ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
Tujuan
Umum
•
Mampu melakukan asuhan keperawatan pada anak
Khusus
•
Melakukan
pengkajian pada anak
•
Melakukan
analisis data untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada anak
•
Merencanakan
tindakan keperawatan pada anak
•
Melaksanakan tindakan keperawatan pada anak
•
Melaksanakan
evaluasi keperawatan pada anak
1.
Pengkajian
a. Anamesa (Wawancara)
•
Identitas pasien
•
Keluhan
Utama
•
Riwayat kesehatan
•
Riwayat
imunisasai, tumbang, nutrisi, reaksi hospitalisasi
•
Pola hidup: pada
anak ( makan, Bak/Bab, istirahat, dll)
b. Pemeriksaan fisik (I,P,P,A)
•
Kesadaran
•
Tanda-tanda vital,
antropometri
•
Fungsi organ tubuh: muskuluskeletal, integumen, fungsi
sensori: pendengaran, pengecapan, penglihatan, perabaan, sistem pencernaan,
sistem cardio vaskuler, sistem pernafasan dan sistem persyarafan.
c. Pemeriksaan psikologis,
sosialogis, dan spiritual
•
Mental,
Spiritual
•
Emosi
•
Prilaku
dll
d.
Pemeriksaan
Penunjang
•
Foto rongent : Thorak, Ct Scan dll
•
Pemeriksaan laboratorium
•
Darah: darah lengkap, kimia darah , dll
•
Urine,
Feses, dan pemeriksaan lain yang diperlukan.
Analisis
data
No.
|
Data (DS dan DO)
|
Masalah
keperawatan
|
Penyebab/ etiologi
|
1.
|
Data
Subyektif:
a. Pasien/klg mengatakan lendir
sudah keluar
b. Pasien/klg mengatakan nafasnya
agak susah terasa ada yg menganjal di leher
c. Keluar lendir sedikit-sedikit
kental
Data
Obyektif:
a. Ada batuk
b. Suara paru rongki bawah kanan
dan kiri
c. RR: 36 x/mnt
d. Keluar lendir sedikit
e. Karekteritik sekret: Putih
kekuningan, kental
f. Pasien terlihat gelisah
g. Hasil Foto Thorak: adanya
infeksi (Pneumonia)
|
Bersihan
Jalan Nafas tidak efektif
|
Adanya
Sekret/penumpukan sekret
|
2.
Rumusan
diagnose keperawatan
} Diganosa
berdasarkan data dan kondisi pasien terkini
} Diagnosa:
Aktual, Risiko/Potensial
Contoh:
ü Tidak
efektifnya bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
ü Risiko
tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d penumpukan sekret
} Rumusan:
P : E : S
} Tentukan
Prioritas Masalah (Dx Kep)
> Mengancam Jiwa
> Hirarkhi Maslow
> Saat ini dan terkini (Here and
Now)
3.
Rencana
asuhan keperawatan
Langkah
•
Penetapan
tujuan
•
Mengidentifikasi
sumber-sumber
•
Menetapkan
alternatif pendekatan
•
Memilih
intervensi
•
Menetapkan
prioritas
Tujuan
•
Meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pasien
•
Mencegah terjadinya komplikasi
•
Meningkatkan kemampuan dan kemandirian dalam memenuhi
kebutuhannya dan menyelesaikan masalah kesehatan
•
Mencegah terjadinya penyebaran penyakit
Kriteria Tujuan
•
Spesific
•
Bisa di ukur
•
Bisa dicapai
•
Realistik
•
Ada batas waktu
Rencana keperawatan
No.
|
Diagnose
keperawatan
|
Tujuan Kriteria
Hasil (evaluasi)
|
Intervensi
keperawatan
|
Ket.
|
1.
|
Bersihan jalan
nafas tdk efektif b.d adanya sekret .
|
Tujuan:
Bersihan Jalan
nafas efektif/Adequat setelah diberikan tindakan keperawatan 3 x 24 jam
Kriteria Hasil
-
Akumulasi
skret berkurang/minimal
-
Skret mudah keluar
-
Batuk
efektif
-
Suara
nafas Vesikuler
-
Tidak
gelisah
-
Hasil
Foto thorak: Tanda infeksi minimal
|
Mandiri:
Kolaborasi :
|
|
4.
Catatan
tindakan keperawatan
Tgl dan Jam
|
Dx keperawatan
|
Implementasi Keperawatan
|
Evaluasi
Respon (SOAP)
|
T.T
|
2/04/2012
Jam
09.00
|
Bersihan jalan
nafas tdk efektif b.d adanya sekret
|
§ Auskultasi suara paru dan
identifikasi adanya rongki
§ Membuat posisi semi atau elevasi kepala 30 derajat dan kepala miring 1
sisi kanan
§ Mengobservasi dan mencatat
karakterisitik sekret, warna, jumlah, dan konsistensinya saat sekret keluar
§ Memberikan Nebulizer ventolin
1/2 ampul + Nacl 0,9% 2,5 cc/24 jam
|
Subyektif:
-Pasien mengatakan
nafasnya lebih nyaman dan longgar
-
Banyak
keluar lendir warna putih, kental saat batuk
Obyektif:
-
Rongki
bawah paru kanan dan kiri
-
RR:
25 x/mnt
-
Sekret
lkeluar: warna putih, kental, 3 cc,
-
Ada
Batuk
Analisa:
Masalah bersihan
jalan nafas belum teratasi
Planning:
|
|
Catatan
perkembangan keperawatan
Tgl dan Jam
|
Diagnosa Kep
|
Evaluasi (SOAP)
|
T.T
|
04/04/2012
Jam 08.00
|
Bersihan jalan
nafas tdk efektif b.d akumulasi skret
|
Subyektif:
-Pasien mengatakan
nafasnya lebih nyaman dan longgar
-
Skret/Lendir
sudah berkurang
Obyektif:
-
Rongki
tidak ada
-
Suara
paru vesikuler
-
RR:
22 x/mnt
-
Sekret
keluar sedikir ence: warna putih
-
Batuk
kadang-kandang
Analisa:
Masalah bersihan
jalan nafas teratasi
Planning:
|
|
5.
Evaluasi
yang
dilakukan selama proses asuhan keperawatan diberikan di sebut evaluasi
formatif ( evaluasi perkembangan pasien sehari – hari) dan evaluasi yang
dilakukan pada akhir asuhan keperawatan diberikan disebut evaluasi sumatif (kondisi
pasien baik/sehat, pasien di pindahkan keruang rawat biasa/pasien boleh
pulang).
Standar
evaluasi
Kriteria:
•
Setiap tindakan dilakukan evaluasi
•
Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada
rumusan tujuan
•
Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan
•
Evaluasi melibatkan pasien, keluarga dan tim kesehatan
•
Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.
ASKEP
DIARE
A.
Konsep
Medis DIARE
1. Pengertian
Beberapa pengertian diare:
Beberapa pengertian diare:
a. Diare adalah buang air besar (defekasi)
dengan tinja berbentuk cairan atau
setengah cairan, dengan
demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni 100-200 ml sekali defekasi
(Hendarwanto, 1999).
b. Menurut WHO (1980) diare adalah
buang air besar encer atau cair
lebih dari tiga kali sehari.
c. Diare ialah keadaan frekuensi
buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak
dengan konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau
atau dapat bercampur lendir dan darah
(Ngastiyah, 1997).
2. Penyebab
1.
Faktor infeksi
2. Faktor Malabsorbsi
3. Faktor Makanan
4. Faktor Psikologis
2. Faktor Malabsorbsi
3. Faktor Makanan
4. Faktor Psikologis
3.
Patofisiologi
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare ialah:
1.
Gangguan osmotik
2. Gangguan sekresi
3. Gangguan motilitas usus
2. Gangguan sekresi
3. Gangguan motilitas usus
4. Manifestasi Klinis
Diare
akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus,
hematoschezia, nyeri perut dan atau kejang perut.Akibat paling fatal dari diare
yang berlangsung lama tanpa rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat
dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik atau gangguan biokimiawi berupa
asidosis metabolik yang berlanjut.
Gangguan
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai
tidak terukur.Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun
sampai timbul oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul
penyulit nekrosis tubulus ginjal akut yang berarti suatu keadaan gagal ginjal
akut.
5. Penatalaksanaan
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut
Prinsip Penatalaksanaan
Penatalaksanaan diare akut
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama
terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.
DERAJAT DEHIDRASI MENURUT WHO
Yang dinilai
|
SKOR
|
||
1
|
2
|
3
|
|
Keadaan
umum
|
Baik
|
Lesu/haus
|
Gelisah,
lemas, mengantuk, hingga syok
|
Mata
|
Biasa
|
|
|
Mulut
|
Biasa
|
Cekung
|
Sangat
cekung
|
Pernapasan
|
˂30x/menit
|
30-40x/menit
|
˃40x/menit
|
Turgor
|
Baik
|
Kurang
|
Jelek
|
Nadi
|
˂120x/menit
|
120-140x/menit
|
˃140x/menit
|
Skor : 6 :
tanpa dehidrasi
7
– 12 : dehidrasi ringan-sedang
≥ 13
: dehidrasi berat
Kebutuhan cairan
Berdasarkan Pengukuran Antropometrik
ü
0 s/d 10 kg = 100 cc / KgBB / hari
ü
10
– 20 kg = 1000 cc + 50 cc / KgBB / hari
ü
>
20 kg = 1500 + 20 cc / KgBB / hari
Berdasarkan nilai Haematokrit
ü
Volume darah normal × (volime darah normal X
HtAwal) = ……… cc
HtTerukur
ü
Ht
awal = normal = 40 – 45 %
ü
Volume
darah :
Premature = 95 cc / KgBB
Matur = 85 cc / KgBB
Infant = 80 cc / KgBB
Dewasa : Pria
= 75 cc / KgBB
Wanita = 65 cc / KgBB
Berdasarkan BJ plasma
BJPlasma – 1,025
× BB × 4 cc = ... Cc
0,001
Menurut
DARROW
- < 3 kg ; 175cc/kgBB/hr
- 3 – 10 kg ; 105 cc/kgBB/hr
- 10 – 15 kg ; 85cc/kgBB/hr
- > 15 kg ; 65 cc/kgBB/hr
- < 3 kg ; 175cc/kgBB/hr
- 3 – 10 kg ; 105 cc/kgBB/hr
- 10 – 15 kg ; 85cc/kgBB/hr
- > 15 kg ; 65 cc/kgBB/hr
PERHITUNGAN KEBUTUHAN CAIRAN PADA
ANAK / BAYI
Menurut WHO
ü < 2 tahun
System
24 jam
4
jam I : 5 tts / KgBB / menit
20
jam II : 3 tts / KgBB / menit
ü > 2 tahun
System
8 jam
1
jam I : 10 tts / KgBB / menit
7
jam II : 3 tts / KgBB / menit
ü PEM
System
24 jam
1
jam I : 7 tts / KgBB / menit
13
jam II : 1½ tts / KgBB / menit
Menurut IWL & SWL
ü
Dewasa
55 – 60 % BB
ü
Anak
60 – 70 % BB
ü
Bayi
75 – 80 % BB
IWL
ü
Bayi
= 30 – 50 cc / KgBB / hari
ü
Anak
= (30 – Usia) cc / KgBB /hari
ü
Dewasa
= 8 – 10 cc / KgBB / hari
ü
Jika
terjadi peningkatan ST
IWL
= A + 200 cc (STsi – STN)
SWL =
ü
Urine
= 1 – 2 cc / KgBB / jam
Untuk
infant – toddler (0 – 3 tahun) = 2 cc / KgBB / jam
Untuk
> 3 tahun = 1 cc / KgBB / jam
ü
Feces
= 200 / 1X
ü
Muntah = 100 cc / 1X
RUMUS MENGHITUNG TETES INFUS
F
Lama
Infus Macro/Micro
lama infus = (jumlah cairan X faktor tetesan)
(tts/mnt X 60)
lama infus = (jumlah cairan X faktor tetesan)
(tts/mnt X 60)
F
Tetes
Infus Macro/Micro
tts/mnt = (jumlah cairan X faktor tetesan)
(lama infus X 60)
tts/mnt = (jumlah cairan X faktor tetesan)
(lama infus X 60)
Keterangan:
Faktor tetesan infus bermacam-macam, hal ini dapat dilihat pada label infus.
Micro
1 ml = 60 tetes
Macro
1 ml = 20 tetes dan ada yang 1 ml = 15 tetes.
B. Konsep
keperawatan DIARE
1. Pengkajian
a.
Keluhan
Utama : Buang
air berkali-kali dengan konsistensi encer
b.
Riwayat
Kesehatan Sekarang
Pada
umumnya anak masuk Rumah Saki dengan keluhan buang air cair berkali-kali baik disertai atau tanpa dengan muntah,
tinja dpt bercampur lendir dan atau darah, keluhan lain yang mungkin didapatkan adalah napsu makan menurun, suhu badan meningkat, volume diuresis menurun dan gejala
penurunan kesadaran
c.
Riwayat
Kesehatan Masa Lalu
Meliputi
pengkajian riwayat :
1.
Prenatal
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
Kehamilan yang keberapa, tanggal lahir, gestasi (fulterm, prematur, post matur), abortus atau lahir hidup, kesehatan selama sebelumnya/kehamilan, dan obat-obat yang dimakan serta imunisasi.
2.
Natal
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit persalinan.
Lamanya proses persalinan, tempat melahirkan, obat-obatan, orang yang menolong persalinan, penyulit persalinan.
3.
Post
natal
Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
Berat badan nomal 2,5 Kg – 4 Kg, Panjang Badan normal 49 -52 cm, kondisi kesehatan baik, apgar score , ada atau tidak ada kelainan kongenital.
4.
Feeding
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
Air susu ibu atau formula, umur disapih (2 tahun), jadwal makan/jumlahnya, pengenalan makanan lunak pada usia 4-6 bulan, peubahan berat-badan, masalah-masalah feeding (vomiting, colic, diare), dan penggunaan vitamin dan mineral atau suplemen lain.
5.
Penyakit
sebelumnya
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
Penyebabnya, gejala-gejalanya, perjalanan penyakit, penyembuhan, kompliksi, insiden penyakit dalam keluarga atau masyarakat, respon emosi terhadap rawat inap sebelumnya.
6.
Alergi
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
Apakah pernah menderita hay fever, asthma, eksim. Obat-obatan, binatang, tumbuh-tumbuhan, debu rumah
7.
Obat-obat
terakhir yang didapat
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
Nama, dosis, jadwal, lamanya, alasan pemberian.
8.
Imunisasi
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
Polio, hepatitis, BCG, DPT, campak, sudah lengkap pada usia 3 tahun, reaksi yang terjadi adalah biasanya demam, pemberian serum-serum lain, gamma globulin/transfusi, pemberian tubrkulin test dan reaksinya.
9.
Tumbuh
Kembang
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
Berat waktu lahir 2, 5 Kg – 4 Kg. Berat badan bertambah 150 – 200 gr/minggu, TB bertambah 2,5 cm / bulan, kenaikan ini terjadi sampai 6 bulan. Gigi mulai tumbuh pada usia 6-7 bulan, mulai duduk sendiri pada usia 8-9 bulan, dan bisa berdiri dan berjalan pada usia 10-12 bulan.
d.
Riwayat
Psikososial
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
Anak sangat menyukai mainannya, anak sangat bergantung kepada kedua orang tuanya dan sangat histeris jika dipisahkan dengan orang tuanya. Usia 3 tahun (toddlers) sudah belajar bermain dengan teman sebaya.
e.
Riwayat
Spiritual
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
Anak sudah mengenal beberapa hal yang bersifat ritual misalnya berdoa.
f.
Reaksi
Hospitalisasi
1.
Kecemasan
akan perpisahan : kehilangan interaksi dari keluarga dan lingkungan yang
dikenal, perasaan tidak aman, cemas dan sedih
2.
Perubahan
pola kegiatan rutin
3.
Terbatasnya
kemampuan untuk berkomunikasi
4.
Kehilangan
otonomi
5.
Takut
keutuhan tubuh
Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
Penurunan mobilitas seperti kesempatan untuk mempelajari dunianya dan terbatasnya kesempatan untuk melaksanakan kesenangannya
g.
Aktivitas
Sehari-Hari
1.
Kebutuhan
cairan pada usia 3 tahun adalah 110-120 ml/kg/hari
2.
Output
cairan :
a.
IWL
(Insensible Water Loss)
1)
Anak
: 30 cc / Kg BB / 24 jam
2)
Suhu
tubuh meningkat : 10 cc / Kg BB + 200 cc (suhu tubuh – 36,8 oC)
b.
SWL
(Sensible Water Loss) adalah hilangnya cairan
yang dapat diamati, misalnya berupa kencing
dan faeces. Yaitu :
1)
Urine
: 1 – 2 cc / Kg BB / 24 jam
2)
Faeces
: 100 – 200 cc / 24 jam
c.
Pada
usia 3 tahun sudah diajarkan toilet training.
h.
Pemeriksaan
Fisik
a)
Tanda-tanda
vital
b)
Antropometri
Berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut.
Berat badan, Tinggi badan, Lingkaran kepala, lingkar lengan, dan lingkar perut.
c)
Pernafasan
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
Biasanya pernapasan agak cepat, bentuk dada normal, dan tidak ditemukan bunyi nafas tambahan.
d)
Cardiovasculer
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
Biasanya tidak ditemukan adanya kelainan, denyut nadi cepat dan lemah.
e)
Pencernaan
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
Ditemukan gejala mual dan muntah, mukosa bibir dan mulut kering, peristaltik usus meningkat, anoreksia, BAB lebih 3 x dengan konsistensi encer
f)
Perkemihan
Volume diuresis menurun.
Volume diuresis menurun.
g)
Muskuloskeletal
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
Kelemahan fisik akibat output yang berlebihan.
h)
Integumen
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
lecet pada sekitar anus, kulit teraba hangat, turgor kulit jelek
i)
Endokrin
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
Tidak ditemukan adanya kelaianan.
j)
Penginderaan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
Mata cekung, Hidung, telinga tidak ada kelainan
k)
Reproduksi
Tidak mengalami kelainan.
Tidak mengalami kelainan.
l)
Neorologis
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
Dapat terjadi penurunan kesadaran.
2. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan
a.
Motorik
Kasar
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
Sudah bisa naik/turun tangga tanpa dibantu, mamakai baju dengan bantuan, mulai bisa bersepeda roda tiga.
b.
Motorik
Halus
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
Menggambat lingkaran, mencuci tangan sendiri dan menggosok gigi
c.
Personal
Sosial
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
Sudah belajar bermain dengan teman sebayanya.
3. Diagnosa Keperawatan
a)
Kekurangan
volume cairan b.d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake
terbatas (mual).
b)
Nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan
peristaltik usus.
c)
Nyeri
(akut) b.d hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
d)
Kecemasan
keluarga b.d perubahan status kesehatan anaknya
e)
Kurang
pengetahuan keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b.d
pemaparan informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.
f)
Kecemasan
anak b.d perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang baru
4. Rencana Keperawatan
Dx.1 Kekurangan volume
cairan b/d kehilangan berlebihan melalui feses dan muntah serta intake terbatas
(mual)
Tujuan
: Kebutuhan cairan akan terpenuhi dengan kriteria tidak ada
tanda-tanda dehidrasi
Intervensi
1.
Berikan
cairan oral dan parenteral sesuai dengan program rehidrasi
2.
Pantau
intake dan output.
3.
Kaji
tanda vital, tanda/gejala dehidrasi dan hasil pemeriksaan laboratorium
4.
Kolaborasi
pelaksanaan terapi definitif
Rasional
1.
Sebagai
upaya rehidrasi untuk mengganti cairan yang keluar bersama feses.
2.
Memberikan
informasi status keseimbangan cairan untuk menetapkan kebutuhan cairan
pengganti.
3.
Menilai
status hidrasi, elektrolit dan keseimbangan asam basa
4.
Pemberian
obat-obatan secara kausal penting setelah penyebab diare diketahui
Dx.2 : Perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrien dan peningkatan peristaltik
usus.
Tujuan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria terjadi peningkatan bera
badan
Intervensi
1.
Pertahankan
tirah baring dan pembatasan aktivitas selama fase akut.
2.
Pertahankan
status puasa selama fase akut (sesuai program terapi) dan segera mulai
pemberian makanan per oral setelah kondisi klien mengizinkan
3.
Bantu
pelaksanaan pemberian makanan sesuai dengan program diet
4.
Memenuhi
kebutuhan nutrisi
5.
Kolaborasi
pemberian nutrisi parenteral sesuai indikasi
Rasional
1.
Menurunkan
kebutuhan metabolik
2.
Pembatasan
diet per oral mungkin ditetapkan selama fase akut untuk menurunkan peristaltik
sehingga terjadi kekurangan nutrisi.
3.
Pemberian
makanan sesegera mungkin penting setelah keadaan klinis klien memungkinkan.
4.
Mengistirahatkan
kerja gastrointestinal
5.
Mengatasi/mencegah
kekurangan nutrisi lebih lanjut
Dx.3 : Nyeri (akut) b/d
hiperperistaltik, iritasi fisura perirektal.
Tujuan :
Nyeri berkurang dengan kriteria tidak terdapat lecet pada perirektal
Intervensi
1.
Atur
posisi yang nyaman bagi klien, misalnya dengan lutut fleksi.
2.
Lakukan
aktivitas pengalihan untuk memberikan rasa nyaman seperti masase punggung dan
kompres hangat abdomen
3.
Bersihkan
area anorektal dengan sabun ringan dan airsetelah defekasi dan berikan
perawatan kulit
4.
Kolaborasi
pemberian obat analgetika dan atau antikolinergik sesuai indikasi
5.
Kaji
keluhan nyeri dengan Visual Analog Scale (skala 1-5), perubahan
karakteristik nyeri, petunjuk verbal dan non verbal
Rasional
1.
Menurunkan
tegangan permukaan abdomen dan mengurangi nyeri
2.
Meningkatkan
relaksasi, mengalihkan fokus perhatian kliendan meningkatkan kemampuan koping
3.
Melindungi
kulit dari keasaman feses, mencegah iritasi
4.
Analgetik
sebagai agen anti nyeri dan antikolinergik untuk menurunkan spasme traktus GI
dapat diberikan sesuai indikasi klinis
5.
Mengevaluasi
perkembangan nyeri untuk menetapkan intervensi selanjutnya
Dx.4 : Kecemasan keluarga b/d
perubahan status kesehatan anaknya.
Tujuan :
Keluarga mengungkapkan kecemasan berkurang.
Intervensi
1.
Dorong
keluarga klien untuk membicarakan kecemasan dan berikan umpan balik tentang
mekanisme koping yang tepat.
2.
Tekankan
bahwa kecemasan adalah masalah yang umum terjadi pada orang tua klien yang
anaknya mengalami masalah yang sama
3.
Ciptakan
lingkungan yang tenang, tunjukkan sikap ramah tamah dan tulus dalam membantu
klien.
Rasional
1.
Membantu
mengidentifikasi penyebab kecemasan dan alternatif pemecahan masalah
2.
Membantu
menurunkan stres dengan mengetahui bahwa klien bukan satu-satunya orang yang
mengalami masalah yang demikian
3.
Mengurangi
rangsang eksternal yang dapat memicu peningkatan kecemasan
Dx.5 : Kurang pengetahuan
keluarga tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan terapi b/d pemaparan
informasi terbatas, salah interpretasi informasi dan atau keterbatasan
kognitif.
Tujuan
: Keluarga akan mengerti tentang penyakit dan pengobatan
anaknya, serta mampu mendemonstrasikan perawatan anak di rumah.
Intervensi
1.
Kaji
kesiapan keluarga klien mengikuti pembelajaran, termasuk pengetahuan tentang
penyakit dan perawatan anaknya.
2.
Jelaskan
tentang proses penyakit anaknya, penyebab dan akibatnya terhadap gangguan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari aktivitas sehari-hari.
3.
Jelaskan
tentang tujuan pemberian obat, dosis, frekuensi dan cara pemberian serta efek
samping yang mungkin timbul
4.
Jelaskan
dan tunjukkan cara perawatan perineal setelah defekasi
Rasional
1.
Efektivitas
pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental serta latar belakang
pengetahuan sebelumnya.
2.
Pemahaman
tentang masalah ini penting untuk meningkatkan partisipasi keluarga klien dan
keluarga dalam proses perawatan klien
3.
Meningkatkan
pemahaman dan partisipasi keluarga klien dalam pengobatan.
4.
Meningkatkan
kemandirian dan kontrol keluarga klien terhadap kebutuhan perawatan diri
anaknya
Dx. 6 : Kecemasan anak b.d
Perpisahan dengan orang tua, lingkugan yang baru
Tujuan
: Kecemasan anak berkurang dengan kriteria memperlihatkan
tanda-tanda kenyamanan
Intervensi
1.
Anjurkan
pada keluarga untuk selalu mengunjungi klien dan berpartisipasi dalam perawatn
yang dilakukan
2.
Berikan
sentuhan dan berbicara pada anak sesering mungkin
3.
Lakukan
stimulasi sensory atau terapi bermain sesuai dengan ingkat perkembangan klien
Rasional
1.
Mencegah
stres yang berhubungan dengan perpisahan
2.
Memberikan
rasa nyaman dan mengurangi stress
3.
Meningkatkan
pertumbuhan dan perkembangan secara optimun
Contoh kasus
1.
By.“A” umur 8 bulan BB 8 kg MRS dengan BAB encer
frekuensi 4x disertai muntah frekuensi 2x, Pernafasan 30 x/mnt, suhu
38,2°C, Nadi 124 x/mnt, KU.
gelisah, mata cekung, mulut kering,
turgor jelek.Pertanyaan :
1.
Apakah
By “A” mengalami dehidrasi? kalau ya dehidrasi apa?
2.
Berapa
cc kehilangan cairan By”A”?
3.
Jika
By”A” dipasang IVFD RL 40 tts/mnt menggunakan infuset makro, maka berapa lama cairan infus tsb habis ?
2.
Seorang
pasien anak memerlukan rehidrasi dengan 500 ml (1 botol) dalam 12 jam dengan
menggunakan infuset micro maka tetesan per menit berapa ?
ASKEP
ANAK DHF
A.
Konsep
medis
1. Pengertian
a.
Dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita
melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (Christantie Efendy,1995 ).
b.
Dengue
haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang terdapat pada anak dan orang
dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan nyeri sendi yang disertai ruam
atau tanpa ruam. DHF sejenis virus yang tergolong arbo virus dan masuk kedalam
tubuh penderita melalui gigitan nyamuk aedes aegypty (betina) (Seoparman,
1990).
c.
DHF
adalah demam khusus yang dibawa oleh aedes aegypty dan beberapa nyamuk lain
yang menyebabkan terjadinya demam. Biasanya dengan cepat menyebar secara
efidemik. (Sir, Patrick manson, 2001).
2. Etiologi
1)
Virus
dengue sejenis arbovirus.
2)
Virus
dengue tergolong dalam family Flavividae dan dikenal ada 4 serotif, Dengue 1
dan 2 ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang dunia ke II, sedangkan
dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina tahun 1953-1954. Virus
dengue berbentuk batang, bersifat termoragil, sensitif terhadap in ktivitas
oleh diatiter dan natrium diaksikolat, stabil pada suhu 70 oC. Keempat serotif
tersebut telah di temukan pula di Indonesia dengan serotif ke 3 merupakan
serotif yang paling banyak.
3.
Patofisiologi
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes aegypty dan kemudian akan bereaksi dengan antibody dan terbentuklah kompleks virus-antibody. Terjadinya trobositopenia, menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi (protombin dan fibrinogen) merupakan factor penyebab terjadinya perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal pada DHF. Yang menentukan beratnya penyakit adalah meningginya permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diathesis hemorrhagic, renjatan terjadi secara akut.
Nilai hematokrit meningkat bersamaan dengan hilangnya plasma melalui endotel dinding pembuluh darah.
4. Tanda dan gejala
1.
Demam
tinggi selama 5 – 7 hari.
2.
Mual,
muntah, tidak ada nafsu makan, diare, konstipasi.
3.
Perdarahan
terutama perdarahan bawah kulit, ptechie, echymosis, hematoma.
4.
Epistaksis, hematemisis, melena, hematuri.
5.
Nyeri otot, tulang sendi, abdoment, dan ulu
hati.
6.
Sakit kepala.
7.
Pembengkakan
sekitar mata.
8.
Pembesaran
hati, limpa, dan kelenjar getah bening.
9.
Tanda-tanda
renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah,
capillary refill lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah).
5. Pemeriksaan penunjang
Ø
Darah
1.
Trombosit
menurun.
2.
HB
meningkat lebih 20 %
3.
HT
meningkat lebih 20 %
4.
Leukosit
menurun pada hari ke 2 dan ke 3
5.
Protein
darah rendah
6.
Ureum
PH bisa meningkat
7.
NA
dan CL rendah
Ø
Serology
: HI (hemaglutination inhibition test). Rontgen thorax : Efusi pleura. Uji test
tourniket (+)
6. Penatalaksanaan
a.
Tirah
baring
b.
Pemberian
makanan lunak
c.
Pemberian
cairan melalui infuse
d.
Pemberian
obat-obatan : antibiotic, antipiretik
e.
Anti
konvulsi jika terjadi kejang
f.
Monitor
tanda-tanda vital (Tekanan Darah, Suhu, Nadi, RR).
g.
Monitor
adanya tanda-tanda renjatan
h.
Monitor
tanda-tanda perdarahan lebih lanjut
i.
Periksa
HB,HT, dan Trombosit setiap hari.
B.
Konsep
keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
Pengkajian merupakan tahap awal yang dilakukan perawat untuk mendapatkan data yang dibutuhkan sebelum melakukan asuhan keperawatan . pengkajian pada pasien dengan “DHF” dapat dilakukan dengan teknik wawancara, pengukuran, dan pemeriksaan fisik. Adapun tahapan-tahapannya meliputi :
1)
Mengidentifikasi
sumber-sumber yang potensial dan tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
2)
Kaji
riwayat keperawatan.
3)
Kaji
adanya peningkatan suhu tubuh ,tanda-tanda perdarahan, mual, muntah, tidak
nafsu makan, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, tanda-tanda syok (denyut
nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab terutama pada
ekstrimitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran).
2. Diagnosa keperawatan
1)
Gangguan
volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
2)
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
3)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada
nafsu makan.
3.
Intervensi
Diagnosa
1. : Gangguan
volume cairan tubuh kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas kapiler, perdarahan , muntah dan demam.
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
Tujuan : Gangguan volume cairan tubuh dapat teratasi
Kriteria hasil :
Volume cairan tubuh kembali normal
Intervensi :
1)
Kaji
KU dan kondisi pasien
2)
Observasi
tanda-tanda vital ( S,N,RR )
3)
Observasi
tanda-tanda dehidrasi
4)
Observasi
tetesan infus dan lokasi penusukan jarum infuse
5)
Balance
cairan (input dan out put cairan)
6)
Beri
pasien dan anjurkan keluarga pasien untuk memberi minum banyak
7)
Anjurkan
keluarga pasien untuk mengganti pakaian pasien yang basah oleh keringat
Diagnosa
2. : Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi virus dengue.
Tujuan : Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil :
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
Tujuan : Hipertermi dapat teratasi
Kriteria hasil :
Suhu tubuh kembali normal
Intervensi :
1)
Observasi
tanda-tanda vital terutama suhu tubuh
2)
Berikan
kompres pada daerah dahi dan ketiak
3)
Ganti
pakaian yang telah basah oleh keringat
4)
Anjurkan
keluarga untuk memakaikan pakaian yang dapat menyerap keringat seperti terbuat
dari katun.
5)
Anjurkan
keluarga untuk memberikan minum banyak kurang lebih 1500 – 2000 cc per hari
6)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian Therapi, obat penurun panas.
Diagnosa
3. : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada
nafsu makan.
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi :
Tujuan : Gangguan pemenuhan nutrisi teratasi
Kriteria hasil :
Intake nutrisi klien meningkat
Intervensi :
1)
Kaji
intake nutrisi klien dan perubahan yang terjadi
2)
Timbang
berat badan klien tiap hari
3)
Berikan
klien makan dalam keadaan hangat dan dengan porsi sedikit tapi sering
4)
Beri
minum air hangat bila klien mengeluh mual
5)
Lakukan
pemeriksaan fisik Abdomen (auskultasi, perkusi, dan palpasi).
6)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian Therapi anti emetik.
7)
Kolaborasi
dengan tim gizi dalam penentuan diet.
ASKEP ANAK DEMAM TIFOID
A. Konsep medis
1.
Pengertian
1)
Demam
tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan
bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng
Soegijanto, 2002)
2)
Tifus
abdominalis adalah suatu infeksi sistem yang ditandai demam, sakit kepala, kelesuan,
anoreksia, bradikardi relatif, kadang-kadang pembesaran dari
limpa/hati/kedua-duanya. (Samsuridjal D dan heru S, 2003)
2.
Penyebab
Salmonella
typhi yang menyebabkan infeksi invasif yang ditandai oleh demam, toksemia,
nyeri perut, konstipasi/diare. Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
perforasi usus, perdarahan, toksemia dan kematian. (Ranuh, Hariyono, dan dkk.
2001).Etiologi demam tifoid dan demam paratipoid adalah S.typhi, S.paratyphi A,
S.paratyphi B dan S.paratyphi C. (Arjatmo Tjokronegoro, 1997)
3.
Patofisiologis
Transmisi
terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi urin/feses dari
penderita tifus akut dan para pembawa kuman/karier. Empat F (Finger, Files,
Fomites dan fluids) dapat menyebarkan kuman ke makanan, susu, buah dan sayuran
yang sering dimakan tanpa dicuci/dimasak sehingga dapat terjadi penularan
penyakit terutama terdapat dinegara-negara yang sedang berkembang dengan
kesulitan pengadaan pembuangan kotoran (sanitasi) yang andal. (Samsuridjal D
dan heru S, 2003)
Masa
inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)
4.
Pathways
Diserap oleh usus halus
Kelenjar limfoid Hati Limpa Endotoksinusus
halus
Pendarahan dan Nyeri perabaanperforasi
Mual/tidak nafsu makan
Perubahan nutrisi
Resiko kurang volume cairan (Suriadi &
Rita Y, 2001)
5.
Gejala
Klinis
1)
Dalam
minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada
umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare,
konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.
2)
Pada
minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam
remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai
gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering,
dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih
kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)
6.
Pemeriksaan
Penunjang
1)
Pemeriksaan
Darah Perifer Lengkap Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau
kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai
infeksi sekunder.
2)
Pemeriksaan
SGOT dan SGPTSGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah
sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
3)
Pemeriksaan
Uji WidalUji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam
serum penderita Demam Tifoid.
7.
Terapi
1)
Kloramfenikol.
2)
Tiamfenikol.
3)
Kortimoksazol.
4)
Ampisilin
dan amoksilin.
5)
Sefalosporin
Generasi Ketiga.
6)
Golongan
Fluorokuinolon• Norfloksasin • Siprofloksasin • Ofloksasin • Pefloksasin •
Fleroksasin
7)
Kombinasi
obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid
toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering
ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi.
(Widiastuti S, 2001)
8.
Komplikasi
1)
Perdarahan
usus
2)
Peritonitis
3)
Meningitis
4)
Kolesistitis
5)
Ensefalopati
6)
Bronkopneumonia
7)
Hepatitis
8)
Perforasi
usus
B.
Konsep
keperawatan
1.
Pengkajian
1)
Riwayat
keperawatan
2)
Kaji
adanya gejala dan tanda meningkatnya suhu tubuh terutama pada malam hari, nyeri
kepala, lidah kotor, tidak nafsu makan, epistaksis, penurunan kesadaran
2.
Diagnosa
Keperawatan
1)
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi
2)
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan tidak ada nafsu makan,
mual, dan kembung
3)
Risiko
kurangnya volume cairan berhubungan dengan kurangnya intake cairan, dan peningkatan
suhu tubuh
3.
Perencanaan
Dx
1.
Tujuan
: Mempertahankan suhu dalam batas normal
1)
Kaji
pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
2)
Observasi
TTV
3)
Beri
minum yang cukup
4)
Berikan
kompres
5)
Pakaian
(baju) yang tipis dan menyerap keringat
6)
Pemberian
obat antipireksia
7)
Pemberian
cairan parenteral (IV) yang adekuat
Dx2.
Tujuan : Meningkatkan kebutuhan
nutrisi dan cairan
1)
Menilai
status nutrisi anak
2)
Ijinkan
anak untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi anak, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
3)
Berikan
makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas
intake nutrisi
4)
Menganjurkan
kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi
sering
5)
Menimbang
berat badan setiap hari pada waktu yang sama, dan dengan skala yang sama
6)
Mempertahankan
kebersihan mulut anak
7)
Menjelaskan
pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
8)
Kolaborasi
untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian makanan melalui oral
tidak memenuhi kebutuhan gizi anak
Dx3.
Tujuan : Mencegah kurangnya
volume cairan
1)
Mengobservasi
tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
2)
Monitor
tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak elastis, ubun-ubun
cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa kering, bibir pecah-pecah
3)
Mengobservasi
dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
4)
Memonitor
pemberian cairan melalui intravena setiap jam
5)
Mengurangi
kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water Loss/IWL) dengan
memberikan kompres
6)
Memberikan
antibiotik sesuai program. (Suriadi & Rita Y, 2001)
DOSEN : FATIMAH
S.Kep,. Ners
ASKEP ANAK DENGAN
LUKA BAKAR
1.
Pengertian
Luka bakar adalah
kelainan kulit yang disebabkan oleh agens termal, kimia, listrik, atau radiasi
2.
American Burn Association
1)
Luka
bakar minor
•
Luka
bakar ketebalan parsial, dengan luas kurang dari 10% BSA (Body Surface Area)
•
Luka
bakar ketebalan penuh, dengan luas kurang dari 2% BSA
•
Tidak terdapat luka bakar di daerah wajah, tangan, dan
kaki.
2)
Luka
bakar sedang
•
Ketebalan
parsial, 15% - 25% BSA
•
Ketebalan
penuh, kurang dari 10%BSA, kecuali pada anak kecil dan bila luka bakar mengenai
area kritis, seperti wajah, tangan, kaki atau genitalia
•
Tidak terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata,
telinga, kaki, dan perineum.
3)
Luka
bakar mayor (kritis)
·
Ketebalan
parsial, 25% BSA atau lebih
·
Terdapat luka bakar pada tangan, muka, mata, telinga,
kaki, dan perineum.
·
Ketebalan
penuh 10% BSA atau lebih
·
Terkomplikasi
dengan fraktur/cedera jar. Lunak
·
Terkomplikasi
dengan penyakit penyerta mis, kegemukan, diabetes, epilepsi, peny. Jantung
& ginjal
3.
Pengkajian
• Kaji status pernapasan
• Kaji luas cedera luka bakar
berdasarkan persentase BSA yang terkena
• Kaji kedalaman cedera luka bakar
1)
Luka
bakar parsial (grade I)
•
Luka
bakar superfisial (grade I) – di epidermis
•
Permukaan
merah kering
•
Pucat
jika ditekan dan kembali normal jika tekanan dilepas
2)
Luka
bakar ketebalan parsial (grade II)
•
Lepuh,
basah
•
Merah
muda atau merah belang
•
Pucat
jika ditekan dan kembali normal jika tekanan dilepas
•
Sangat
nyeri
3)
Luka
bakar ketebalan penuh (grade III)
•
Mengenai
seluruh lapisan epidermis dan dermis.
•
Permukaan
kusam, kering dan kasar
•
Cokelat,
cokelat kemerahan, atau hitam
•
Mengenai
jaringan otot, tendon dan tulang
•
Nyeri
bervariasi, seringkali nyeri hebat
4.
Pengkajian
awal
–
Kaji
adanya bukti-bukti cedera penyerta
– Mata – cedera / iritasi
– Nasofaring - edema / kemerahan
– Rambut – hangus,
– Kaji kebutuhan terhadap obat
nyeri
– Timbang BB anak pra RS, TTV
– Kaji tingkat kesadaran
5.
Pengkajian
terus-menerus
• Pantau TTV
• Ukur intake dan output
• Pantau infus iv
• Observasi komplikasi – pneumonia,
sepsis luka, ulkus curling (stres), disfungsi sistem saraf pusat (halusinasi,
perubahan kepribadian
6.
Perkiraan
distribusi luka bakar pada anak sampai usia 5 tahun
AREA
|
LAHIR
|
USIA 1 TAHUN
|
USIA 5 TAHUN
|
A = ½ dari kepala
|
9 ½
|
8 ½
|
6 ½
|
B = ½ dari satu paha
|
2 ¾
|
3 ¼
|
4
|
C = ½ dari satu tungkai
|
2 ½
|
2 ½
|
2 ¾
|
Area lainnya ( sampai usia 5 thn)
• ½ leher 1%
• ½ lengan atas 2 %
• ½ lengan bawah 1 %
• ½ tangan 1 ¼ %
• Dada dan perut 13%
• Punggung 13%
• Punggung kaki 1%
• Telapak kaki dan tumit 1 ¾ %
7.
Perkiraan
distribusi luka bakar pada anak lebih dari 5 tahun
AREA
|
USIA 10 TAHUN
|
USIA 15 TAHUN
|
DEWASA
|
A : ½ dari kepala
|
5 ½
|
4 ½
|
3 ½
|
B : ½ dari satu paha
|
4 ½
|
4 ½
|
4 ¾
|
C : ½ dari satu tungkai
|
3
|
3 ¼
|
3 1/2
|
Area
Lainnya (> 5 tahun)
•
½
leher 1 %
•
½
lengan atas 2 %
•
½
lengan bawah 1 ½ %
•
½
tangan 1 ¼%
•
Dada
dan perut 13%
•
Punggung
13%
•
Punggung
kaki 1 ¾ %
•
Telapak
kaki dan tumit 1 ¾%
8.
Diagnose
keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit b/d
cedera termal
2. Nyeri b/d trauma kulit, terapi
3. Risiko tinggi infeksi b/d kulit
yang gundul, adanya organisme patogen, dan perubahan respon imun
4. Perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d peningkatan katabolisme dan metabolisme, kehilangan nafsu
makan
5. Kerusakan mobilitas fisik
(uraikan tingkatannya) b/d nyeri, kerusakan gerakan sendi, pembentukan jaringan
parut
6. Gangguan citra tubuh b/d persepsi
terhadap penampilan dan mobilitas
7. Perubahan proses keluarga b/d
krisis situasional (anak dengan cedera serius).
9.
Intervensi
Dx. 1. Kerusakan
integritas kulit
• Sasaran : Menunjukkan bukti penyembuhan luka
• Intervensi
1.
Cukur
rambut 5 cm dari pinggir luka
2.
Bersihkan
luka dan sekitarnya, lepas jaringan mati
3.
Jaga
anak tidak menggaruk/memencet luka
4.
Pertahankan
kehati-hatian dalam merawat luka
5.
Beri
diet TKTP
6.
Cegah
infeksi
·
Hasil
yang diharapkan : luka sembuh tanpa kerusakan / inflamasi
Dx. 2. Nyeri
·
Sasaran
: Nyeri menurun/berkurang
·
Intervensi
1.
Kaji
kebutuhan anak terhadap obat
2.
Beri
posisi yang nyaman
3.
Lakukan
teknik pereda nyeri nonfarmakologis
4.
Antisipasi
kebutuhan obat nyeri
• Hasil yang diharapkan : Anak
menunjukkan penurunan nyeri sampai tingkat toleransi anak
Dx. 3. Risiko tinggi
infeksi
• Sasaran : Tidak ada tanda infeksi
• Intervensi
1.
Implementasikan
kewaspadaan pengendalian infeksi
2.
Pertahankan
teknik mencuci tangan
3.
Kenakan
topi, masker, sarung tangan pada penanganan luka
4.
Hindarkan
pasien kontak dengan individu yang mengalami infeksi iSPA/kulit
5.
Berikan
higiene oral yang baik
6.
Berikan
preparat antimikroba topikal, balutan luka
• Hasil yang diharapkan :
–
Sumber
infeksi dihilangkan
–
Tidak
ada/minimal tanda infeksi
Dx 4. Nutrisi kurang
dari kebutuhan
• Sasaran : Nutrisi pasien optimal
• Intervensi
1.
Dorong
makan per oral
2.
Berikan
makanan TKTP
3.
Berikan
makanan yang disukai
4.
Izinkan
anak untuk membantu (kerjasama)
5.
Beri
makan pada saat kondisi anak memungkinkan
6.
Beri
makan dalam lingkungan yang menarik
7.
Temani
anak saat makan
8.
Gunakan
kontrak pada anak yang lebih besar
9.
Timbang
BB setiap minggu
• Hasil yang diharapkan : Anak
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, BB dipertahankan seperti sebelum terjadi luka
bakar
Dx. 5. Kerusakan
mobilitas fisik
• Sasaran : Pasien mencapai fungsi fisik optimal
• Intervensi :
1.
Lakukan
latihan rentang gerak
2.
Anjurkan
mobilitas sesuai kemampuan anak
3.
Berikan
analgesik sebelum aktivitas yang menimbulkan nyeri
4.
Dorong
partisipasi dalam hidup sehari-hari
Dx 6. Gangguan citra
tubuh
• Sasaran : Pasien menunjukkan perbaikan citra tubuh
• Intervensi
1.
Gali
perasaan anak mengenai penampilan fisik
2.
Diskusikan
perasaan tentang kembali ke rumah
3.
Berikan
penguatan terhadap aspek positif dari penampilan anak
4.
Tunjukkan
bukti-bukti penyembuhan
5.
Diskusikan
bantuan yang dapat menutupi kerusakan penampilan; wig, pakaian, tata rias
6.
Berikan
aktivitas rekreasional dan pengalih
7.
Bantu
anak membagi rencana untuk menghadapi dan mengatasi reaksi orang lain
Dx 7. Perubahan
proses keluarga
• Sasaran : Pasien siap untuk pemulangan dan perawatan
di rumah
• Intervensi :
1.
Ajari
keluarga tentang perawatan luka
2.
Diskusikan
tentang diet, istirahat dan aktivitas
3.
Gali
sikap dan perilaku anak dan keluarga
4.
Gali
konsep keluarga mengenai kemampuan anak dan kemungkinan pembatasan dan
kebebasan
5.
Bantu
keluarga mendapatkan kebutuhannya akan peralatan dan bahan
•
Hasil
yang diharapkan :Keluarga menunjukkan pemahaman pada kebutuhan anak dan dampak
kondisi anak Keluarga menetapkan tujuan realistis untuk mereka, anak, dan orang
lain
Malnutrisi
1.
Pengertian
} Malnutrisi adalah Suatu keadaan
kekurangan atau tidak adekuatnya nutrisi. Istilah lain adalah undernutrisi,
juga termasuk keadaan nutrisi; overnutrisi yang dimanifestasikan sebagai
obesitas.
} Defisiensi gizi dapat terjadi
pada anak yang kurang mendapatkan masukan makanan dalam waktu lama.
} Secara klinis digunakan istilah
malnutrisi energi dan protein (MEP)
} Penentuan jenis MEP dilakukan
dengan pengukuran antropometri lengkap (tinggi badan, berat badan, lingkar
lengan atas dan tebal lipatan kulit), dan pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah,
1997).
2.
Klasifikasi
1. Berat badan 60-80% standar tanpa
edema : gizi kurang (MEP ringan)
2. Berat badan 60-80% standar dengan
edema : kwashiorkor (MEP berat)
3. Berat badan <60% standar tanpa
edema : marasmus (MEP
berat)
4. Berat badan <60% standar
dengan edema : marasmik kwashiorkor
(MEP berat)
3.
Defenisi
} Kwashiorkor adalah MEP berat
disebabkan oleh defisiensi protein,
terjadi pada anak dari keluarga dengan status sosial ekonomi yang rendah
} Marasmus adalah MEP berat
disebabkan oleh defisiensi makanan sumber energi (kalori), dapat terjadi
bersama /tanpa disertai defisiensi protein.
} Bila kekurangan sumber kalori dan
protein terjadi bersama dalam waktu yang cukup lama maka anak dapat berlanjut
ke dalam status marasmik kwashiorkor.
4.
Gambaran
klinis kwashiorkor
} Pertumbuhan terganggu (berat
badan dan tinggi badan kurang dari standar)
Rumus Perkiraan Berat Badan (Kg)
1.
Lahir 3,25
2.
3-12 bulan (bln
+ 9) / 2
3.
1-6 tahun (thn
x 2) + 8
4.
6-12 tahun {(thn
x 7) – 5} / 2
Rumus Perkiraan Tinggi Badan (Cm)
1
tahun 1,5 x TB
lahir
4
tahun 2 x TB lahir
6
tahun 1,5 x TB 1
thn
13
tahun 3 x TB lahir
} Perubahan mental (cengeng atau
apatis)
} Pada sebagian besar anak
ditemukan edema ringan sampai berat
} Gejala gastrointestinal
(anoreksia, diare)
} Moon face
} Gangguan pertumbuhan rambut
(defigmentasi, kusam, kering, rambut jagung, halus, jarang dan mudah dicabut)
} Kulit kering, bersisik,
hiperpigmentasi
} Pembesaran hati (kadang sampai
batas setinggi pusat, teraba kenyal, licin dengan batas yang tegas)
} Anemia.
} Pada pemeriksaan kimia darah
ditemukan hipoalbuminemia dengan kadar globulin normal, kadar kolesterol serum
rendah.
} Pada biopsi hati ditemukan
perlemakan, sering disertai tanda fibrosis, nekrosis dan infiltrasi sel
mononukleus.
} Hasil autopsi pasien kwashiorkor
yang berat menunjukkan terjadinya perubahan degeneratif pada semua organ (degenerasi
otot jantung, atrofi vili usus, osteoporosis dan sebagainya)
5.
Gambaran
klinis marasmus
} Pertumbuhan berkurang atau
terhenti, otot – otot atrofi
} Perubahan mental (cengeng, sering
terbangun tengah malam)
} Sering diare, warna hijau tua,
terdiri dari lendir dengan sedikit tinja.
} Turgor kulit menurun, tampak
keriput karena kehilangan jaringan lemak bawah kulit
} Pada keadaan marasmik yang berat,
lemak pipi juga hilang sehingga wajah tampak lebih tua, tulang pipi dan dagu
kelihatan menonjol
} Perut membuncit dengan gambaran
usus yang jelas.
6.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN MARASMUS KWASHIORKOR
1)
Pengkajian
1.
Riwayat
Keperawatan
1.
Riwayat
Keperawatan Sekarang
Pada umumnya anak
masuk rumah sakit dengan keluhan gangguan pertumbuhan (berat badan semakin lama
semakin turun), bengkak pada tungkai, sering diare dan keluhan lain yang
menunjukkan terjadinya gangguan kekurangan gizi.
2.
Riwayat
Keperawatan Masa Lalu
Meliputi
pengkajian riwayat prenatal, natal dan post natal, hospitalisasi dan pembedahan
yang pernah dialami, alergi, pola kebiasaan, tumbuh-kembang, imunisasi, status
gizi (lebih, baik, kurang, buruk), psikososial, psikoseksual, interaksi dan
lain-lain. Data fokus yang perlu dikaji dalam hal ini adalah riwayat pemenuhan
kebutuhan nutrisi anak (riwayat kekurangan protein dan kalori dalam waktu
relatif lama).
3.
Riwayat
Kesehatan Keluarga
Meliputi
pengkajian komposisi keluarga, lingkungan rumah dan komunitas, pendidikan dan
pekerjaan anggota keluarga, fungsi dan hubungan angota keluarga, kultur dan
kepercayaan, perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan, persepsi keluarga
tentang penyakit klien dan lain-lain.
2.
Pengkajian
Fisik
–
Pengkajian
secara umum dilakukan dengan metode head to toe yang meliputi: keadaan umum dan
status kesadaran, tanda-tanda vital, area kepala dan wajah, dada, abdomen,
ekstremitas dan genito-urinaria.
–
Fokus
pengkajian pada anak dengan Marasmik-Kwashiorkor adalah pengukuran antropometri
(berat badan, tinggi badan, lingkaran lengan atas dan tebal lipatan kulit).
–
Tanda dan gejala yang mungkin didapatkan
adalah:
·
Penurunan
ukuran antropometri
·
Perubahan
rambut (defigmentasi, kusam, kering, halus, jarang dan mudah dicabut)
·
Gambaran
wajah seperti orang tua (kehilangan lemak pipi), edema palpebra
·
Tanda-tanda
gangguan sistem pernapasan (batuk, sesak, ronchi, retraksi otot intercostal)
·
Perut
tampak buncit, hati teraba membesar, bising usus dapat meningkat bila terjadi
diare.
·
Edema
tungkai
·
Kulit
kering, hiperpigmentasi, bersisik dan adanya crazy pavement dermatosis terutama
pada bagian tubuh yang sering tertekan (bokong, fosa popliteal, lulut, ruas
jari kaki, paha dan lipat paha)
3.
Pemeriksaan
penunjang
Pada
pemeriksaan laboratorium, anemia selalu ditemukan terutama jenis normositik normokrom karena
adanya gangguan sistem eritropoesis akibat hipoplasia kronis sum-sum tulang di
samping karena asupan zat besi yang kurang dalam makanan, kerusakan hati dan
gangguan absorbsi. Selain itu dapat ditemukan kadar albumin serum yang menurun.
Pemeriksaan radiologis juga perlu dilakukan untuk menemukan adanya kelainan
pada paru.
2)
Diagnose
keperawatan
1.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d asupan yang tidak adekuat, anoreksia
dan diare.
2.
Kekurangan
volume cairan b/d penurunan asupan peroral dan peningkatan kehilangan akibat
diare.
3.
Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan b/d asupan kalori dan protein yang tidak adekuat.
4.
Risiko
aspirasi b/d pemberian makanan/minuman personde dan peningkatan sekresi
trakheobronkhial.
5.
Bersihan
jalan napas tak efektif b/d peningkatan sekresi trakheobronkhial sekunder
terhadap infeksi saluran pernapasan
3)
Intervensi
Dx
1 : Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh
Tujuan
: Klien akan menunjukkan peningkatan status gizi.
Kriteria:
–
Keluarga
klien dapat menjelaskan penyebab gangguan nutrisi yang dialami klien, kebutuhan
nutrisi pemulihan, susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang.
–
Dengan
bantuan perawat, keluarga klien dapat mendemonstrasikan pemberian diet (per
sonde/per oral) sesuai program dietetik.
Intervensi:
1.
Jelaskan
kepada keluarga tentang penyebab malnutrisi, kebutuhan nutrisi pemulihan,
susunan menu dan pengolahan makanan sehat seimbang, tunjukkan contoh jenis
sumber makanan ekonomis sesuai status sosial ekonomi klien.
Rasionalnya :
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang penyebab dan kebutuhan nutrisi untuk
pemulihan klien sehingga dapat meneruskan upaya terapi dietetik yang telah
diberikan selama hospitalisasi
2.
Tunjukkan
cara pemberian makanan per sonde, beri kesempatan keluarga untuk melakukannya
sendiri.
Rasional :
Meningkatkan partisipasi keluarga dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi klien,
mempertegas peran keluarga dalam upaya pemulihan status nutrisi klien.
3.
Laksanakan
pemberian roborans sesuai program terapi.
Rasional :
Roborans meningkatkan nafsu makan, proses absorbsi dan memenuhi defisit yang
menyertai keadaan malnutrisi.
4.
Timbang
berat badan, ukur lingkar lengan atas dan tebal lipatan kulit setiap pagi.
Rasional : Menilai
perkembangan masalah klien.
Dx
2 : Kekurangan volume cairan tubuh
Tujuan
: Klien akan menunjukkan keadaan hidrasi yang adekuat.
Kriteria:
–
Asupan
cairan adekuat sesuai kebutuhan ditambah defisit yang terjadi.
–
Tidak
ada tanda/gejala dehidrasi (tanda-tanda vital dalam batas normal, frekuensi
defekasi ≤ 1 x/24 jam dengan konsistensi padat/semi padat).
Intervensi:
1.
Lakukan/observasi
pemberian cairan per infus/sonde/oral sesuai program rehidrasi.
Rasional : Upaya
rehidrasi perlu dilakukan untuk mengatasi masalah kekurangan volume cairan.
2.
Jelaskan
kepada keluarga tentang upaya rehidrasi dan partisipasi yang diharapkan dari
keluarga dalam pemeliharan patensi pemberian infus/selang sonde.
Rasional :
Meningkatkan pemahaman keluarga tentang upaya rehidrasi dan peran keluarga
dalam pelaksanaan terpi rehidrasi.
3.
Kaji
perkembangan keadaan dehidrasi klien.
Rasional : Menilai
perkembangan masalah klien.
4.
Hitung
balans cairan.
Rasional : Penting
untuk menetapkan program rehidrasi selanjutnya.
Dx
3 : Gangguan Pertumbuhan dan Perkembangan
Tujuan
: Klien akan mencapai pertumbuhan dan perkembangan sesuai standar usia.
Kriteria:
–
Pertumbuhan
fisik (ukuran antropometrik) sesuai standar usia.
–
Perkembangan
motorik, bahasa/ kognitif dan personal/sosial sesuai standar usia
Intervensi:
1.
Ajarkan
kepada orang tua tentang standar pertumbuhan fisik dan tugas-tugas perkembangan
sesuai usia anak.
Rasional :
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang keterlambatan pertumbuhan dan
perkembangan anak.
2.
Lakukan
pemberian makanan/ minuman sesuai program terapi diet pemulihan.
Rasional : Diet
khusus untuk pemulihan malnutrisi diprogramkan secara bertahap sesuai dengan
kebutuhan anak dan kemampuan toleransi sistem pencernaan.
3.
Lakukan
pengukuran antropo-metrik secara berkala.
Rasional : Menilai
perkembangan masalah klien.
4.
Lakukan
stimulasi tingkat perkembangan sesuai dengan usia klien.
Rasional :
Stimulasi diperlukan untuk mengejar keterlambatan
5.
Lakukan
rujukan ke lembaga pendukung stimulasi pertumbuhan dan perkembangan
(Puskesmas/Posyandu).
Mempertahankan
kesinambungan program Rasional : stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak
dengan memberdayakan sistem pendukung yang ada.
Dx
4 : Risiko Aspirasi
Tujuan
: Klien tidak mengalami aspirasi.
Kriteria:
–
Pemberian
makan/minuman per sonde dapat dilakukan tanpa mengalami aspirasi.
–
Bunyi
napas normal, ronchi tidak ada
Intervensi:
1.
Periksa
dan pastikan letak selang sonde pada tempat yang semestinya secara berkala.
Rasional :
Merupakan tindakan preventif, meminimalkan risiko aspirasi.
2.
Periksa
residu lambung setiap kali sebelum pemberian makan-an/minuman.
Rasional : Penting
untuk menilai tingkat kemampuan absorbsi saluran cerna dan waktu pemberian
makanan/minuman yang tepat.
3.
Tinggikan
posisi kepala klien selama dan sampai 1 jam setelah pemberian makanan/minuman.
Rasional :
Mencegah refluks yang dapat menimbulkan aspirasi.
4.
Ajarkan/demonstrasikan
tatacara pelaksanaan pemberian makanan/ minuman per sonde, beri kesempatan
keluarga melakukan-nya setelah memastikan keamanan klien/kemampuan keluarga.
Rasional :
Melibatkan keluarga penting bagi tindak lanjut perawatan klien.
5.
Observasi
tanda-tanda aspirasi
Rasional : Menilai perkembangan
masalah klien.
Dx
5 : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
Tujuan
: Klien akan menunjukkan jalan napas yang efektif.
Kriteria:
–
Jalan
napas bersih dari sekret, sesak napas tidak ada, pernapasan cuping hidung tidak
ada, bunyi napas bersih, ronchi tidak ada
Intervensi:
1.
Lakukan
fisioterapi dada dan suction secara berkala.
Rasionalnya
: Fisioterapi dada meningkatkan pelepasan sekret. Suction diperlukan selama
fase hipersekresi trakheobronkhial.
2.
Lakukan
pemberian obat mukolitik/ekspektorans
sesuai program terapi.
Rasional
: Mukolitik memecahkan ikatan mukus; ekspektorans mengencerkan mukus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar