Sabtu, 09 Agustus 2014

RHEMATOID ARTHIRITIS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18% diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai paling tidak satu masalah kesehatan.
Dari berbagai masalah kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5% setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun. Dan berdasarkan survey WHO di Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari pola penyakit lansia.
Seiring dengan meningkatnya usia harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Tahun 1999, jumlah penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa, mungkin salah satu terbesar di dunia.
Dibandingkan dengan jantung dan kanker, rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung, gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes.
B.     Tujuan
1.      Untuk mengetahui definisi Rematoid Artritis
2.      Untuk mengetahui etiologi Rematoid Artritis
3.      Untuk mengetahui patofisiologi Rematoid Artritis
4.      Untuk mengetahui tanda dan gejala Rematoid Artritis
5.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik Rematoid Artritis
6.      Untuk mengetahui penatalaksanaan Rematoid Artritis
7.      Untuk mengetahui asuhan keperawatan Rematoid Artritis














BAB II
PEMBAHASAN
A.  Definisi
Reumatoid arthritis adalah gangguan autoimun kronik yang menyebabkan proses inflamasi pada sendi. Reumatik dapat terjadi pada semua jenjang umur dari kanak-kanak sampai usia lanjut. Namun resiko akan meningkat dengan meningkatnya umur.
Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.
Atrhritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi.
Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun (Brunner, 2002).
B.     Etiologi
Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian, yaitu:
1)      Mekanisme imunitas (antigen antibodi) seperti interaksi IgG dari imunoglobulin dengan rhematoid faktor
2)      Faktor metabolik
3)      Infeksi dengan kecenderungan virus
C.     Patofisiologi
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago.  Pannus masuk ke tulang sub chondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.
Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.  Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis).  Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.  Invasi dari tulang sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.
Lamanya arthritis rhematoid berbeda dari tiap orang. Ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan.  Sementara ada orang yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.  Yang lain. terutama yang mempunyai faktor rhematoid (seropositif gangguan rhematoid) gangguan akan menjadi kronis yang progresif.
D.    Tanda Dan Gejala
1)      Tanda dan gejala setempat
a.       Sakit persendian disertai kaku terutama pada pagi hari (morning stiffness) dan gerakan terbatas, kekakuan berlangsung tidak lebih dari 30 menit dan dapat berlanjut sampai berjam-jam dalam sehari. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan osteoartritis yang biasanya tidak berlangsung lama.
b.      Lambat laun membengkak, panas merah, lemah
c.       Poli artritis simetris sendi perifer à Semua sendi bisa terserang, panggul, lutut, pergelangan tangan, siku, rahang dan bahu. Paling sering mengenai sendi kecil tangan, kaki, pergelangan tangan, meskipun sendi yang lebih besar  seringkali terkena juga
d.      Artritis erosif à sifat radiologis penyakit ini. Peradangan sendi yang kronik menyebabkan erosi pada pinggir tulang dan ini dapat dilihat pada penyinaran sinar X
e.       Deformitas à pergeseran ulnar, deviasi jari-jari, subluksasi sendi metakarpofalangea, deformitas b€outonniere dan leher angsa. Sendi yang lebih besar mungkin juga terserang yang disertai penurunan kemampuan fleksi ataupun ekstensi. Sendi mungkin mengalami ankilosis disertai kehilangan kemampuan bergerak yang total
f.       Rematoid nodul à merupakan massa subkutan yang terjadi pada 1/3 pasien dewasa, kasus ini sering menyerang bagian siku (bursa olekranon) atau sepanjang permukaan ekstensor lengan bawah, bentuknya oval atau bulat dan padat.
g.      Kronik à Ciri khas rematoid artritis
2)      Tanda dan gejala sistemik
a.       Lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia
b.      Bila ditinjau dari stadium, maka pada RA terdapat tiga stadium yaitu:
·         Stadium sinovitis
Pada stadium ini terjadi perubahan dini pada jaringan sinovial yang ditandai adanya hiperemi, edema karena kongesti, nyeri pada saat istirahat maupun saat bergerak, bengkak, dan kekakuan.
·         Stadium destruksi
Pada stadium ini selain terjadi kerusakan pada jaringan sinovial terjadi juga pada jaringan sekitarnya yang ditandai adanya kontraksi tendon. Selain tanda dan gejala tersebut diatasterjadi pula perubahan bentuk pada tangan yaitu bentuk jari swan-neck.
·         Stadium deformitas
Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif dan berulang kali, deformitas dan ganggguan fungsi secara menetap. Perubahan pada sendi diawali adanya sinovitis, berlanjut pada pembentukan pannus, ankilosis fibrosa, dan terakhir ankilosis tulang
E.     Pemeriksaan diagnostik
1.      Tes serologi
·         Sedimentasi eritrosit meningkat
·         Darah, bisa terjadi anemia dan leukositosis
2.       Pemerikasaan radiologi
·         Periartricular osteoporosis, permulaan persendian erosi
·         Kelanjutan penyakit: ruang sendi menyempit, sub luksasi dan ankilosis
3.      Aspirasi sendi
Cairan sinovial menunjukkan adanya proses radang aseptik, cairan dari sendi dikultur dan bisa diperiksa secara makroskopik.
F.      Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi adalah:
1.      Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2.      memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal penderita.
3.      Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari empat komponen dibawah ini yang merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1.        Istirahat
2.        Latihan fisik
3.        Pengobatan
a.       Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b.      Natrium kolin dan asetamenofen à meningkatkan toleransi saluran cerna terhadap terapi obat
c.       Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600 mg/hari à mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d.      Garam emas
e.       Kortikosteroid
f.       Nutrisi à diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
4.      Bila Rhematoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi, pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a.       Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali inflamasi.
b.      Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c.       Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan tangan.
G.    Asuhan Keperawatan
1.      Pengkajian
1)      Identitas klien
2)      Riwayat Kesehatan
a.       Adanya keluhan sakit dan kekakuan pada tangan, atau pada tungkai.
b.      Perasaan tidak nyaman dalam beberapa periode/waktu sebelum pasien mengetahui dan merasakan adanya perubahan pada sendi.
3)       Pemeriksaan Fisik
a.        Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral), amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
b.      Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
·         Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
·         Catat bila ada krepitasi
·         Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
·         Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
·         Catat bila ada atrofi, tonus yang berkurang
·         Ukur kekuatan otot
·         Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
·         Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
4)      Riwayat Psiko Sosial
                        Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan harga diri klien.
                        Berdasarkan tanda dan gejala yang dialami oleh pasien dengan artritis ditambah dengan adanya data dari pemeriksaan diagnostik, maka diagnosa keperawatan yang sering muncul yaitu:
Tabel Analisa Data
No
Symptom
Etiologi
Problem
1.
Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan, berfokus pada diri sendiri, Perilaku distraksi/ respons autonomic
Distensi jaringan akibat akumulasi cairan/proses inflamasi, destruksi sendi
Nyeri
2.
Keengganan untuk mencoba bergerak/
ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik.
Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot/ kontrol dan massa ( tahap lanjut ).
Deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan.
3.
Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
deformitas skeletal,
nyeri, penurunan kekuatan otot
Gangguan Citra Tubuh
4.
Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi
Defisit perawatan diri
5.
Sering terjatuh
Aktifitas menggunakan alat bantu.
Penurunan aktifitas motorik
Hilangnya kekuatan  otot dan sendi,  penurunan kekuatan, Penurunan fungsi sensorik
dan motorik.
2.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1)      Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2)      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3)      Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas.
4)      Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak, atau depresi.
5)      Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
3.        Perencanaan
Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis (doenges, 2000).
1)      Diagnosa Keperawatan I: nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.   Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.
1.   Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
2.  Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
2.   Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga  pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian  tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
3.   Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
4.    Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
5.   Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.
6.   Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
Meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
Berikan masase yang lembut.
Meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
9.   Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
9.   Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Kolaborasi :
Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
·         Asetilsalisilat (Aspirin).










·         NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.
·         D-penisilamin (cuprimine).









·         Antasida


·         Produk kodein
Obat-obatan:
·         Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.


·         Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.
·         Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi.
·         Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
·         Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.
Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
Pertahankan unit TENS jika digunakan.
Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi.
Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.
2)      Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.   Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.
1.   Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi.
2.   Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat  jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
2.   Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
3.   Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
3.   Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.  Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
4.   Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
5.  Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.
5.   Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
6.   Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
6.    Mencegah fleksi leher.
7.     Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan.
7.   Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
8.   Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda.
Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
Kolaborasi :
Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.
Berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
10Berikan matras busa/  pengumbah tekanan.
Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.
Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
·         Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.






·         Steroid.
Obat – obatan :
·     Krisoterapi  (garam emas) dapat menghasilkan remisi dramatis  /  terus – menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
·     Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
Siapkan intervensi bedah :
·         Atroplasti.


·         Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi.
·         Implan sendi.
Intervensi bedah :
·         Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
·         Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas.
·         Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.
3)      Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.    Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan.

1.   Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.
2.  Diskusikan arti dari kehilanga / perubahan pada klien/ orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam  berfungsi dalam gaya hidup sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.
2.    Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3.   Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana  orang terdekat menerima keterbatasan klien.
3.    Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
4.   Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
4.   Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
5.   Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.
5.   Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi  lebih lanjjut / dukungan psikologis.
6.   Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.
6.   Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7.   Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.
7.  Meningkatkan perasaan kompetensi/  harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
8.   Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klie.
8.  Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
9.   Berikan respon/ pujian positif bila perlu.

9.  Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Kaloborasi :
Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog,pekerjaan sosial.
10. Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
11 Berikan obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan alam perasaan
11. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.
4)      Diagnosa Keperawatan IV : kurang keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.

Tindakan
Rasional
Mandiri : diskusikan dgn klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yg diantisipasi.
Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan.
Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien.
Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan.
Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
Kalaborasi :
Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.

Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.
Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulang.
Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan, misaltim terapi okupasi.
Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal pelayanan perawatan di rumah, ahli nut
Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.

5)      Diagnosa keperawatan VI : kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b . d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.
Tindakan
Rasional
Mandiri :
Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.
Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.
Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis, periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan manajemen stres.
Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis yang kompleks.
Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
Keuntungan dari terapi obat –obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg.
Rekomendasikan pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal kolin magnesium trisalisilat
Preparat bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung.
Anjurkan kliean untuk mencerna  obat-obatan dengan makanan,susu atau antasida.
Membatasi iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari.
Identifikasi efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung, perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.
Memperpanjang dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak ( overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti.
Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa prsetujuan dokter.
Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping  yang bebahaya.
Tinjauan pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.
Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.
Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunaan  berat badan sesuai kebutuhan.
Penurunan berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan kaki,dan telapak kaki.
Berikan informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan.
Mengurangin paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu untuk serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
Diskusikan teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.
Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.
Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi.
Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang tekanan sendi dan nyeri.
Tinjau perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.




Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit.
Diskusikan pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar salisilat, PT.
Terapi obat – obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.
Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.
Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri.
Identifikasi sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).
 Bantuan / dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.
5.      Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
6.      Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
2)      Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
3)      Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
4)      Tercapainya pemenuhan perawatan diri.
5)      Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi.

















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
1.      Rhematoid artritis adalah peradangan yang kronis sistemik, progresif dan lebih banyak terjadi pada wanita, pada usia 25-35 tahun
2.      Penyebab dari artritis rhematoid belum dapat ditentukan secara pasti, tetapi dapat dibagi dalam 3 bagian yaitu mekanisme imunitas, faktor metabolik, infeksi dengan kecenderungan virus.
3.      Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular.  Peradangan yang berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi.  Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau penutup yang menutupi kartilago. 
4.      Tanda dan gejala setempat yaitu sakit persendian, membengkak, panas merah, lemah. Sedangkan gejala sistem yaitu lemah, demam tachikardi, berat badan turun, anemia, anoreksia.
5.      Pemeriksaan diagnostik terdiri dari tes serologi, pemeriksaan demerikasaan radiologi dan aspirasi sendi.
6.      Penatalaksaan program terapi dasar terdiri dari lima komponenistirahat, latihan fisik, Pengobatan, pembedahan.
7.      Asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi dan evaluasi.
B.     Saran

Diharapkan pembaca dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar