu, dan
mengidentifikasi mobilitas fungsional membantu meningkatkan kemandirian.
11. Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan
yang dapat mengganggu sirkulasi, potensial risiko iskemia jaringan/kerusakan.
|
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar)
tentang kondisi, pognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang
terpajan/mengingat, salah interprestasi informasi.
Tujuan : Menyatakan pemahaman
kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Tindakan/Intervensi
|
Rasional
|
1.
Kaji
ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan yang akan datang.
2.
Instruksikan
perawatan balutan/luka, inspeksi puntung menggunakan cermin untuk melihat
semua area, pijat kulit, dan tutup puntung dengan cepat.
3.
Tunjukkan
perawatan alat prostese. Tekankan pentingnya pemeliharaan rutin/pemasangan
ulang periodik.
4.
Tekankan
pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.
5.
Anjurkan
penghentian merokok.
6.
Identifikasi
dukungan komuniti dan rehabilitasi.
|
1.
Memberikan
dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.
2.
Meningkatkan
perawatan diri kompeten; membantu penyembuhan dan pemasangan prostese dan
menurunkan potensial untuk komplikasi.
3.
Dorong
pemasangan tepat, menurunkan risiko komplikasi dan memperpanjang hidup
protese.
4.
Memenuhi
kebutuhan nutrien untuk regenerasi jaringan/penyembuhan, membantu dalam
mempertahankan volume sirkulasi dan fungsi organ normal, dan mempertahankan
berat tepat (berat badan mengubah pengaruh pemasangan prostese)
5.
Merokok
berpotensi untuk vasokontriksi perifer, gangguan sirkulasi juga oksigenasi
jaringan
6.
Membantu
pemindahan ke rumah, mendukung kemandirian dan meningkatkan koping
|
D.
Implementasi
Sasaran. Sasaran utama pasien meliputi pengurangan
nyeri, tiadanya gangguan persepsi sensori, penyembuhan luka, penerimaan
terhadap perubahan citra diri, resolusi proses bersedih, mandiri dalam
perawatan diri, pengembalian mobilitas fisik dan tiadanya komplikasi.
E.
Evaluasi
1. Tidak mengalami nyeri
a. Tampak relaks
b. Mengungkapkan rasa nyaman
c. Mempergunakan upaya untuk meningkatkan
rasa nyaman
d. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan
diri dan rehabilitasi.
2. Tidak mengalami nyeri anggota fantom
- Melapor
tidak merasakan persepsi rasa pada bagian yang telah diamputasi
- Mengemukakan
tiadanya perasaan tak normal pada sisa tungkai
- Memperlihatkan
perawatan sisi tungkai
3. Mengalami penyembuhan luka
- Mengontrol
edema sisa tungkai
- Mengalami
jaringan parut yang sembuh, tidak nyeri tekan, tidak melekat
- Memperlihatkan
perawatan sisa tungkai
4. Memperlihatkan peningkatan citra diri
- Menerima
perubahan citra diri
- Berpartisipasi
dalam aktivitas perawatan diri
- Memperlihatkan
peningkatan kemandirian
- Memproyeksikan
diri sebagai manusia utuh
- Memperlihatkan
rasa percaya diri dalam kemampuannya
5. Memperlihatkan resolusi kesedihan
- Mengekspresikan
kesedihan
- Memanfaatkan
keluarga dan sahabat untuk berbagi rasa
- Memusatkan
diri pada fungsi masa depan
6. Mencapai kemandirian perawatan diri
- Meminta
bantuan bila diperlukan
- Mempergunakan
alat bantu dan perolongan untuk memungkinkan perawatan diri
- Mengungkapkan
kepuasan mengenai kemampuan menjalankan aktivitas kebutuhan sehari-hari
7. Mencapai mobilitas mandiri maksimal
- Menghidari
posisi yang dapat menyebabkan terjadinya kontraktur
- Memperlihatkan
rentang gerak aktif penuh
- Tetap
seimbang saat duduk dan berpindah
- Mampu
mengatasi hambatan lingkungan untuk menjalankan mobilitas
- Memanfaatkan
layanan dan sumber komunitas saat diperlukan
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Amputasi
berasal dari bahasa latin “Amputere”
yang berarti “Pancung”. Dalam ilmu kedokteran
diartikan “membuang” sebagian atau
seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ tubuh).
Etiologi :
Amputasi terjadi karena:
1. Sendiri, karena proses patologis seperti gangren, penyakit kusta, kelainan
bawaan, trauma (rudapaksa)
2. Indikasi :
a. Medik → Rudapaksa menyebabkan hancurnya sebagian atau
seluruhanggota gerak/alat untuk menyelamatkan jiwa (live saving) dan karena
penyakit
b. Hukuman
→ Akibat tindakan kejahatan
2.
Adapun penatalaksanaan amputasi terhadap pasien
amputasi adalah:
a.
Kulit lebih panjang dari otot dan tulang sehingga
dapat dibuat flap
b. Turniket dipasang pada satu tulang
c. Otot dipotong lebih pendek dari kulit dan
lebih panjang dari tulang
d. Arteri diikat 2 kali
e. Vena diikat 1 kali
f. Saraf dipotong sekaligus dgn pisau tajam
untuk menghindari neuroma/neurofibroma
g. Pada diabetes mellitus, tromboangitis
obliterans (Buerger) jangan menggunakan turniket
h. Pada tibia perlu dipotong miring agar tidak
menimbulkan tekanan pada kulit pretibia yang
dapat menimbulkan dekubitus pada waktu dressing stump atau pembuatan
socket protesis
i.
Penutupan
stump dengan “osteomiodesis” atau “mioplasti” diperkuat dgn penjahitan fascia
setelah hemostasis dgn baik.
B.
Saran
Sebagai
seorang perawat kita harus memberikan dukungan kepada pasien-pasien dan memberikan pendidikan kesehatan kepada
pasien dan keluarganya.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner dan Suddart, 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Penerbit Buku EGC. Jakarta
Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana
Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman
Praktik Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, tidak dipublikasikan.
H:\sanrego\Amputasi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar