BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan
dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan
UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi
lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk
usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh
keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan
fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut
individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual
yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan
baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan
fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami
keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama
sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan
85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah
kesehatan.
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan
muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler
dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun. Dan berdasarkan survey WHO di
Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari
pola penyakit lansia.
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah
populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk
lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO,
memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah
satu terbesar di dunia.
Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh
jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi
kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian
ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan
pendengaran dan penglihatan, serta diabetes.
B.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui definisi Rematoid Artritis
2.
Untuk
mengetahui etiologi Rematoid Artritis
3.
Untuk
mengetahui patofisiologi Rematoid Artritis
4.
Untuk
mengetahui tanda dan gejala Rematoid Artritis
5.
Untuk
mengetahui pemeriksaan diagnostik Rematoid Artritis
6.
Untuk
mengetahui penatalaksanaan Rematoid Artritis
7.
Untuk
mengetahui asuhan keperawatan Rematoid Artritis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun
kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi. Reumatik dapat terjadi
pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan
meningkat dengan meningkatnya umur.
Rematoid Artritis merupakan suatu
penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah
poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh
organ tubuh.
Atrhritis rheumatoid adalah penyakit
inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang
menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.
Rhematoid artritis adalah peradangan
yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia
25-35 tahun (Brunner, 2002).
B. Etiologi
Penyebab
dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat
dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1)
Mekanisme imunitas (antigen
antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid faktor
2)
Faktor metabolik
3)
Infeksi dengan kecenderungan virus
C.
Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai
sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan
infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi
menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada
persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi
kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat
karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago
menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago
menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat
luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau
tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan
tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi
dari persendian. Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan
osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda
dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya
serangan. Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan
selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain. terutama yang mempunyai
faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis
yang progresif.
D.
Tanda Dan Gejala
1)
Tanda dan gejala setempat
a.
Sakit persendian disertai kaku
terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan
berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam
dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya
tidak berlangsung lama.
b.
Lambat laun membengkak, panas merah,
lemah
c.
Poli artritis simetris sendi perifer
à Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang
dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan,
meskipun sendi yang lebih besar seringkali terkena juga
d.
Artritis erosif à sifat radiologis
penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir
tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
e.
Deformitas à pergeseran ulnar,
deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas b€outonniere
dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai
penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis
disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
f.
Rematoid nodul à merupakan massa
subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian
siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah,
bentuknya oval atau bulat dan padat.
g.
Kronik à Ciri khas rematoid artritis
2)
Tanda dan gejala sistemik
a.
Lemah, demam tachikardi, berat badan
turun, anemia, anoreksia
b.
Bila ditinjau dari stadium, maka
pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
·
Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan
sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat
istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
·
Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada
jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya
kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan
bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
·
Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif
dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan
pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus,
ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang
E.
Pemeriksaan diagnostik
1.
Tes serologi
·
Sedimentasi eritrosit meningkat
·
Darah, bisa terjadi anemia dan
leukositosis
2.
Pemerikasaan radiologi
·
Periartricular osteoporosis,
permulaan persendian erosi
·
Kelanjutan penyakit: ruang sendi
menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3.
Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang
aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
F.
Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1.
Meringankan rasa nyeri dan
peradangan
2.
memperatahankan fungsi sendi dan
kapasitas fungsional maksimal penderita.
3.
Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari empat komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1.
Istirahat
2.
Latihan fisik
3.
Pengobatan
a.
Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8
s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg
per 100 ml
b.
Natrium kolin dan asetamenofen à
meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
c.
Obat anti malaria
(hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan
sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang
diperlukan.
d.
Garam emas
e.
Kortikosteroid
f.
Nutrisi à diet untuk penurunan berat
badan yang berlebih
4.
Bila Rhematoid artritis progresif
dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa
nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a.
Sinovektomi, untuk mencegah artritis
pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah
timbulnya kembali inflamasi.
b.
Arthrotomi, yaitu dengan membuka
persendian.
c.
Arthrodesis, sering dilaksanakan
pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
G. Asuhan Keperawatan
1.
Pengkajian
1)
Identitas klien
2)
Riwayat Kesehatan
a.
Adanya keluhan sakit dan kekakuan
pada tangan, atau pada tungkai.
b.
Perasaan tidak nyaman dalam beberapa
periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada
sendi.
3)
Pemeriksaan Fisik
a.
Inspeksi dan palpasi persendian untuk
masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya
kulit, dan pembengkakan.
b.
Lakukan pengukuran passive range of
mation pada sendi-sendi sinovial
·
Catat bila ada deviasi (keterbatasan
gerak sendi)
·
Catat bila ada krepitasi
·
Catat bila terjadi nyeri saat sendi
digerakkan
·
Lakukan inspeksi dan palpasi
otot-otot skelet secara bilateral
·
Catat bila ada atrofi, tonus yang
berkurang
·
Ukur kekuatan otot
·
Kaji tingkat nyeri, derajat dan
mulainya
·
Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4)
Riwayat Psiko Sosial
Pasien
dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad
pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya
kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi
berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien
khususnya aspek body image dan harga diri klien.
Berdasarkan
tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan
adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering
muncul yaitu:
Tabel Analisa Data
No
|
Symptom
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus
pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic
|
Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses
inflamasi, destruksi sendi
|
Nyeri
|
2.
|
Keengganan untuk mencoba bergerak/
ketidakmampuan
untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi
rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol
dan massa ( tahap lanjut ).
|
Deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot |
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
|
3.
|
Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
|
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot |
Gangguan Citra Tubuh
|
4.
|
Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
|
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya
tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
|
Defisit perawatan diri
|
5.
|
Sering terjatuh
Aktifitas
menggunakan alat bantu.
Penurunan
aktifitas motorik
|
Hilangnya kekuatan otot dan sendi,
penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik
dan
motorik.
|
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat
ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes,
2000) adalah sebagai berikut :
1)
Nyeri akut kronis berhubungan dengan
distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2)
Kerusakan mobilitas fisik
berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi
terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3)
Gangguan citra tubuh/ perubahan
penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan
tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan
mobilitas.
4)
Kurang perawatan diri berhubungan
dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat
bergerak, atau depresi.
5)
Kurang pengetahuan/
kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan
dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
3.
Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan pada
klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis
keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis (doenges, 2000).
1)
Diagnosa Keperawatan I: nyeri
akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses
inflamasi, destruksi sendi.
Tindakan
|
Rasional
|
Mandiri :
|
|
1. Kaji
keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor
yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.
|
1. Membantu
dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
|
2. Berikan
matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
|
2. Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan
menjaga pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress
pada sendi yang sakit. Peninggian tempat tidur menurunkan tekanan pada
sendi yang terinflamasi/nyeri
|
3. Biarkan
klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi.
Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
|
Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi,
tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
|
4. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir,
gulungan trokhanter, bebat, brace.
|
Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit
dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan
dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat
mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
|
5. Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu
klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan
bawah, hindari gerakan yang menyentak.
|
Mencegah terjadinya kelelahan umum dan
kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada
sendi.
|
6. Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan
waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air
mandi, dan sebagainya.
|
Meningkatkan relaksasi otot, dan
mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari.
Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
|
Berikan masase yang lembut.
|
Meningkatkan relaksasi/ mengurangi
tegangan otot.
|
Dorong penggunaan teknik manajemen
stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back,
visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
|
Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa
kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
|
9. Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal
aktivitas klien.
|
9. Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi,
dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
|
Kolaborasi :
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/
latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
|
Meningkatkan relaksasi, mengurangi
tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
|
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
·
Asetilsalisilat
(Aspirin).
·
NSAID lainnya, missal
ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.
·
D-penisilamin
(cuprimine).
·
Antasida
·
Produk kodein
|
Obat-obatan:
·
Bekerja sebagai antiinflamasi
dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan
mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah
teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang
paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.
·
Dapat digunakan bila
klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari
aspirin.
·
Dapat mengontrol
efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping
yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik
membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan,
karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida
dan besi.
·
Diberikan bersamaan
dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
·
Meskipun narkotik
umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit,
penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut
untuk mengontrol nyeri yang berat.
|
Bantu klien dengan terapi fisik, missal
sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
|
Memberikan dukungan hangat/ panas untuk
sendi yang sakit.
|
Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
|
Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri
dan bengkak pada periode akut.
|
Pertahankan unit TENS jika digunakan.
|
Rangsang elektrik tingkat rendah yang
konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
|
Siapkan intervensi pembedahan, missal
sinovektomi.
|
Pengangkatan sinovium yang meradang
dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.
|
2)
Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan,
intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan
|
Rasional
|
Mandiri :
|
|
1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa
sakit pada sendi.
|
1. Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/
resolusi dari proses inflamasi.
|
2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika
diperlukan. Buat jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk
memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang
tidak terganggu.
|
2. Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut
dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan
kekuatan.
|
3. Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif,
demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
|
3. Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan
otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi,
karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
|
4. Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel
yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan
mobilitas.
|
4. Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan
sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik
pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
|
5. Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir,
gulungan trokanter, dan bebat, brace.
|
5. Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera )
dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta
dapat mengurangi kontraktur.
|
6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
|
6. Mencegah fleksi leher.
|
7. Dorong klien mempertahankan postur tegak dan
duduk, berdiri, dan berjalan.
|
7. Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan
mobilitas.
|
8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan
kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan
alat bantu mobilitas/kursi roda.
|
Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
|
Kolaborasi :
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
|
Berguna dalam memformulasikan program
latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam
mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
|
10Berikan
matras busa/ pengumbah tekanan.
|
Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah
untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.
|
Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
·
Agen antireumatik, mis garam emas,
natrium tiomaleat.
·
Steroid.
|
Obat – obatan :
· Krisoterapi
(garam emas) dapat menghasilkan remisi dramatis / terus – menerus
tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau
dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing,
penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
· Mungkin
dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
|
Siapkan intervensi bedah :
·
Atroplasti.
·
Prosedur pelepasan tunnel,
perbaikan tendon,ganglionektomi.
·
Implan sendi.
|
Intervensi bedah :
·
Perbaikan pada kelemahan
periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
·
Perbaikan berkenaan dengan defek
jaringan penyambung, dan mobilitas.
·
Pergantian mungkin diperlikan
untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.
|
3)
Diagnosa Keperawatan III : Gangguan
citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan
untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau
ketidakseimbangan mobilitas.
Tindakan
|
Rasional
|
Mandiri :
1. Dorongn
klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa
depan.
|
1. Memberikan
kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu
menghadapi masalah secara langsung.
|
2. Diskusikan
arti dari kehilanga / perubahan pada klien/ orang terdekat. Pastikan
bagaimana pandangan pribadi klien dalam berfungsi dalam gaya hidup
sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.
|
2. Mengidentifikasi
bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain
akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
|
3. Diskusikan
persepsi klien ,mengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan
klien.
|
3. Isyarat
verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang
dirinya sendiri.
|
4. Akui
dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
|
4. Nyeri
konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
|
5. Obesrvasi
perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu
memperhatikan perubahan tubuh.
|
5. Dapat
menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan
intervensi lebih lanjjut / dukungan psikologis.
|
6. Susun
batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku
positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.
|
6. Membantu
klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan
harga diri.
|
7. Ikut
sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.
|
7. Meningkatkan
perasaan kompetensi/ harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong
partisipasi dalam terapi.
|
8. Bantu
kebutuhan perawat yang diperlukan klie.
|
8. Mempertahankan
penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
|
9. Berikan
respon/ pujian positif bila perlu.
|
9. Memungkinkan
klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku
positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
|
Kaloborasi :
Rujuk pada
konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/
psikolog,pekerjaan sosial.
|
10. Klien/ orang terdekat mungkin
mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/
ketidakmampuan.
|
11 Berikan
obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan
alam perasaan
|
11. Mungkin dibutuhkan pada saat
munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping
yang lebih efektif.
|
4)
Diagnosa Keperawatan IV : kurang
keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan,
nyeri saat bergerak atau depresi.
Tindakan
|
Rasional
|
Mandiri : diskusikan dgn klien tingkat fungsional
umum sebelum timbulnya/eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yg diantisipasi.
|
Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum
dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
|
Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan
program latihan.
|
Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien.
|
Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri.
Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan.
|
Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian,
yang akan meningkatkan harga diri.
|
Kalaborasi :
Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.
|
Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi
kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai
sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
|
Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan
setelah pemulang.
|
Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin
dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak
keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan,
misaltim terapi okupasi.
|
Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal
pelayanan perawatan di rumah, ahli nut
|
Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan
untuk partisipasi situasi di rumah.
|
5)
Diagnosa keperawatan VI : kurang
pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b .
d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Tindakan
|
Rasional
|
Mandiri :
Tinjau
proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
|
Memberikan
pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang
disampaikan.
|
Diskusikan
kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan,
serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
|
Tujuan
kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
|
Bantu
klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis,
periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan
manajemen stres.
|
Memberikan
struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis
yang kompleks.
|
Tekankan
pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
|
Keuntungan
dari terapi obat –obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus
diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg.
|
Rekomendasikan
pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal
kolin magnesium trisalisilat
|
Preparat
bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster,
mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk
mengurangi iritasi lambung.
|
Anjurkan
kliean untuk mencerna obat-obatan dengan makanan,susu atau antasida.
|
Membatasi
iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san
meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari.
|
Identifikasi
efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung,
perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.
|
Memperpanjang
dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak (
overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang
tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet
setiap tiga hari sampai berhenti.
|
Tekankan
pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual
bebas tanpa prsetujuan dokter.
|
Banyak produk
mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat
meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping yang bebahaya.
|
Tinjauan
pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin,
protein, dan zat besi.
|
Meningkatkan
perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.
|
Dorong
klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi
penurunaan berat badan sesuai kebutuhan.
|
Penurunan
berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan
kaki,dan telapak kaki.
|
Berikan
informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak,
tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat
dinaikkan, palang keamanan.
|
Mengurangin
paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu untuk serta secara
lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
|
Diskusikan
teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam
menyiapkan makanan dan mandi.
|
Mencegah
kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.
|
Dorong
klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat
maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi.
|
Mekanika
tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang
tekanan sendi dan nyeri.
|
Tinjau
perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat
penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.
|
Mengurangi
resiko iritasi / kerusakan kulit.
|
Diskusikan
pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar
salisilat, PT.
|
Terapi
obat – obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk
menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang
berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan.
Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.
|
Berikan
konseling seksual sesuai kebutuhan.
|
Informasi
mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk
pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan
harga diri / percaya diri.
|
Identifikasi
sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).
|
Bantuan / dukungan dari orang lain dapat
meningkatkan pemulihan maksimal.
|
5. Implementasi
Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran
intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan,
pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk
klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul
dikemudian hari.
Untuk
kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana
keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan
klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
6. Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah
sebagai berikut :
2)
Tercapainya fungsi sendi dan
mencegah terjadinya deformitas.
3)
Tercapainya peningkatan fungsi
anggota gerak yang terganggu.
4)
Tercapainya pemenuhan perawatan
diri.
5)
Terpenuhinya pendidikan dan latihan
dalam rehabilitasi.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
1. Rhematoid
artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak
terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun
2. Penyebab
dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat
dibagi dalam 3 bagian yaitu mekanisme imunitas, faktor metabolik, infeksi
dengan kecenderungan virus.
3. Inflamasi
mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular,
eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang berkelanjutan,
sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari
sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang
menutupi kartilago.
4. Tanda dan
gejala setempat yaitu sakit persendian, membengkak, panas merah, lemah.
Sedangkan gejala sistem yaitu lemah, demam tachikardi, berat badan turun,
anemia, anoreksia.
5. Pemeriksaan
diagnostik terdiri dari tes serologi, pemeriksaan demerikasaan radiologi dan
aspirasi sendi.
6. Penatalaksaan
program terapi dasar terdiri dari lima
komponenistirahat, latihan fisik, Pengobatan, pembedahan.
7. Asuhan
keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan
evaluasi.
B.
Saran
Diharapkan pembaca
dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan
di dalam melakukan tindakan keperawatan, khususnya pada pasien yang menagalami
gangguan sistem muskuloskeletal Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar