BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Penderita dengan kelainan hormon paratiroid,
tidak tampak jelas pada kehidupan sehari-hari. Kebanyakan pasien dengan
kelainan hormon paratiroid mengalami gangguan dari metabolisme kalsium dan
fosfat. Adapun penyakit yang disebabkan oleh kelainan hormon paratiroid yakni
hipoparatiroid dan hiperparatiroid. Penyebab kelainan hormon paratiroid sendiri
secara spesifik belum diketahui, namun penyebab yang biasa ditemukan yakni
hiperplasia paratiroid, adenoma soliter dan karsinoma paratiroid. Parathormon
yang meningkat menyebabkan resorpsi tulang, ekskresi ginjal menurun dan
absorpsi kalsium oleh usus meningkat. Pada keadaan ini dapat menyebabkan
peningkatan sekresi kalsium sehingga manifestasi klinis yang terjadi pada
kerusakan pada area tulang dan ginjal.Prevalensi penyakit hipoparatiroid di
Indonesia jarang ditemukan. Kira-kira 100 kasus dalam.
Setahun yang dapat diketahui, sedangkan di
negara maju seperti Amerika Serikat penderita penyakit hipoparatiroid lebih
banyak ditemukan, kurang lebih 1000 kasus dalam setahun. Pada Wanita mempunyai
resiko untuk terkena hipoparatiroidisme lebih besar dari pria. Prevalensi
penyakit hiperparatiroid di Indonesia kurang lebih 1000 orang tiap tahunnya.
Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria.
Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang
diketahui terkena penyakit hiperparatiroid tiap tahun. Perbandingan wanita dan
pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas sekitar 2
dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme. Hiperparatiroidisme primer
merupakan salah satu dari 2 penyebab tersering hiperkalsemia; penyebab yang
lain adalah keganasan. Kelainan ini dapat terjadi pada semua usia tetapi yang
tersering adalah pada dekade ke-6 dan wanita lebih serinbg 3 kali dibandingkan
laki-laki. Insidensnya mencapai 1:500-1000. Bila timbul pada anak-anak harus
dipikirkan kemungkinan endokrinopati genetik seperti neoplasia endokrin
multipel tipe I dan II.
Kelenjar paratiroid berfungsi mensekresi
parathormon (PTH), senyawa yang membantu memelihara keseimbangan dari kalsium
dan phosphorus dalam tubuh. Oleh karena itu yang terpenting hormon paratiroid
penting sekali dalam pengaturan kadar kalsium dalam tubuh sesorang. Dengan
mengetahui fungsi dan komplikasi yang dapat terjadi pada kelainan atau gangguan
pada kelenjar paratiroid ini maka perawat dianjurkan untuk lebih peka dan
teliti dalam mengumpulkan data pengkajian awal dan menganalisa suatu respon
tubuh pasien terhadap penyakit, sehingga kelainan pada kelenjar paratiroid
tidak semakin berat.
B.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui apa itu hiperparatiroidisme dan klasifikasinya
2.
Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi dari
hiperparatiroidisme
3.
Untuk mengetahui manifestasi klinik dan komplikasi
hiperparatiroidisme.
4.
Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostik dan penatalaksanaan
hiperparatiroidisme.
5.
Untuk mengetahui proses keperawatan hiperparatiroidisme
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KONSEP MEDIS
1.
Pengertian
Hiperparatiroidisme
adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih
banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid,
satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar
hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. Dengan kata lain satu dari keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang
banyak walaupun kadar kalsium dalam darah normal atau meningkat.
2.
Klasifikasi
a. Primary
hiperparathyroidisme (hiperparatiroidisme primer)
Kebanyakan pasien yang menderita
hiperparatiroidisme primer mempunyai konsentrasi serum hormon paratiroid yang
tinggi. Kebanyakan juga mempunyai konsentrasi serum kalsium yang tinggi, dan
bahkan juga konsentrasi serum ion kalsium yang juga tinggi. Tes diagnostik yang
paling penting untuk kelainan ini adalah menghitung serum hormon paratiroid dan
ion kalsium. Penderita hiperparatiroid primer mengalami peningkatan resiko
terjangkit batu ginjal sejak 10 tahun sebelum didiagnosis. Pengangkatan
paratiroid mereduksi resiko batu ginjal hingga 8.3%, dan bahkan setelah 10
tahun sejak pengangkatan, resiko menjadi hilang.
b. Secondary
hyperparathyroidisme (hiperparatiroidisme sekunder)
Hiperparatiroidisme sekunder adalah
produksi hormon paratiroid yang berlebihan karena rangsangan produksi yang
tidak normal. Secara khusus, kelainan ini berkitan dengan gagal ginjal akut. Penyebab
umum lainnya karena kekurangan vitamin D. (Lawrence Kim, MD, 2005, section 5). Hipersekresi
hormon paratiroid pada hiperparatiroidisme sekunder sebagai respons terhadap
penurunan kadar kalsium terionisasi didalam serum. (Clivge R. Taylor, 2005,
780). Hiperparatiroidisme sekunder adalah hiperplasia kompensatorik keempat
kelenjar yang bertujuan untuk mengoreksi penurunan kadar kalsium serum. Pada
sebagian besar kasus, kadar kalsium serum dikoreksi ke nilai normal, tetapi tidak
mengalami peningkatan. Kadang-kadang, terjadi overkoreksi dan kadar kalsium
serum melebihi normal; pasien kemudian dapat mengalami gejala hiperkalsemia.
c. Hyperparathyroidism
tersier (hiperparatiroidisme tersier.
Hiperparatiroidisme tersier adalah
perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama.
Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan
hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.
3.
Etiologi
a. Hiperparatiroidisme Primer (sekresi PTH tidak
sesuai )
·
Adenoma
(tersering > 80 %)
·
Hiperplasi
(mungkin familial, mungkin disertai dengan neoplasia endokrin multiple atau mungkin
familial dan disertai dengan kalsium urin rendah (hiperkalsemi hipokalsiurik
familial)
·
Kira
– kira 50% tanpa gejala
b. Hiperparatiroidisme Sekunder (sekresi PTH
sesuai)
·
Gagal
ginjal kronik
·
Malabsorbsi
(kelainan gastrointestinal, kelainan hepatobilier)
·
Penyebab
lain dari hipokalsemi
c. Hiperparatiroidisme Tersier (sekresi PTH
autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu)
·
Sangat
jarang
·
Hipernefroma
·
Karsinoma
sel skuamuosa paru
4.
Patofisiologi
Kelenjar
paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan
akan dirangsang bila kadar kalsium rendah. PTH akan merangsang reabsorbsi
kalsium pada tubulus ginjal, meningkatkan absorbsi kalsium pada usus halus,
sebaliknya mengurangkan reabsorbsi fosfat dan melepaskan kalsium dari tulang.
Jadi PTH akan aktif bekerja pada tiga titik sasaran utama dalam mengendalikan
homeostasis kalsium iaitu di ginjal, tulang dan usus.
Hiperparatiroid
primer terjadi akibat meningkatnya sekresi PTH, biasanya adanya suatu edema
paratiroid. Normalnya, kadar kalsium yang rendah menstimulasi sekresi PTH,
sedangkan kadar kalsium yang tinggi menghambat sekresi PTH. Pada
hiperparatiroid primer, PTH tidak tertekan dengan meningkatnya kadar kalsium,
hal ini menimbulkan keadaan hiperkalsemia. Dalam beberapa hal, peningkatan
kalsium serum merupakan satu – satunya tanda disfungsi paratiroid dan
terdeteksi dengan pemeriksaan rutin. Akibat peningkatan kalsium pada otot
menimbulkan hipotonusitas otot – otot kerangka, reflek tendon dan otot – otot
gastrointestinal. Melemahnya otot dan timbulnya kelemahan sering dijumpai. Jika
kadar kalsium serum meningkat antara 16 sampai 18 mg/dl, krisis hiperkalsemia
akut terjadi. Muntah –muntah dengan hebat menyebabkan dehidrasi dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Hiperparatiroid
sekunder timbul karena suatu keadaan hipokalsemi kronik, seperti pada gagal
ginjal. Hiperplasi kelenjar paratiroid terjadi dengan meningkatnya PTH. Pada
beberapa pasien dengan keadaan ini, kelenjar paratiroid memiliki sifat otonom
dan kehilangan sifat responsivitasnya terhadap kadar kalsium serum
(hiperparatiroid tersier).
Hiperparatiroid
menyebabkan hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Terdapat peningkatan ekresi baik
kalsium maupun fosfat urin dengan efek sebagai berikut :
·
Ketidakmampuan
ginjal untuk memekatkan urin.
·
Poliuria
·
Peningkatan risiko
terjadinya batu ginjal dengan akibat selanjutnya berupa obstruksi saluran
kencing maupun infeksi.
·
Kalsifikasi tubuli
renalis.
Kehilangan kalsium dari jaringan tulang mengawali
demineralisasi tulang, fraktur patologis, atau penyakit kista tulang yang
menyebabkan nyeri tulang.
5.
Tanda dan
gejala
Pasien
mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot,
mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua
ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi
psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan
neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan
potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan
batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme
primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis
da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi, pielonefritis
serta gagal ginjal.
Gejala
muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian;
nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan
badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan
faktor risiko terjadinya fraktur. Insidens ulkus peptikum dan prankreatis
meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat menyebabkan terjadinya gejala
gastroitestinal.
6.
Komplikasi
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada
hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada kenaikan kadar kalsium serum yang
ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L) akan mengakibatkan gejala
neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa kematian. Pembentukan
batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme
yang penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer.
Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan
ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
7.
Pemeriksaan diagnostik
Hiperparatiroidisme
didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah
disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan
tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya hiperparatiroidisme yang
menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon paratiroid.
Pemeriksaan radiommunoassay untuk parathormon
sangat sensitive dan dapat menbedakan Hiperparatiroidisme primer dengan
penyebab hiperkalsemia lainnya pada lebih dari 90% pasien yang mengalami
kenaikan kadar kalsium serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena
kadar dalam serum ini dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada
ginjal serta tulang. Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar
X atau pemindai tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Pemeriksaan
antibodi ganda hormon paratiroid digunakan untuk membedakan Hiperparatiroidisme
perimer dengan keganasan, yang dapat menjadi penyebab hiperkalsemia.
Pemeriksaan USG, MRI , pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan
untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar
paratiroid.
8.
Penatalaksanaan
a.
Hidrasi.
Karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi
maka penderita Hiperparatiroidisme dapat menderita penyakit batu ginjal. Di
samping itu, pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya risiko
krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segeramencari
bantuan media jika terjadi kondiso yang menimbulkan dehidrasi ( muntah,diare ).
b.
Mobilitas
Mobilitas pasien dengan banyak berjalan atau
penggunaan kursi goyang harus diupayakan sebanyak mungkin karena tulang yang
mengalami stress normal akan melepaskan kalsium dalam jumlah sedikit.
c.
Diet dan obat-obatan.
Kebutuhan
nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan untuk menghindari diet
kalsium-terbatas atau kalium-berlebih.
B.
PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan yang rinci mencakup :
a. Riwayat kesehatan klien.
b. Riwayat penyakit dalam keluarga.
c. Keluhan utama, antara lain :
1) Sakit kepala, kelemahan, lethargi dan kelelahan otot
2) Gangguan pencernaan seperti mual, muntah, anorexia,
obstipasi, dan nyeri lambung yang akan disertai penurunan berat badan
3) Depresi
4) Nyeri tulang dan sendi.
d. Riwayat trauma/fraktur tulang.
e. Riwayat radiasi daerah leher dan kepala.
f.
Pemeriksaan fisik
yang mencakup :
1. Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
2. Amati warna kulit, apakah tampak pucat.
3. Perubahan tingkat kesadaran.
g. Bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda
psikosis organik seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian
akan mengancam.
h. Pemeriksaan
diagnostik, termasuk :
1. Pemeriksaan laboratorium : dilakukan untuk menentukan
kadar kalsium dalam plasma yang merupakan pemeriksaan terpenting dalam
menegakkan kondisi hiperparatiroidisme. Hasil pemeriksaan laboratorium pada
hiperparatiroidisme primer akan ditemukan peningkatan kadar kalsium serum;
kadar serum posfat anorganik menurun sementara kadar kalsium dan posfat urine
meningkat.
2. Pemeriksaan radiologi, akan tampak penipisan tulang dan
terbentuk kista dan trabekula pada tulang.
2. Diagnosa
keperawatan
1.
Risiko
cedera berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur
patologi.
2.
Kerusakan
eliminasi urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap
hiperkalsemia, dan hiperfosfatemia.
3.
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia dan mual
4.
Konstipasi
berhubungan dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran
gastrointestinal
3. Perencanaan
keperawatan
Diagnosa I : Risiko cedera
berhubungan dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Tujuan
: Setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan klien tidak akan mengalami cedera.
NOC : Pengendalian resiko
Kriteria hasil :
·
Pantau
faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
·
Mengembangkan
dan mengikuti strategi pengendalian resiko
·
Mempersiapkan
lingkungan yang aman
·
Mengidentifikasikan
yang dapat meningkatkan risiko cedera
·
Menghindari
cedera fisik
NIC : Mencegah jatuh
Intervensi :
·
Identifikasi
faktor yang mempengaruhi kebutuhan keamanan.
·
Identifikasi
faktor lingkungan yang memungkinkan risiko jatuh
·
Periksa
pasien apakah mengalami /terkena kontriksi karena bekuan darah tersayat, luka
bakar, atau memar.
Diagnosa II : Kerusakan eliminasi urine berhubungan
dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia, dan
hiperfosfatemia.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan klien akan kembali pada haluaran urine normal, seperti yang
ditunjukan oleh tidak terbentuknya batu dan haluaran urine 30 – 60 ml/jam
NOC: Eliminasi urine
Kriteria hasil:
·
Mampu
ke toilet secara mandiri
·
Tidak
ada infeksi saluran kemih
·
Pola
pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
·
Eliminasi
urine tidak terganggu
NIC : Penatalaksanaan
eliminasi urine
Intervensi :
·
Pantau
eliminasi urine meliputi frekuensi,konsistensi, bau, volume, dan warna yang
tepat.
·
Dapatkan
spesimen urine pancar tengah untuk urinalisis dengan tepat
·
Instruksikan
pasien untuk berespon segera terhadap kebutuhan eliminasi urine.
·
Ajarkan
pasien untuk minum 200 ml cairan saat makan diantara waktu makan dan diawal
petang.
·
Informasikan
pada pasien tentang tanda dan gejala infeksi saluran kemih.
Diagnosa III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan klien akan mendapat asupan makanan yang adekuat, seperti
yang dibuktikan oleh tidak adanya mual dan kembali pada atau dapat
mempertahankan berat badan ideal.
NOC : Nutritional status :
food and fluid intake
Kriteria hasil :
·
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·
Berat
badan ideal seuai dengan tinggi badan.
·
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
·
Tidak
ada tanda – tanda malnutrisi.
·
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti.
NIC : Nutrition management
Intervensi :
·
Kaji
adanya alergi makanan
·
Kolaborasi
dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan
pasien.
·
Yakinkan
diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi.
·
Berikan
makanan yang sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi (diit rendah kalsium untuk
memperbaiki hiperkalsemia)
Diagnosa IV : Konstipasi berhubungan
dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan klien akan mempertahankan pola BAB normal, seperti yang
dibuktikan oleh BAB setiap hari (sesuai dengan kebiasaan pasien).
NOC : Eliminasi defekasi
Kriteria hasil :
·
Mengeluarkan
feses tanpa bantuan
·
Mengkonsumsi
cairan dan serat yang adekuat
·
Latihan dalam jumlah yang adekuat
·
Melaporkan
keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri.
NIC : Penatalaksanaan
konstipasi
Intervensi :
·
Kaji
warna dan konsistensi feses
·
Kaji
adanya inpaksi
·
Pantau
adanya tanda dan gejala ruptur usus
·
Ajarkan
pada pasien tentang efek diet (misal : cairan dan serat ) pada eliminasi.
·
Tekankan
penghindaran mengejan selama defekasi untuk mencegah perubahan pada tanda
vital.
4. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan
kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki
kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai
kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementtasi harus
berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan
keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi.
5. Evaluasi
Diagnosa I : Risiko cedera berhubungan
dengan demineralisasi tulang yang mengakibatkan fraktur patologi.
Kriteria
hasil :
·
Pantau
faktor resiko perilaku pribadi dan lingkungan
·
Mengembangkan
dan mengikuti strategi pengendalian risiko
·
Mempersiapkan
lingkungan yang aman
·
Mengidentifikasikan
yang dapat meningkatkan reiko cedera
·
Menghindari
cedera fisik
Diagnosa
II : Kerusakan eliminasi
urine berhubungan dengan keterlibatan ginjal sekunder terhadap hiperkalsemia,
dan hiperfosfatemia.
Kriteria hasil:
·
Mampu
ke toilet secara mandiri
·
Tidak
ada infeksi saluran kemih
·
Pola
pengeluaran urine yang dapat diperkirakan
·
Eliminasi
urine tidak terganggu
Diagnosa
III : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan mual
Kriteria hasil :
·
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan.
·
Berat
badan ideal seuai dengan tinggi badan.
·
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
·
Tidak
ada tanda – tanda malnutrisi.
·
Tidak
terjadi penurunan berat badan yang berarti.
Diagnosa
IV : Konstipasi berhubungan
dengan efek merugikan dari hiperkalsemia pada saluran gastrointestinal.
Kriteria hasil :
·
Mengeluarkan
feses tanpa bantuan
·
Mengkonsumsi
cairan dan serat yang adekuat
·
Latihan
dalam jumlah yang adekuat
·
Melaporkan
keluarnya feses dengan berkurangnya nyeri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a. Hiperparatiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar
paratiroid memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya. Pada
pasien dengan hiperparatiroid, satu dari keempat kelenjar paratiroid yang tidak
normal dapat membuat kadar hormon paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar
kalsium. Ada tiga
klasifikasi dari hiperparatiroidisme yaitu sekunder, primer dan tersier.
b. Etiologi
dari Hiperparatiroidisme
Primer (sekresi PTH tidak sesuai ) Adenoma (tersering > 80 %) dan
Hiperplasi, Hiperparatiroidisme Sekunder (sekresi PTH
sesuai) penyebabnya Gagal ginjal kronik dan Hiperparatiroidisme Tersier (sekresi PTH
autonom ditambah dengan hiperparatiroid sekunder terdahulu) penyebabnya Sangat
jarang. Untuk patofisiologinya Kelenjar
paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid (parathyroid hormone, PTH) yang
bersama-sama dengan Vit D3 (1.25-dthydroxycholccalciferal), dan kalsitonin
mengatur kadar kalsium dalam darah. Sintesis PTH dikendalikan oleh kadar
kalsium plasma, hormon tidak akan di sintesis bila kadar kalsium tinggi dan
akan dirangsang bila kadar kalsium rendah.
c.
Tanda dan gejala dari hiperparatirodisme Pasien
mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Sedangkan untuk komplikasinya bisa terjadi krisis
hiperkalsemia akut dan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal.
d.
Pemeriksaan diagnostik antara
lain Pemeriksaan radiommunoassay, Sinar X, Pemeriksaan antibodi ganda hormon
paratiroid dan Pemeriksaan USG, MRI,
pemindai thallium serta biopsi jarum halus . Penatalaksanaannya Hidrasi ,
Mobilitas dan Diet dan obat-obatan
e. Proses
keperawatan hiperparatiroidisme terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi keperawatan seperti pada proses
keperawatan lainnya pada kelainan kelenjar endokrin.
B.
Saran
Melihat
dari kasus kelainan pada kelenjar paratiroid, maka diharapkan para tenaga medis
dan perawat harus lebih profesional dan berpengalaman dalam mengkaji seluruh
sistem metabolisme yang mungkin terganggu karena adanya kelainan pada kelenjar
paratiroid. Karena penanganan dan pengkajian yang tepat akan menentukan penatalaksanaan
pengobatan yang cepat dan tepat pula pada kelainan kelenjar paratiroid.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar