Sabtu, 09 Agustus 2014

AMPUTASI

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sistem muskuloskeletal bekerja membuat gerakan Dan tindakan yang harmonis sehingga manusia menjadi seorang yang bebas dan mandiri. Sistem muskuloskeletal terdiri dari kerangka, sendi, otot, ligamentum dan bursa. Kerangka membentuk dan menopang tubuh, melindungi organ penting dan berperan sebagai penyimpan mineral seperti kalsium, Mg, dan fosfat. Rongga medula tulang adalah tempat utama yang memproduksi sel darah. Otot memberikan kekuatan untuk menggerakkan tubuh, menutup lubang luar dari sistem gastrointestinal dan saluran kencing serta meningkatkan produksi panas untuk menjaga kontrol temperatur.
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh  dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan kerangka tubuh. Tulang melindungi organ bagian dalam dan digerakkan oleh otot. Penyakit atau cedera otot dan tulang dapat menyebabkan pergerakan menjadi sulit dan menimbulkan nyeri, begitupun dengan amputasi di mana membuat penderita tidak dapat beraktivitas dengan nyaman walaupun semua dilakukan untuk kebaikan penderita semata.
Mendengar kata amputasi maka yang terlintas dibenak kita adalah hal-hal buruk semata. Amputasi dapat dianggap sebagai jenis pembedahan rekonstruksi drastic digunakan untuk menghilangkan gejala, memperbaiki fungsi dan menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup pasien. Bila tim perawatan kesehatan mampu berkomunikasi dengan gaya positif, maka pasien akan lebih  mampu menyesuaikan diri tehadap mputasi dan berpartisipasi aktif dalam rencana rehabilitasi.
Kehilangan ekstremitas memerlukan penyesuaian besar. Persepsi pasien mengenai amputasi harus difahami oleh tim perawatan kesehatan. Pasien harus menyesuakan diri dengan adanya perubahan citra diri permanen, yang harus diselaraskan sedemikian rupa sehingga tidak akan menghilangkan rasa diri berharga. Tim rehabilitasi bersifat multidisiplin (pasien, perawat, dokter, pekerja social, psikologis, ahli prostesis, pekerja rehabilitasi vokasional) dan membantu pasien mencapai derajat fungsi tertinggi yang mungkin dicapai dan partisipasi dalam aktivitas hidup.
B.     Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui definisi dan etiologi dari amputasi
2.      Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan amputasi pada pasien  amputasi.





BAB II
KONSEP MEDIK
A.    Pengertian
Amputasi  berasal dari bahasa latin “Amputere” yang berarti “Pancung”. Dalam ilmu kedokteran diartikan “membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ tubuh). (Kumpulan mata kuliah ilmu bedah, tidak dipublikasikan)
Amputasi adalah pengangkatan melalui bedah/traumatik pada tungkai.
Amputasi ekstremitas bawah dilakukan lebih sering sering daripada amputasi ekstremitas atas. Lima tingkatan yang paling sering digunakan pada amputasi ekstremitas bawah, telapak dan pergelangan kaki, bawah lutut (ABL), disartikulasi dan atas lutut, disartikulasi lutut, panggul dan hemipelvektori dan amputasi translumbar. (Brunner & Suddarth, 2002)
Amputasi merupakan tindakan melepas sebagian anggota
tubuh dengan pembedahan. Amputasi sendiri bukan penyakit, tetapi akibat tindakan tersebut kita akan kehilangan sebagian anggota tubuh selamanya. Biasanya amputasi merupakan langkah terakhir ketika tidak ada jalan lain yang bias ditempuh. Dengan kata lain, jika seorang pasien sudah direkomendasikan untuk diamputasi, maka berarti tidak ada jlaan lain lagi, secara teori kedokteran modern. H:\sanrego\Amputasi.html
Amputasi adalah penghilangan ujung anggota tubuh oleh trauma fisik atau operasi. Sebagai ukuran medis, amputasi digunakan untuk memeriksa rasa sakit atau proses penyebaran penyakit dalam kelenjar yang terpengaruh, misalnya pada malignancy atau gangrene. Dalam beberapa kasus amputasi dilakukan untuk mencegah penyakit tersebut menyebar lebih jauh dalam tubuh. Dalam beberapa negara Islam, amputasi tangan atau kaki kadang digunakan sebagai bentuk hukuman bagi para kriminal. Dalam beberapa budaya dan agama, amputasi minor atau mutilasi dianggap sebagai suatu pencapaian spiritual. http://id.wikipedia.org/wiki/Amputasi
Amputasi adalah pengangkatan parsial atau total melalui pembedahan terhadap ekstremitas atau jari (Sandra Nettina, 2002).
B.     Etiologi
Amputasi dapat terjadi karena:
1.      Sendiri, karena proses patologis seperti
o   Gangren,
o   Penyakit kusta
o   Kelainan bawaan
o   Trauma (rudapaksa)
2.      Indikasi :
a.       Medik
o   Rudapaksa menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruh anggota gerak/alat untuk menyelamatkan jiwa (live saving).
o   Karena penyakit

b.      Hukuman
                        Akibat tindakan kejahatan
B.     Anatomi Fisiologi
Anatomi sisitem skelet.  Ada 206 tulang dalam tubuh manusia, yang     terbagi dalam 4 kategori : tulang panjang (mis. Femur), tulang pendek (mis. Tulang tarsalia), tulang pipih (mis. Sternum), dan tulang tidak teratur (mis. Vertebra)
Bentuk dan konstruksi tulang tertentu ditemukan oleh fungsi dan gaya yang bekerja padanya. Tulang tersusun oleh tulang kanselus (trabekular atau spongius) atau kortikal (kompak). Tulang  panjang (mis. Femur beebentuk seperti tangkai atau batang panjang dengan ujung yang membulat. Batang atau diafisis terutama tersusun atas tulang kortikal. Ujung tulang panjang dinamakan epifisis .
Plat epifisis memisahkan epifisis dan diafisis dan merupakan pusat pertumbuhan longitudinal pada anak-anak. Pada orang dewasa mengalami klasfikasi ujung tulang panjang ditutupi oleh kartilago artikular pada sendi-sendinya.
Tulang panjang  disusun untuk menyangga berat badan dan gerakan. Tulang  pendek (mis. Metakarpal) terdiri dari tulang kanselus ditutupi selapis tulang kompak. Tulang pipih (mis. Tulang sternum) merupakan temoat penting untuk hematopoiesis  dan sering memberikan perlindungan bagi organ vital. Tulang pipih tersusun dari tulang kanselus diantara  2 tulang kompak. Tulang tidak teratur (mis.vertebra) mempunyai bentuk yang unik sesuai dengan fungsinya. Secara umum bentuk tulang tidak teratur sama dengan tulang pipih.
Tulang tersusun atas sel, matriks protein dan deposit mineral. Sel-selnya terdiri atas tiga jenis dasar–osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas berfungsi dalam pembetukan tulang dengan mensekresikan matriks tulang. Matriks merupakan kerangka dimana garam-garam anorganik ditimbun.
Tulang diselimuti dibagian luar oleh membran fibrus padat dinamakan perioeteum. Periosteum memberi nitrisi ke tulang dan memungkinkannya tumbuh, selain sebagai tempat perlekatan tendon dan ligamen. Periosteum mengandung sarat, pembuluh darah dan limfatik.  Lapisan yang paling dekat tulang mengandung oeteoblas yang merupakan sel pembentuk tulang.
Endesteum adalah membran vaskular tipis yang menutupi rongga sumsun tulang panjang dan rongga-rongga dalan tulang kanselus. Osteoklast yamg melarutkan tulang untuk memelihara rongga sumsum, terletak dekat osteum dan dalam lakuna howship (cekungan pada permukaan tulang).
Sumsun tulang merupakan jaringan vaskular dalam rongga sumsum (batang) tulang panjang dan dalam tulang pipih. Sumsum tulang merah, yang terutama terletak di sternum, ilium, vertebra dan rusuk pada orang deawasa, bertanggung jawab pada produksi sel darah merah dan putih. Pada orang dewasa, tulang panjang terisi oleh sumsum lemak kuning.
Jaringan tulang mempunyai vaskularisasi yang sangat baik. Tulang kanselus menerima asupan darah yang sangat banyak melalui metafisis dan epifisis pembuluh periosteum mengangkut darah ke tulang kompak  melalui kanal volkman yang sangat kecil. Selain itu, ada arteri nutrien yang menembus periosteum dan memasuki rongga meduler melalui foramina ( lubang-lubang kecil). Arteri nutrien memasok darah ke sumsum dan tulang. Sistem vena ada yang mengikuti arteri ada yang keluar sendiri.

C.    Klasifikasi
  1. Terbuka (provisional), yang memerlukan teknik aseptik ketat dan revisi lanjut.
  2. Tertutup, atau “flap”.
D.    Pemerikasaan Diagnostik
      Pemeriksaan diagnostik tergantung pada kondisi dasar perlunya amputasi
dan digunakan untuk menentukan tingkat yang tepat untuk amputasi. Adapun pemeriksaan diagnostik amputasi:
Foto ronsen: Mengidenifikasi abnormalitas tulang.
Skan CT: Mengidentifikasio lesi neoplastik, osteomielitis, pembentukan   hematoma
Angiografi dan pemeriksaan aliran darah:Mengevaluasi perubahan  sirkulasi/perfusi jaringan dan membantu memperkirakan potensial penyembuhan jaringan setelah amputasi.
Ultrasound Doppler, flowmetri doppler laser: Dilakukan untuk mengkaji dan mengukur aliran darah.
Tekanan O2 transkutaneus: Memberi peta area perfusi paling besar dan paling kecil dalam keterlibatan ekstremitas.
Termografi: Mengukur perbedaan suhu pada tungkai iskemik pada dua sisi, dari jaringan kutaneus ke tengah tulang. Perbedaan yang rendah antara dua pambacaan, makin besar kesempatan untuk sembuh.
Pletismografi: Mengukur Td segmental bawah terhadap ekstremitas bawah mengevaluasi aliran darah arterial.
LED: Peninggian mengindikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
Kultur luka: Mengidentifikasi adanya infeksi dan organisme penyebab
Biopsi: Mengkonfirmasi diagnosa massa benigna/maligna.
darah langkap/diferensial: Peninggian dan “perpindahan ke kiri” diduga proses infeksi.
E.     Faktor yang mempengaruhi amputasi
 Pasien yang memerlukan amputasi biasanya muda dengan trauma ekstermitas berat atau manula dengan penyakit vaskuler perifer. Orang muda umumnya sehat, senbuh dengan cepat dan berpartisipasi dalam program rehabilitasi segera. Karena amputasi sering merupakan akibat dari cedera, pasien memerlukan lebih banyak dukungan psikologis untuk menerima perubahan mendadak citra diri dan menerima stress akibat hospitalisasi, rehabilitasi jangka panjang dan penyesuaian gaya hidup. Reaksi mereka susah diduga dan dapat berupa kesedihan terbuka dan bermusuhan.
Sebaliknya, lansia dengan penyakit vaskuler perifer sering mengidap masalah kesehatan lain, amputasi terapeutik untuk kondisi yang yang sudah berlangsung lama dapat membebaskan pasien dari nyeri, disabilitas dan ketergantungan. Pasien ini biasanya sudah siap mengatasi perasaannya dan siap menerima amputasi.
F.     Hal-hal yang perlu diperhatikan
  1. Kondisi prabedah
            -  Keadaan umum
            -  Prognosis
            -  Fungsi
            -  Tindakan protesis
  1. Kondisi pasca bedah
-  Evaluasi puntung amputasi agar dapat dilaksanakan  rehabilitasi dengan                               atau tanpa protesis
            -  Mental penderita
            -  Kadang penderita merasa anggota gerak masih ada (fantom sindrom)
G.    Ketinggian level amputasi
Penting untuk menentukan jenis protesis yang dapat diberikan kemudian.
     Panjang stomp dibedakan :
            -  very short     (1/3 proximal)      
            -  short             (1/3 proximal)
            -  medium        (1/3 tengah)  à ideal stump
            -  long              (1/3 distal)
            -  very long      (1/3 distal)
    Hal–hal yang penting untuk menentukan level :
  1. Panjang puntung sebaiknya dipertahankan sepanjang mungkin , dengan memperhatikan jarak dari sendi proximalnya.
  2. Daerah yang cukup vaskularisasi dari jaringan lunak/kulit yang akan dipakai sebagai penutup (flap).
  3. Stabilitas sendi proximal.
H.    Persiapan amputasi
o   Membicarakan dan menerangkan dgn baik , mengapa perlu diamputasi
o   Ketinggian/banyaknya yang akan dibuang
o   Rehabilitasi/protesisnya
o   Kemungkinan tindakan selanjutnya
H.    Manajemen Kolaboratif
a.      Perawatan praoperatif
o   Evaluasi hemodinamik dilakukan selama pengujian seperti angiografi atau pemindaian xenon 133 terhadap aliran darah arteri untuk menentukan tingkat amputasi optimal.
o   Tes kultur dan senstivitas terhadap luka basah dilakukan untuk membantu mengontrol infeksi pada praoperasi.
o   Evaluasi ekstremitas kontralateral yang dilakukan untuk menetukan potensial pascaoperasi fungsional.
o   Evaluasi sistem kardiovaskuler, pernafasan, ginjal dan sistem tubuh lain yang diperlukan untuk menentukan kondisi praoperasi pasien dan mengurangi risiko pembedahan dengan mengoptimalkan fungsi.
o   Status nutrisi dievaluasi dan protein suplemen dapat ditambahkan untuk meningkatkan penyembuhan luka.
o   Latihan diajarkan pada pasien dengan amputasi tungkai bawah untuk menguatkan otot ekstremitas atas dalam penggunan alat ambulasi.
o   Pasien dikenalkan dengan alat bantu ambulasi untuk memenuhi kepercayaan diri dan menyiapkan mobilitas pascaoperasi.
b.      Perawatan pascaopeatif
o   Pantau terhadap tanda kehilangan darah berlebihan: hipotensi, takikardia, diaforesis, penurunan kesadaran.
o   Perhatikan terhadap drainase luka berlebihan
a.       Pertahankan turniket yang siap digunakan untuk tungkai sisa bila terjadi perdarahan yang berlebihan.
b.      Kuatkan balutan sesuai kebutuhan dengan menggunakan teknik aseptik.
c.       Pertahankan keakuratan catatan drainase yang mengandunng darah pada balutan dan dalam sistem drainase.
I.       Penatalaksanaan
1.      Kulit lebih panjang dari otot dan tulang sehingga dapat dibuat flap
2.      Turniket dipasang pada satu tulang
3.      Otot dipotong lebih pendek dari kulit dan lebih panjang dari tulang
4.      Arteri diikat 2 kali
5.      Vena diikat 1 kali
6.      Saraf dipotong sekaligus dgn pisau tajam untuk menghindari neuroma/neurofibroma
7.      Pada diabetes mellitus, tromboangitis obliterans (Buerger) jangan menggunakan turniket
8.      Pada tibia perlu dipotong miring agar tidak menimbulkan tekanan pada kulit pretibia yang   dapat menimbulkan dekubitus pada waktu dressing stump atau pembuatan socket protesis
9.      Penutupan stump dengan “osteomiodesis” atau “mioplasti” diperkuat dgn penjahitan fascia setelah hemostasis dgn baik.
J.      Komplikasi
o   Infeksi, sepsis
o   Hematoma, nekrosis
o   Momok nyeri yang tidak hilang
o   Perlambatan penyembuhan tungkai sisa








BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A.    Pengkajian Dilengkapi Patofisiologi Penyimpangan KDM
 Dasar data pengkajian pasien tergantung pada alasan dasar untuk prosedur bedah contoh trauma berat, penyakit oklusivaskuler perifer/arterial, diabetic neuropati, osteomielitis, kanker.
1.      Aktivitas/Istirahat
            Gejala  : Keterbatasan actual/antisipasi yang dimungkinkan oleh kondisi/amputasi
2.      Integritas Ego
Gejala          :     Masalah tentang antisipasi perubahan pola hidup, situasi financial, reaksi orang lain
                                Perasaan putus asa, tidak berdaya
Tanda          :     Ansietas, ketakutan, peka, marah, ketakutan, menarik diri, keceriaan semu
3.      Seksualitas
      Gejala  :           Masalah tentang keintiman hubungan
4.      Interaksi Sosial
      Gejala  :           Masalah sehubungan dengan penyakit/kondisi
                              Masalah tentang peran fungsi, reaksi orang lain


5.      Penyuluhan/Pembelajaran
Pertimbangan :  Kelompok dignosis yang berhubungan menunjukkan    rerata lama dirawat 9,7 hari.
Rencana Pemulangan  :Memerlukan bantuan dalam perawatan luka/bahan,       adaptasi terhadap alat bantu ambulatory, transportasi, pemeliharaan rumah, kemungkinan aktivitas perawatan diri dan latihan kejuruan.














B.     Diagnosa Keperawatan
1.      Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran, perubahan b/d faktor biofisikal: khilangan bagian tubuh.
2.      Nyeri (akut) b/d cedera fisik/jaringan dan trauma saraf, dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
3.      Perfusi jaringan, perubahan: perifer, risiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/arteri; edema jaringan, pembentukan hematoma.
4.      Infeksi, risiko ringgi terhadap ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatik), prosedur invasif; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status nutrisi.
5.      Mobilisasi fisik, kerusakan b/d kehilangan tungkai [terutama ektremitas bawah); nyeri/ketidaknyamanan; gangguan perseptual (perubahan rasa keseimbangan)
6.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, pognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan/mengingat, salah interprestasi informasi.
C.    Rencana Asuhan Keperawatan
1.      Gangguan harga diri/citra diri, penampilan peran, perubahan b/d faktor biofisikal: khilangan bagian tubuh.
Tujuan   :   Klien menunjukkan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri.
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.   Kaji/pertimbangkan persiapan pasien dan pandangan terhadap amputasi.







2.   Dorong ekspresi ketakutan, perasaan negatif dan kehilangan bagian tubuh.

3.   Kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien.

4.   Dorong/berikan kunjungan oleh orang yang telah diamputasi, khususnya seseorang yang berhasil dalam amputasi


5.   Perhatikan perilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal negatif, penggunaan penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata/yang diterima.
6.   Diskusikan tersedianya berbagai sumber, contoh konseling psikiatrik/seksual, terapi kejuruan.
1.   Pasien yang memandang amputasi sebagai pemotongan hidup atau rekontruksi akan menerima dari yang baru lebih cepat. Pasien dengan amputasi traumatik yang mempertimbangkan amputasi menjadi akibat kegagalan tindakan berada pada risiko tinggi gangguan konsep diri.
2.   Ekspresi emosi membantu pasien mulai menerima kenyataan dan realitas hidup tampa tungkai.
3.   Dukungan yang cukup dari orang terdekat dan teman dapat membantu proses rehabilitasi.
4.   Teman senasib yang telah melalui pengalaman yang sama bertindak sebagai model peran dan dapat memberikan keabsahan pernyataan juga harapan pemulihan dan masa depan normal.
5.   Mengidentifikasi tahap berduka/kebutuhan untuk intervensi.



6.   Dibutuhkan pada masalah ini untuk membantu adaptasi lanjut yang optimal dan rehabilitasi.

2.      Nyeri (akut) b/d cedera fisik/jaringan dan trauma saraf, dampak psikologi terhadap kehilangan bagian tubuh.
Tujuan       :  Klien menyatakan nyeri hilang
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.   Catat lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10). Selidiki perubahan karakteristik nyeri, contoh kebas, kesemutan.
2.   Tinggikan bagian yang sakit dengan meninggikan kaki tempat tidur dengan menggunakan bantal/guling untuk amputasi tungkai atas.



3.   Berikan pijatan lembut pada puntung sesuai toleransi bila balutan telah dilepas.
4.   Selidiki keluhan nyeri lokal/kemajuan yang tak hilang dengan analgesik.

5.   Berikan obat sesuai indikasi,contoh anagelsik, relaksan otot. Instruksi pada ADP.


6.   Pertahankan alat TENS bila menggunakan.
7.   Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi
1.   Membantu dalam evaluasi kebutuhan dan keefektifan intervensi. Perubahan dapat mengindifikasi terjadinya komplikasi.
2.   Mengurangi terbentuknya edema dengan peningkatan aliran balik vena, menurunkan kelelahan otot dan tekanan kulit atau jaringan. Catatan: Setelah 24 jam pertama dan pada tak adanya edema, puntung mungkin meluas dan datar.
3.   Meningkatkan sirkulasi, menurunkan tegangan otot.

4.   Dapat mengindikasikan terjadinya sindrom kompartemn, khususnya cedera traumatik.
5.   Menurunkan nyeri/spasme otot. Catatan: ADP menentukan obat tepat waktu yang mencegah fluktuasi nyeri sehubungan dengan tegangan /spasme.
6.   Memberikan rangsangansaraf terus menerus, blok transmisi sensasi nyeri.
7.   Mungkin digunakan untuk meningkatkan relaksasi otot, meningkatkan sirkulasi dan membantu perbaikan edema.

3.      Perfusi jaringan, perubahan: perifer, risiko tinggi terhadap penurunan aliran darah vena/arteri; edema jaringan, pembentukan hematoma.
Tujuan :  Dapat memepertahankan perfusi jaringan yang adekuat.
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.   Awasi tanda vital. Palpasi nadi perifer, perhatikan kekuatan dan kesamaan.
2.   Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh sensasi, gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.


3.   Inspeksi alat balutan/drainase, perhatikan jumlah dan karakteristik balutan.



4.   Berikan tekanan langsung pada sisi perdarahan, bila terjadi perdarahan hubungi dokter dengan segera.


5.   Evaluasi tungkai bawah yang tak dioperasi untuk adanya inflamasi, tanda Homan positif.

6.   Berikan cairan IV/produk darah sesuai indikasi.

7.   Gunakan kaos kaki antiembolitik/pengurut untuk kaki yang tak dioperasi.
8.   Berikan anti koagulan dosis rendah sesuaiindikasi.



9.   Awasi periksaan laboratorium, contoh: Hb/Ht


1.   Indikator umum status sirkulasi dan keadekuatan perfusi.

2.   Edema jaringan pascaopersi, pembentukan hematoma, atau balutan terlalu ketat dapat mengganggu sirkulasi pada puntung, mengakibatkan nekrosis jaringan.
3.   Kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan penggantian cairan dan evaluasi untuk gangguan koagulasi atau intervensi bedah untuk ligasi perdarahan.
4.   Tekanan langsung pada perdarahan dapat diteruskan dengan menggunakan balutan serat pengaman dengan balutan elastis bila perdarahan terkontrol.
5.   Peningkatan insiden pembentukan trombus pada pasien dengan penyakit vaskuler perifer sebelumnya/ perubahan diabetik.
6.   Mempertahankan volume sirkulasi untuk memaksimalkan perfusi jaringan.
7.   Dapat meningkatkan aliran darah vena menurunkan pengumpulan vena dan risiko tromboflebitis.
8.   Mungkin berguna dalam mencegah pembentukan trombus tampa peningkatan risiko perdarahan pascaoperasi/pembentukan hematoma.
9.   Indikator hipovolemia/dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan.

4.      Infeksi, risiko ringgi terhadap ketidakadekuatan pertahanan primer (kulit robek, jaringan traumatik), prosedur invasif; terpajan pada lingkungan, penyakit kronis, perubahan status nutrisi.
Tujuan :  Mencapai penyembuhan tepat pada waktunya dan bebas drainase purulen
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.   Pertahankan teknik antiseptik bila mengganti balutan/merwat luka.
2.   Inspeksi balutan dan luka, perhatikan karakteristik drainase.


3.   Pertahankan patensi dan pengosongan alat drinase secara rutin.


4.   Tutup balutan dengan plastik bila menggunakan pispot atau bila inkontinensia.
5.   Buka puntung terhadap udara, pencucian dengan sabun ringan dan air setelah pembalutan dikontraindikasikan.
6.   Awasi tanda vital.

7.   Ambil kultur lika/drainase dengan tepat.
8.   Berikan antibiotik sesuai indikasi.
1.   Meminimalkan kesempatan introduksi bakteri.
2.   Deteksi dini terjadinya infeksi memberikan kesempatan untuk intervensi tepat waktu dan mencegah luka dan menurunkan risiko infeksi.
3.   Hemovac, drain Jackson-Pratt membantu membuang drainase, meningkatkan penyembuhan luka dan menurunkan risiko infeksi.
4.   Mencegah kontaminasi pada amputasi tungkai bawah.

5.   mempertahankan kebersihan, meminimalkan kontaminasi kulit dan meningkatkan penyembuhan kulit yang lunak/kulit rapuh.
6.   Peningkatan suhu/takikardi dapat menunjukkan terjadinya sepsis.
7.   Mengidentifikasi adanya infeksi/ organisme khusus.
8.   Antibiotik spektrum luas dapat digunakan secar profilaktik, atau terapi antibiotik mungkin disesuaikan terhadap organisme khusus.

5.      Mobilisasi fisik, kerusakan b/d kehilangan tungkai [terutama ektremitas bawah); nyeri/ketidaknyamanan; gangguan perseptual (perubahan rasa keseimbangan)
Tujuan :  Menunjukkan tindakan yang memampukan tindakan aktivitas.
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.         Berikan perawatan puntung secara teratur, contoh inspeksi area, bersihkan dan keringkan, dan tutup kembali puntung dengan balutan elastis atau belat udara, atau berikan penyusut puntung (kaos kaki stokckinette berat), untuk “kelambatan” prostese. Ukur lingkarannya secara periodik.
2.         Segera tutup kembali puntung dengan balutan elastis, tinggikan bila gips berubah posisi “ segera/dini “ secara tak disengaja.siapkan penggunaan ulang.
3.         Bantu latihan rentang gerak khusus untuk area yang sakit dan yang tak sakit mulai secara dini pada atahap pascaoperasi.
4.         Dorong latihan aktif/isometrik untuk paha atas dan lengan atas.
5.         Berikan gulungan untuk paha sesuai indikasi.
6.         Instruksikan pasien untuk berbaring dengan posisi tengkurap sesuai toleransi sedikitnya 2x sehari dengan bantal dibawah abdomen dan puntung ekstremiras bawah.
7.         Waspadai tekanan bantal di bawah ekstremitas bawah terhadap puntung atau memungkinkan ABL tungkai untuk menggantung secara dependen disamping tempat tidur atau kursi.

8.         Tunjukan/bantu tehnik pemindahan dan penggunaan alat mobilitas, contoh trapeze, kruk, atau walker.


9.         Bantu dengan ambulasi.

10.     Rujuk ke tim rehabilitasi, contoh terapi fisik dan kejuruan.




11.     Berikan tempat tidur busa.
1.         Memberikan kesempatan untuk mengevaluasi penyembuhan dan komplikasi Penutupan puntung mengontrol edema dan membantu membentuk puntung kedalam bentuk kerucut untuk memudahkan pemasangan prostese.


2.         Edema akan terjadi dengan cepat dan rehabilitasi dapat melambat.




3.         Mencegah kontraktur, perubahan bentuk, yang dapat terjadi dengan cepat dan dapat memperlambat penggunaan prostese.
4.         Meningkatkan kekuatan otot untuk membantu pemindahan/ambulasi
5.         Mencegah rotasi eksternal puntung tungkai bawah.
6.         Menguatkan otot ekstensor dan mencegah kontraktur fleksi pada panggul.


7.         Penggunaan bantal dapat menyebabkan kontraktur fleksi permanen pada panggul dan posisi dependen puntung mengganggu aliran vena dan dapat meningkatkan pembentukan edema.

8.         Membantu perawatan diri dan kemandirian pasien.Teknik pemindahan yang dapat mencegah cedera abrasi/kilit karena “lari cepat“
9.          Menurunkan potensial untuk cedera.
10.     Memberikan bentuk latihan/program aktivitas untuk memenuhi kebutuhan dan kekuatan individu, dan mengidentifikasi mobilitas fungsional membantu meningkatkan kemandirian.
11.     Menurunkan tekanan pada kulit/jaringan yang dapat mengganggu sirkulasi, potensial risiko iskemia jaringan/kerusakan.

6.      Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, pognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan/mengingat, salah interprestasi informasi.
Tujuan :  Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
Tindakan/Intervensi
Rasional
1.         Kaji ulang proses penyakit/prosedur bedah dan harapan yang akan datang.

2.         Instruksikan perawatan balutan/luka, inspeksi puntung menggunakan cermin untuk melihat semua area, pijat kulit, dan tutup puntung dengan cepat.
3.         Tunjukkan perawatan alat prostese. Tekankan pentingnya pemeliharaan rutin/pemasangan ulang periodik.
4.         Tekankan pentingnya diet seimbang dan pemasukan cairan adekuat.





5.         Anjurkan penghentian merokok.


6.         Identifikasi dukungan komuniti dan rehabilitasi.
1.         Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi.

2.         Meningkatkan perawatan diri kompeten; membantu penyembuhan dan pemasangan prostese dan menurunkan potensial untuk komplikasi.
3.         Dorong pemasangan tepat, menurunkan risiko komplikasi dan memperpanjang hidup protese.
4.         Memenuhi kebutuhan nutrien untuk regenerasi jaringan/penyembuhan, membantu dalam mempertahankan volume sirkulasi dan fungsi organ normal, dan mempertahankan berat tepat (berat badan mengubah pengaruh pemasangan prostese)
5.         Merokok berpotensi untuk vasokontriksi perifer, gangguan sirkulasi juga oksigenasi jaringan
6.         Membantu pemindahan ke rumah, mendukung kemandirian dan meningkatkan koping

D.    Implementasi
Sasaran. Sasaran utama pasien meliputi pengurangan nyeri, tiadanya gangguan persepsi sensori, penyembuhan luka, penerimaan terhadap perubahan citra diri, resolusi proses bersedih, mandiri dalam perawatan diri, pengembalian mobilitas fisik dan tiadanya komplikasi.
E.     Evaluasi
1.      Tidak mengalami nyeri
a.       Tampak relaks
b.      Mengungkapkan rasa nyaman
c.       Mempergunakan upaya untuk meningkatkan rasa nyaman
d.      Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri dan rehabilitasi.
2.      Tidak mengalami nyeri anggota fantom
  1. Melapor tidak merasakan persepsi rasa pada bagian yang telah diamputasi
  2. Mengemukakan tiadanya perasaan tak normal pada sisa tungkai
  3. Memperlihatkan perawatan sisi tungkai
3.      Mengalami penyembuhan luka
  1. Mengontrol edema sisa tungkai
  2. Mengalami jaringan parut yang sembuh, tidak nyeri tekan, tidak melekat
  3. Memperlihatkan perawatan sisa tungkai
4.      Memperlihatkan peningkatan citra diri
  1. Menerima perubahan citra diri
  2. Berpartisipasi dalam aktivitas perawatan diri
  3. Memperlihatkan peningkatan kemandirian
  4. Memproyeksikan diri sebagai manusia utuh
  5. Memperlihatkan rasa percaya diri dalam kemampuannya
5.      Memperlihatkan resolusi kesedihan
  1. Mengekspresikan kesedihan
  2. Memanfaatkan keluarga dan sahabat untuk berbagi rasa
  3. Memusatkan diri pada fungsi masa depan
6.      Mencapai kemandirian perawatan diri
  1. Meminta bantuan bila diperlukan
  2. Mempergunakan alat bantu dan perolongan untuk memungkinkan perawatan diri
  3. Mengungkapkan kepuasan mengenai kemampuan menjalankan aktivitas kebutuhan sehari-hari
7.      Mencapai mobilitas mandiri maksimal
  1. Menghidari posisi yang dapat menyebabkan terjadinya kontraktur
  2. Memperlihatkan rentang gerak aktif penuh
  3. Tetap seimbang saat duduk dan berpindah
  4. Mampu mengatasi hambatan lingkungan untuk menjalankan mobilitas
  5. Memanfaatkan layanan dan sumber komunitas saat diperlukan






BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Amputasi  berasal dari bahasa latin “Amputere” yang berarti “Pancung”. Dalam ilmu kedokteran diartikan “membuang” sebagian atau seluruh anggota gerak, sesuatu yang menonjol atau tonjolan alat (organ tubuh).
Etiologi :
Amputasi terjadi karena:
1. Sendiri, karena proses patologis seperti gangren, penyakit kusta, kelainan bawaan, trauma (rudapaksa)
            2. Indikasi :
  a. Medik Rudapaksa menyebabkan hancurnya sebagian atau seluruhanggota gerak/alat untuk menyelamatkan jiwa (live saving) dan karena penyakit
b.  Hukuman  Akibat tindakan kejahatan
2.      Adapun penatalaksanaan amputasi terhadap pasien amputasi adalah:
a.       Kulit lebih panjang dari otot dan tulang sehingga dapat dibuat flap
b.      Turniket dipasang pada satu tulang
c.       Otot dipotong lebih pendek dari kulit dan lebih panjang dari tulang
d.      Arteri diikat 2 kali
e.       Vena diikat 1 kali
f.       Saraf dipotong sekaligus dgn pisau tajam untuk menghindari neuroma/neurofibroma
g.      Pada diabetes mellitus, tromboangitis obliterans (Buerger) jangan menggunakan turniket
h.      Pada tibia perlu dipotong miring agar tidak menimbulkan tekanan pada kulit pretibia yang   dapat menimbulkan dekubitus pada waktu dressing stump atau pembuatan socket protesis
i.        Penutupan stump dengan “osteomiodesis” atau “mioplasti” diperkuat dgn penjahitan fascia setelah hemostasis dgn baik.

B.     Saran
Sebagai seorang perawat kita harus memberikan dukungan kepada pasien-pasien  dan memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien dan keluarganya.








DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddart, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8. Penerbit Buku EGC. Jakarta

Doenges, Marilyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Nettina, Sandra M. 2002. Pedoman Praktik Keperawatan.Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, tidak dipublikasikan.
H:\sanrego\Amputasi.html











Tidak ada komentar:

Posting Komentar