BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Perdarahan post partum atau perdarahan pasca
persalinan adalah salah satu penyebab kematian ibu melahirkan. Tiga faktor
utama penyebab kematian ibu melahirkan adalah perdarahan post partum atau
perdarahan pasca persalinan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan
infeksi. Perdarahan menempati prosentase tertinggi penyebab kematian ibu (28%).
Di berbagai negara paling sedikit seperempat dari seluruh kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan, proporsinya berkisar antara kurang dari 10-60 %.
Walaupun seorang perempuan bertahan hidup setelah mengalami pendarahan pasca
persalinan, namun selanjutnya akan mengalami kekurangan darah yang berat
(anemia berat) dan akan mengalami masalah kesehatan yang berkepanjangan (WHO).
Efek perdarahan pada ibu hamil tergantung pada volume
darah saat ibu hamil, seberapa tingkat hipervolemia yang sudah dicapai dan
kadar hb sebelumnya. Anemia dalam kehamilan yang masih tinggi di Indonesia
(46%) serta fasilitas transfuse darah yang masih terbatas menyebabkan PPP akan
mengganggu penyembuhan pada masa nifas, proses involusi, dan laktasi.
Pada awalnya wanita hamil yang normotensi akan kenaikan tekanan darah sebagi respon terhadap
kehilangan darah yang terjadi dan pada wanita hamil dengan hipertensi bisa
ditemukan normotensi setelah perdarahan. Pada wanita hamil dengan eklampsia
akan sangat peka terhadap PPP, karena sebelumnya telah terjadi deficit cairan
intravaskuler dan ada penumpukan cairan ekstra vaskuler, sehingga perdarahan
yang sedikit saja akan cepat mempengaruhi hemodinamika ibu dan perlu penanganan
segera sebelum terjadinya tanda-tanda syok.
PPP akan dapat menyebabkan kematian ibu 45 % terjadi
pada 24 jam pertama setelah bayi lahir, 68-73 % dalam satu minggu setalah bayi
lahir, dan 82-88 % dalam dua minggu setelah bayi lahir.
B.
Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari pendarahan postpartum adalah sebagai
berikut :
1.
Apa pengertian
perdarahan postpartum ?
2.
Apa penyebab dari
perdarahan postpartum ?
3.
Bagaimana tanda
dan gejala dari perdarahan postpartum ?
4.
Bagaimana diagnosis
perdarahan postpartum ?
5.
Apa komplikasi
dari perdarahan postpartum ?
6.
Bagaimana
tindakan penanganan perdarahan postpartum ?
7.
Bagaimana
pencegahan perdarahan postpartum ?
C.
Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagi berikut :
1.
Mengetahui pengertian
perdarahan postpartum
2.
Mengetahui
penyebab dari perdarahan postpartum
3.
Memahami tanda
dan gejala perdarahan postpartum
4.
Mengetahui
diagnosis perdarahan postpartum
5.
Mengetahui
penanganan dan pencegahan perdarahan postpartum
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Perdarahan Post partum (PPP) adalah perdarahan setelah
bayi lahir (Kala IV) sebelum / pada saat setelah plasenta lahir, dengan jumlah >500
cc.
Perdarahan Post Partum adalah
perdarahan yang terjadi lebih dari 500 – 600 ml dalam masa 24 jam setelah anak
lahir.
Pendarahan pasaca persalinan adalah pendarahan
atau hilangnya darah 500 cc atau lebih
yang terjadi antara 24 jam – 6 minggu setelah anak lahir. Pendarahan post
partum skunder di sebut juga sebagai Late Post Partum Hemorrhage.
Perdarahan post partum sekunder adalah perdarahan post
partum yang terjadi setelah 24jam pertama.
Perdarahan pascapersalinan adalah
kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau
setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak
yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah
tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar
pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang
hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang
ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.
Perdarahan pascapersalinan adalah
sebab penting kematian ibu; ¼ kematian ibu yang disebabkan oleh perdarahan
(perdarahan pascapersalinan, placenta previa, solutio plasenta, kehamilan
ektopik, abortus, dan ruptura uteri) disebabkan oleh perdarahan
pascapersalinan. Selain itu, pada keadaan dimana perdarahan pascapersalinan
tidak mengakibatkan kematian, kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditas nifas
karena anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh.
B. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala terjadinya Pendarahan Post Partum Skunder antara lain
sebagai berikut:
1. Pendarahan terjadi secara terus menerus setelah seharusnya lokhia rubra
berhenti.
2. Pendarahan dapat terjadi secara mendadak, seperti pendarahan post partum
primer dan di ikuti gangguan system kardiovaskuler sampai syok.
3. Mudah terjadi infeksi skunder sehingga dapat menimbulkan:
a. Lokhia yang terjadi berbau dan keruh
b. Fundus uteri tidak
segera mengalami involusi, terjadi subinvolusi uteri.
4.
Denyut nadi menjadi
cepat dan lemah
5.
Tekanan darah
menurun
6.
Pucat dan
dingin
7.
Sesak napas
8.
Berkeringat
C.
Klasifikasi
perdarahan postpartum
1.
PPP primer,
yang terjadi dalam 24 jam pertama dan biasanya disebabkan oleh atonia uteri,
robekan jalan lahir dan sisa sebagian plasenta.
2.
PPP sekunder,
terjadi setelah 24 jam persalian, biasanya oleh karena sisa plasenta.
D.
Diagnosis
Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan
(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus
uteri
(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.
(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari: - Sisa plasenta
atau selaput ketuban - Robekan rahim - Plasenta suksenturiata
(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises
yang pecah
(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot
Observation Test), dll
Perdarahan pascapersalinan ada
kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu
singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang
menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak
menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga
jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu
yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan
tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus
perdarahan selama 1 jam.
E.
Etiologi
Postpartum primer
sebab pendarahan postpartum dibagi menjadi 4 kelompok utama, yaitu
:
1.
atonia uteri
Keadaan lemahnya tonus/konstraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu
menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir. kegagalan
mekanisme akibat gangguan fungsi myometrium dinamakan atonia uteri dan keadaan
ini menjadi penyebab utama pendarahan postpartum. Pendarahan postpartum bisa
dikendalikan melalui kontraksi dan retraksi serat-serat myometrium. Kontraksi
dan retraksi ini menyebabkan terlipatnya pembuluh-pembuluh darah sehingga
aliran darah ke tempat plasenta menjadi berhenti.
Faktor predisposisi terjadinya atoni uteri adalah :
a.
Regangan rahim yang
berlebihan karena gemeli, polihidroamnion, atau anak terlalu besar.
b.
Kelelahan karena
persalinan lama atau persalinan lama atau persalinan kasep.
c.
Ibu dengan keadaan umum
yang jelek, anemis, atau menderita penyakit menahun.
d.
Mioma uteri yang
mengganggu kontraksi rahim.
e.
Infeksi intrauterin
(korioamnionitis)
f.
Ada riwayat pernah
atonia uteri sebelumnya.
g.
Prioritas sering di
jumpai pada multipara dan grande mutipara.
h.
Faktor sosial ekonomi
yaitu malnutrisi;
Gejala Klinik :
a.
Perdarahan pervaginam
massif
b.
Konstraksi uterus lemah
c.
Anemia
d.
Konsistensi rahim lunak
e.
Perdarahan
segera setelah anak lahir
Diagnosis
bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus
uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan konstraksi yang lembek. Perlu diperhatikan pada saat atonia uteri
didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500-1000 cc yang
sudah keluar dari pembuluh darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan
harus diperhitungkan dalam kalkulasi pemberian darah pengganti.
Penanganan
Banyaknya darah yang hilang akan mempengaruhi keadaan
umum pasien. Pasien bisa masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai
syok berat hipovolemik. Tindakan pertama yang harus dilakukan bergantung pada
keadaan kliniknya.
Pada umunya dilakukan secara simultan (bila pasien
syok) hal-hal sebagai berikut :
a. Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen.
b. Sekaligus merangsang konstraksi uterus dengan cara :
Ø Masase fundus uteri dan merangsang puting susu
Ø Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui i.m, i.v, atau s.c
Ø Memberikan derivat prostaglandin
Ø Pemberian misoprostol 800-1000 ug per rectal
Ø Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal.
Ø Kompresi aorta abdominalis
c. Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan
operatif laparotomi dengan pilihan bedah konservatif (mempertahankan uterus)
atau melakukan histerektomi.
2. Robekan jalan lahir
Perdarahan dalam
keadaan di mana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir.
Robekan jalan lahir biasanya akibat episiotomy, robekan spontan perineum,
trauma forceps, dan ekstraksi.
Gejala Klinik
a. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir
b. Uterus kontraksi dan keras
c. Plasenta lengkap
d. Pucat dan Lemah
Perlukaan jalan lahir terdiri dari :
a. Robekan Perineum
b. HematomaVulva
c. Robekan dinding vagina
d. Robekan serviks
e. Ruptura uteri
a. Robekan Perineum
Robekan
perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan
dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus
pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah
dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Perdarahan pada traktus genetalia sebaiknya dicurigai, ketika terjadi
perdarahan yang berlangsung lama yang menyertai kontraksi uterus yang kuat.
Tingkatan robekan pada perineum dibagi atas 4 tingkat
Ø Tingkat I : robekan hanya pada selaput lendir vagina dengan atau tanpa
mengenai kulit perineum
Ø Tingkat II : robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot perinei transversalis,
tetapi tidak mengenai sfingter ani
Ø Tingkat III : robekan mengenai seluruh perineum dan otot sfingter ani
Ø Tingkat IV : robekan sampai mukosa rektum
factor-faktor yang menyebabkan trauma pada jalan lahir, antara lain :
Ø Interval yang lama antara dilakukannya episiotomy dankelahiran anak
Ø Perbaikan episiotomy setelah bayi dilahirkan terlalu lama
Ø Pembuluh darah yang putus pada puncak episiotomy tidak berhasil dijahit
Ø Kemungkinan terdapat beberapa tempat cedera yang tidak terpikirkan
Penanganan :
Ø Lakukan
eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan sumber perdarahan.
Ø Lakukan irigasi
pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptic
Ø Jepit dengan
ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan benang yang dapat diserap
Ø Lakukan penjahitan
luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap operator.
Ø Khusus pada
rutura perineum komplit ( hingga anus dan sebagian rektum) dilakuakan
penjahitan lapis demi lapis
Ø Ruptur uteri harus rujuk ke RS / RSUD dengan infus terpasang.
b. Hematoma vulva
Penanganan :
Ø Penanganan hematoma tergantung pada lokasi dan besar hematoma. Pada
hematoma yang kecil, tidak perlu tindakan operatif, cukup dilakukan kompres.
Ø Pada hematoma yang besar lebih-lebih disertai dengan anemia dan presyok,
perlu segera dilakukan pengosongan hematoma tersebut. Dilakukan sayatan di
sepanjang bagian hematoma yang paling terenggang. Seluruh bekuan dikeluarkan
sampai kantong hematoma kosong. Dicari sumber perdarahan, perdarahan dihentikan
dengan mengikat atau menjahit sumber perdarahan tersebut. Luka sayatan kemudian
dijahit. Dalam perdarahan difus dapat dipasang drain atau dimasukkan kasa
steril sampai padat dan meninggalkan ujung kasa tersebut diluar.
c. Robekan dinding vagina
Perlukaan
vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai
akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.
Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan
spekulum.
Kolpaporeksis
Kolpaporeksis
adalah robekan melintang atau miring pada bagian atas vagina. Hal ini terjadi
apabila pada persalinan yang disproporsi sefalopelvik terjadi regangan segmen
bawah uterus dengan servik uteri tidak terjepit antara kepala janin dengan
tulang panggul, sehingga tarikan ke atas langsung ditampung oleh vagina, jika
tarikan ini melampaui kekuatan jaringan, terjadi robekan vagina pada batas
antara bagian teratas dengan bagian yang lebih bawah dan yang terfiksasi pada
jaringan sekitarnya. Kolpaporeksis juga bisa timbul apabila pada tindakan
pervaginam dengan memasukkan tangan penolong ke dalam uterus terjadi kesalahan,
dimana fundus uteri tidak ditahan oleh tangan luar untuk mencegah uterus naik
ke atas.
Fistula
Fistula
akibat pembedahan vaginal makin lama makin jarang karena tindakan vaginal yang
sulit untuk melahirkan anak banyak diganti dengan seksio sesarea. Fistula dapat
terjadi mendadak karena perlukaan pada vagina yang menembus kandung kemih atau
rektum, misalnya oleh perforator atau alat untuk dekapitasi, atau karena
robekan serviks menjalar ke tempat-tempat tersebut. Jika kandung kemih luka,
urin segera keluar melalui vagina. Fistula dapat berupa fistula vesikovaginalis
atau rektovaginalis.
Penanganan :
Ø Robekan dinding vagina harus dijahit.
Ø Kasus kolporeksis dan fistula visikovaginal harus dirujuk ke rumah sakit.
d. Robekan serviks
Persalinan
selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara
berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas
menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila
terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap
dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya
robekan serviks uteri.
3. Retensio plasenta
plasenta tetap
tertinggal dalam uterus 30 menit setelah anak lahir. Plasenta yang sukar
dilepaskan dengan pertolongan aktif kala
III dapat disebabkan oleh adhesi yang kuat antara plasenta dan uterus. Bila
sebagian kecil plasenta masih tertinggal dalam uterus disebut rest plasenta dan
dapat menimbulkan PPP primer atau sekunder.
Faktor predisposisi retensio
plasenta:
a. Plasenta previa
b. Bekas SC
c. Kuret berulang
d. Multiparitas
Penyebab
a. Fungsional
Ø HIS kurang kuat
Ø Plasenta sukar terlepas karena :
·
Tempatnya : insersi di
sudut tuba
·
Bentuknya : placenta membranacea,
placenta anularis.
·
Ukurannya : placenta
yang sangat kecil
·
Plasenta yang sukar
lepas karena sebab-sebab tersebut di atas disebut plasenta adhesive
b. Patologi- Anatomis
Ø Placenta akreta : vilous plasenta menembus desidua basalis dan nitabuch
layer
Ø Placenta increta : vilous plasenta menginvaginasi miometrium
Ø Placenta percreta : vilous plasenta menembus
miometrium sampai serosa
Plasenta akreta ada yang komplit ialah kalau
seluruh permukaannya melekat dengan erat pada dinding rahim dan ada yang
parsialis ialah kalau hanya beberapa bagian dari permukaannya lebih erat
berhubungan dengan dinding rahim dari biasa. plasenta akreta adalah kelainan
decidua misalnya desidua yang terlalu tipis. Plasenta akreta menyebabkan
retensio plasenta.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Pada retensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan menimbulkan perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III) dan harus diantisipasi dengan segera melakukan plasenta manual.
Sisa plasenta bisa
diduga bila kala uri berlangsung tidak lancar, atau setelah melakukan plasenta
manual atau menemukan adanya kotiledon yang tidak lengkap pada saat melakukan
pemeriksaan plasenta dan masih ada perdarahan dari ostium uteri eksternum pada
saat konstraksi rahim sudah baik dan robekan jalan lahir sudah terjahit. Untuk
itu, harus dilakukan eksplorasi ke dalam rahim dengan cara manual atau kuret
dan pemberian uterotonika.
Gejala Klinis
Ø Perdarahan pervaginam
Ø Plasenta belum keluar setelah 30 menit kelahiran bayi
Ø Uterus berkonstraksi dan keras
Terapi
Ø kalau placenta dalam ½ jam setelah anak lahir, belum memperlihatkan
gejala-gejala perlepasan, maka dilakukan pelepasan, maka dilakukan manual
plasenta :
·
Teknik pelepasan
placenta secara manual: alat kelamin luar pasien di desinfeksi begitu pula
tangan dan lengan bawah si penolong. Setelah tangan memakai sarung tangan,
labia disingkap, tangan kanan masuk secara obsteris ke dalam vagina. Tangan luar
menahan fundus uteri. Tangan dalam kini menyusuri tali pusat yang
sedapat-dapatnya diregangkan oleh asisten.
·
Setelah tangan dalam
sampai ke plasenta, maka tangan pergi ke pinggir plasenta dan sedapat-dapatnya
mencari pinggir yang sudah terlepas.
·
Kemudian dengan sisi
tangan sebelah kelingking, plasenta dilepaskan ialah antara bagian plasenta
yang sudah terlepas dan dinding rahim dengan gerakan yang sejajar dengan
dinding rahim. Setelah plasenta terlepas seluruhnya, plasenta dipegang dan
dengan perlahan-lahan ditarik ke luar.
Ø Plasenta akreta
Terapi : Plasenta
akreta parsialis masih dapat dilepaskan secara manual tetapi plasenta akreta
komplit tidak boleh dilepaskan secara manual karena usaha ini dapat menimbulkan
perforasi dinding rahim. Terapi terbaik dalam hal ini adalah histerektomi.
4. Gangguan pembekuan darah
Penyebab pendarahan
pasca persalinan karena gangguan pembekuan darah baru dicurigai bila penyebab
yang lain dapat disingkirkan apalagi disertai ada riwayat pernah mengalami hal
yang sama pada persalinan sebelumnya. Akan ada tendensi mudah terjadi
perdarahan setiap dilakukan penjahitan dan perdarahan akan merembes atau timbul
hematoma pada bekas jahitan, suntikan, perdarahan dari gusi, rongga hidung, dan
lain-lain.
Pada pemeriksaan
penunjang ditemukan hasil pemeriksaan faal hemostasis yang abnormal. Waktu
perdarahan dan waktu pembekuan memanjang, trombositopenia, terjadi
hipofibrinogenemia, dan terdeteksi adanya FDP (fibrin degradation product)
serta perpanjangan tes protombin dan PTT (partial thromboplastin time).
Predisposisi untuk
terjadinya hal ini adalah solusio plasenta, kematian janin dalam kandungan,
eklampsia, emboli cairan ketuban, dan sepsis. Terapi yang dilakukan adalah
dengan transfusi darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit,
fibrinogen dan heparinisasi atau EACA (epsilon amino caproic acid).
Pencegahan
Klasifikasi kehamilan
resiko rendah dan resiko tinggi akan memudahkan penyelenggaraan pelayanan
kesehatan untuk menata strategi pelayanan ibu hamil saat perawatan antenatal
dan melahirkan dengan mengatur petugas kesehatan mana yang sesuai dan jenjang
rumah sakit rujukan. Akan tetapi, pada saat proses persalinan, semua kehamilan
mempunyai resiko untuk terjadinya patologi persalinan, salah satunya adalah
perdarahan pasca persalinan. Antisipasi terhadap hal tersebut dapat dilakukan
sebagai berikut:
Ø Persiapan sebelum hamil untuk memperbaiki keadaan umum dan mengatasi setiap
penyakit kronis, anemia, dan lain-lain sehingga pada saat hamil dan persalinan
pasien tersebut ada dalam keadaan optimal.
Ø Mengenal factor predisposisi perdarahan pasca persalinan seperti
mutiparitas, anak besar, hamil kembar, hidramnion, bekas seksio, ada riwayat
perdarahan pasca persalinan sebelumnya dan kehamilan resiko tinggi lainnya yang
resikonya akan muncul saat persalinan.
Ø Persalinan harus selesai dalam waktu 24 jam dan pencegahan partus lama.
Ø Kehamilan resiko tinggi agar melahirkan di fasilitas rumah sakit rujukan.
Ø Kehamilan resiko rendah agar melahirkan di tenaga kesehatan terlatih dan menghindari
persalinan dukun.
Ø Menguasai langkah-langkah pertolongan pertama menghadapi perdarahan pasca
persalinan dan mengadakan rujukan sebagaimana mestinya.
—
Postpartum sekunder
penyebab perdarahan postpartum lambat (postpartum sekunder) :
1. Sisa Plasenta
Sisa plasenta dan
ketuban yang masih tertinggal dalam rongga rahim dapat menimbulkan perdarahan
postpartum dini atau perdarahan pospartum lambat (biasanya terjadi dalam 6 – 10
hari pasca persalinan). Pada perdarahan postpartum dini akibat sisa plasenta ditandai
dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim
baik. Pada perdarahan postpartum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi
rahim, yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari
rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa kelengkapan plasenta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta, maka untuk memastikan adanya sisa plasenta ditentukan dengan eksplorasi dengan tangan, kuret atau alat bantu diagnostik yaitu ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim baik dianggap sebagai akibat sisa plasenta yang tertinggal dalam rongga rahim.
a. Tanda & gejala
Ø Perdarahan yang berkelanjutan yang menyimpang dari patrun pengeluaran
lokhia normal
Ø Dapat terjadi perdarahan yang cukup banyak disertai syok.
Ø Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak
lengkap
Ø Perdarahan segera
b. Diagnosa
Ø Untuk membuat diagnosis perdarahan postpartum perlu diperhatikan ada
perdarahan yang menimbulkan hipotensi dan anemia. apabila hal ini dibiarkan
berlangsung terus, pasien akan jatuh dalam keadaan syok. perdarahan postpartum
tidak hanya terjadi pada mereka yang mempunyai predisposisi, tetapi pada setiap
persalinan kemungkinan untuk terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
Ø Perdarahan yang terjadi dapat deras atau merembes. perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani sedangkan
perdarahan yang merembes karena kurang nampak sering kali tidak mendapat
perhatian. Perdarahan yang bersifat merembes bila berlangsung lama akan
mengakibatkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan,
maka darah yang keluar setelah uri lahir harus ditampung dan dicatat.
Ø Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dari vagina, tetapi menumpuk
di vagina dan di dalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya
kenaikan fundus uteri setelah uri keluar.
Ø Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeriksaan
lengkap yang meliputi anamnesis, pemeriksaan umum, pemeriksaan abdomen dan
pemeriksaan dalam.
Ø Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi
abdomen uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan
lahir uterus berkontraksi dengan baik sehingga pada palpasi teraba uterus yang
keras. Dengan pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan
pemeriksaan inspekulo. Dengan cara ini dapat ditentukan adanya robekan dari
serviks, vagina, hematoma dan adanya sisa-sisa plasenta.
c. Penanganan
Ø Pada umumnya pengeluaran sisa plasenta dilakukan dengan kuretase. Dalam
kondisi tertentu apabila memungkinkan, sisa plasenta dapat dikeluarkan secara
manual.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Kuretase harus dilakukan di rumah sakit dengan hati-hati karena dinding rahim relatif tipis dibandingkan dengan kuretase pada abortus.
Ø Setelah selesai tindakan pengeluaran sisa plasenta, dilanjutkan dengan
pemberian obat uterotonika melalui suntikan atau per oral.
Ø Antibiotika dalam dosis pencegahan sebaiknya diberikan.
F. Komplikasi
1. Trauma tindakan khususnya kuretase
2. Infeksi berkelanjutan
3. Syok iriversibel
G. Penanganan/Penatalaksanaan
1. perdarahan karena sisa plasenta
a. Lakukan kuretase untuk menghilangkan sumber perdarahannya.
b. Persiapan
·
Pasang infuse &
transfusi darah
·
Lakukan pemeriksaan
laboratorium
·
Profilaksis dengan
memberikan antibiotik dan antipiretiks
2. perdarahan karena perlukaan jalan lahir
Lakukan evaluasi dan
menjahit kembali
3. perdarahan karena gangguan pembekuan darah
a. Perbaikan factor pembekuan darah
b. Berikan trombosit
H. PENCEGAHAN PENDARAHAN
1. Perawatan masa
kehamilan
Mencegah atau
sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi
perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu
bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care
yang baik.Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang
mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan
untuk bersalin di rumah sakit.
2. Persiapan persalinan
Di rumah sakit
diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb,golongan darah, dan bila
memungkinkan sediakan donor darah dan dititipkan di bank darah. Pemasangan
cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan
transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan
transfusi.
Sangat dianjurkan pada
pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan
digunakan saat persalinan.
3. Persalinan
Setelah bayi lahir,
lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai
uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau
terlalu keras terhadap uterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta
bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepat kontraksi
akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya
perdarahan postpartum.
4. Kala tiga dan Kala
empat
a. Uterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study
memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang
mendapat oxytocin setelah bahu depan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan
insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hati pada
pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan.
Pemberian oxytocin selama kala tiga terbukti mengurangi volume darah yang hilang
dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%.
b. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah
bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat
menyebabkan kerugian. Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai
mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina,
uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar
dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat
secra hati-hati. Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau
tidak. Untuk “ manual plasenta “ ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya
manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alas
an untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus
dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang
menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila
dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi
untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.
c. Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanya perlukaan jalan
lahir yang dapat menyebabkan perdarahan dengan penerangan yang cukup. Luka
trauma ataupun episiotomy segera dijahit sesudah didapatkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut
Pendarahan
pasca persalinan (post partum) adalah pendarahan pervaginam 500 ml atau lebih
sesudah anak lahir. Perdarahan merupakan penyebab kematian nomor satu (40%-60%)
kematian ibu melahirkan di Indonesia. Pendarahan pasca persalinan dapat
disebabkan oleh atonia uteri, sisa plasenta, retensio plasenta, gangguan
pembekuan darah, inversio uteri dan laserasi jalan lahir .
Perdarahan
postpartum adalah sebab penting kematian ibu ; ¼ dari kematian ibu yang
disebabkan oleh perdarahan ( perdarahan postpartum, plasenta previa, solution
plaentae, kehamilan ektopik, abortus dan ruptura uteri ) disebabkan oleh
perdarahan postpartum. Perdarahan postpartum sangat mempengaruhi morbiditas
nifas karena anemia mengurangkan daya tahan tubuh.
B.
Saran
pada setiap ibu yang bersalin sebaiknya dilakukan pengukuran kadar
darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan
periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam. Sebagai tenaga kesehatan
khususnya penolong partus harus bisa mengenal perdarahan postpartum dan
penanganannya. Jika terdapat perdarahan abnormal pada ibu bersalin disertai
perubahan tanda vital maka penanganan harus segera dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba Gde
bagus Ida. Ilmu Kebidanan Penyakit
Kandungan & Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan. Buku Kedokteran.
prawirohadjo
sarwono. 2008. Ilmu Kebidaan. P.T. Bina Pustaka Jakarta.
Sulistyowati
Sri dan Yahya Nadjibah. 2011. Pendarahan Dalam Kehamilan. P.T pustaka 3 kelana
Jakarta.
http://pejeng-asmara.blogspot.com/2011/12/perdarahan-post-partum-primer.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar