Sabtu, 09 Agustus 2014

TRAKSI

Bab I
Pendahuluan
A.    Latar belakang

Saat ini, penyakit muskuloskeletal telah menjadi masalah yang banyak dijumpai di pusat-pusat pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Penyebab fraktur terbanyak adalah karena kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas ini, selain menyebabkan fraktur, menurut WHO, juga menyebabkan kematian 1,25 juta orang setiap tahunnya, dimana sebagian besar korbannya adalah remaja atau dewasa muda.
Prinsip Traksi adalah menarik tahanan yang diaplikasikan pada bagian tubuh, tungkai, pelvis atau tulang belakang dan menarik tahanan yang diaplikasikan pada arah yang berlawanan yang disebut dengan countertraksi. Tahanan dalam traksi didasari pada hokum ketiga (Footner, 1992 and Dave, 1995). Traksi dapat dicapai melalui tangan sebagai traksi manual, penggunaan talim splint, dan berat sebagaimana pada traksi kulit serta melalui pin, wire, dan tongs yang dimasukkan kedalam tulang sebagai traksi skeletal (Taylor, 1987 and Osmond, 1999).
Penggunaan traksi telah dimulai 3000 tahun yang lalu. Suku Aztec dan mesir menggunakan traksi manual dan membuat splint dari cabang pohon (Styrcula, 1994 a and Osmond, 1990) dan Hippocrates (350 BC) menulis tentang traksi manual dan tahanan ekstensi dan ekstensi yang berlawanan (Styrcula, 1994 a: 71).
Pada tahun 1340 ahli bedah Perancis bernama Guy de Chauliac menulis tentang traksi isotonic dengan berat yang ditahan pada kaki tempat tidur pasien, tetapi akibat pertimbangan praktek hal ini dilakukan hingga tahun 1829 ketika traksi berkesinambungan diaplikasikan secara luas (Peltier, 1968: 1603). Sekitar tahun 1848 Josiah Crosby seorang klinisi amerika merupakan orang yang pertama mempromosikan dan menunjukkan traksi kulit yang lebih efektif tidak hanya sebagai terapi dari fraktur melainkan juga untuk menanani deformitas panggul (Peltier, 1968: 1609). Hal ini meripakan aplikasi yang membuat perhatian Gurdon Buck yang pada tahun 1861 melalui pengetahuannya terhadap kerja Crosby mempunyai traksi kulit yang dinamakan nama dirinya sendiri. Hal ini tidak dilakukan hingga pada tahun 1921 seorang ahli bedah Australia Hamilton Russel meluaskan konsep traksi Buck dengan menggunakan doktrin Pott’s (1780) bahwa fraktur tungkai harus ditempatkan pada posisi pada otot yang relaksm dinamakan fleksi panggul dan lutut, dengan mengembangkan traksi Hamilton Russel (Peltier, 1968:1612).26 tahun sebelumnya, pada bulan desember 1895, seorang professor German bernama Röntgen mempublikasikan observasinya dengan ‘tipe baru X-Ray’ dimana dimulai era baru dalam penelitian fraktur (Peltier, 1968:1613). Dengan menggunakan X-Ray untuk menilai terapi fraktur, dunia ortopedi berhadapan dengan kenyataan dimana terapi traksi Buck tidak memuaskan 100% pada semua kasus dan tahun 1907 Fritz secara sukses mengembangkan traksi skeletal dengan menggunakan pin yang dimasukkan kedalam kondylus femur.(Peltier,1968: 1615).
Traksi telah menjadi sebuah ketetapan dalam management ortopedi hingga 1940 ketika fiksasi internal menggunakan nail, pin dan plate menjadi praktek yang sering. Pengembangan ini berpasangan dengan kurangnya pembedahan fraktur dengan kebutuhan ekonomi untuk perawatan rumah sakit yang lebih

B.     Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah
1.      Untuk mengetahui pengertian dari traksi
2.      Untuk mengetahui pengklasifikasi traksi
3.      Untuk mengetahui beban pemasangan untuk traksi
4.       Untuk mengetahui indikasi pada pemasangan traksi
5.      Untuk mengetahui tujuan pemasangan traksi
6.      Untuk mengetahui prinsip pemasangan traksi
7.      Untuk mengetahui prinsip perawatan traksi
8.      Untuk mengetahui komplikasi potensial yang muncul pada pemasangan traksi
9.      Untuk mengetahui pemeriksaan diagnostic yang digunakan untuk pemasangan traksi
10.  Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian dari pemakaian traksi
11.  Untuk mengetahui proses keperawatan pada pemasangan traksi


C.     
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian

Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untik mereduksi, mensejajarkan, mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang. Traksi harus di berikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untk mendapatkan efek teraupetik. Faktor-faktor yang mengganggu keefektifan tarikan traksi harus dihilangkan.

Kadang, traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarkan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama, nerkontrasi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tarikan tersebut dikenal sbagai vector gaya. Resultanta gaya tarikan yang sebenarnya terletak ditempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar x, dan mungkin diperlukan penyesuain. Bila otot dan jaringan lunak sudah relaks berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang di inginkan. (Brunner and Suddarth, 2002)

B.     Klasifikasi Traksi
Adapun jenis-jenis traksi adalah sebagai berikut:
1. Traksi Lurus Atau Langsung
Memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring ditempat tidur. Traksi ekstensi buck dan ekstraksi pelvis, merupakan contoh traksi lurus.



Gambar Traksi Ekstensi Buck


Gambar Ekstensi Pelvis


2. Traksi Suspense Seimbang
Memberi dukungan pada ekstremitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu tanpa terputus garis tarikan.
Traksi dapat dilakukan pada kulit (traksi kulit) atau langsung keskelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditententukan oleh tujuan traksi.
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, memberikan perawatan kulit dibawah boot busa ekstensi buck, atau saat menyesuaikan dan mengatur alat traksi.

C.    Beban Traksi
Dibawah ini beban traksi yang digunakan untuk anak-anak dan dewasa :
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).

D.    Indikasi
Adapun indikasi pada pemasangan traksi yaitu :
1.      Traksi Lurus
Traksi buck, indikasi yang paling sering untuk jenis traksi ini adalah untuk mengistirahatkan sendi lutut pasca trauma sebelum lutut tersebut diperiksa dan diperbaiki lebih lanjut
2.      Traksi rangka seimbang
ini terutama dipakai untuk merawat patah tulang pada korpus pemoralis orang dewasa
3.      Traksi Kulit Bryani
Sering digunakan untuk merawat anak kecil yang mengalami patah tulang paha

E.     Tujuan Pemasangan Traksi
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang. Traksi harus diberikan dengan arah dan besaran yang diinginkan untuk mendapatkan efek terapeutik, tetapi kadang-kadang traksi harus dipasang dengan arah yang lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan (Barbara, 1998).

F.     Prinsip Pemasangan Traksi
Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut. Efek traksi yang dipasang harus dievaluasi dengan sinar X, dan mungkin diperlukan penyesuaian. Bila otot dan jaringan lunak sudah rileks, berat yang digunakan harus diganti untuk memperoleh gaya tarikan yang diinginkan.

1.      Traksi lurus atau langsung memberikan gaya tarikan dalam satu garis lurus dengan bagian tubuh berbaring di tempat tidur. Traksi ektensi buck dan traksi pelvis merupakan contoh traksi lurus.
2.      Traksi suspensi seimbang memberikan dukungan pada ektermitas yang sakit diatas tempat tidur sehingga memungkinkan mobilisasi pasien sampai batas tertentu yanpa terputus garis tarikan. Tarikan dapat dilakukan pada kulit ( traksi kulit ) atau langsung kesekelet tubuh (traksi skelet). Cara pemasangan ditentukan oleh tujuan traksi
Traksi dapat dipasang dengan tangan (traksi manual). Ini merupakan traksi yang sangat sementara yang bisa digunakan pada saat pemasangan gips, harus dipikirkan adanya kontraksi

Pada setiap pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi adalah gaya yang
bekerja dengan arah yang berlawanan ( hukum Newton III mengenai gerak, menyebutkan bahwa bila ada aksi maka akan terjadi reaksi dengan besar yang sama namun arahnya yang berlawanan ) umumnya berat badan pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mampu memberikan kontraksi.
Walaupun hanya traksi untuk ektermitas bawah yang dijelaskan secara terinci, tetapi semua prinsip-prinsip ini berlaku untuk mengatasi patah tulang pada ektermitas atas.
Imobilisasi dapat menyebabkan berkurangnya kekuatan otot dan densitas tulang dengan agak cepat, terapi fisik harus dimulai segera agar dapat mengurangi keadaan ini.misalnya, seorang dengan patah tulang femur diharuskan memakai kruk untuk waktu yang lama. Rencana latihan untuk mempertahankan pergerakan ektermitas atas, dan untuk meningkatkan kekuatannya harus dimulai segera setelah cedera terjadinya (Wilson, 1995 ).

Prinsip traksi efektif :
1.      Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif
2.      Traksi harus berkesinambungan agar reduksi dan imobilisasi fraktur efektif
3.      Traksi kulit pelvis dan serviks sering digunakan untuk mengurangi spasme otot dan biasanya diberikan sebagai traksi intermiten
4.      Traksi skelet tidak boleh terputus
5.      Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten
6.      Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis resultanta tarikan harus dihilangkan
7.      Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
8.      Tali tidak boleh macet
9.      Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai
10.  Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh katrol atau kaki tempat tidur.
11.  Selalu dikontrol dengan sinar roentgen ( Brunner & suddarth,2001 ).

G.    Prinsip Perawatan Traksi
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
1.      Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
2.      Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3.      Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.      Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5.      Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.      Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.      Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.      Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.      Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema

H.    Komplikasi Potensial
Berdasarkan pengkajian data, komplikasi potensial yang mungkin timbul meliputi :
1.      Dekubitus
Dekubitus, kulit pasien diperiksa sesering mungkin mengenai tanda tekanan atau lecet. Perhatian khusus diberikan pada tonjolan tulang. Perlu diberikan intervensi awal untuk mengurangi tekanan. Perubahan posisi pasien perlu sering dilakukan dan memakai alat pelindung kulit sangat membantu. Bila risiko kerusakan kulit sangat tinggi, seperti pada pasien trauma ganda atau pada pasien lansia yang lemah, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan tempat tidur khusus untuk membantu mencegah kerusakan kullit. Bila telah terbentuk ulkus akibat tekanan, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya.

2.      Kungesti paru dan pneumonia
Kongesti paru/pneumonia. Paru pasien diauskultasi untuk mengetahui status pernapasannya. Pasien diajari untuk menarik napas dalam dan batuk-batuk untuk membantu pengembangan penuh paru-paru dan mengeluarkan skresi paru. Bila riwayat pasien dan data dasar pengkajian menunjukkan bahwa pasien mempunyai resiko tinggi mengalami komplikasi respirasi, perawat harus berkonsultasi dengan dokter mengenai penggunaan terapi khusus. Bila telah terjadi masalah respirasi, perlu diberikan terapi sesuai resep.

3.      Konstipasi dan Anoreksia
Konstipasi dan anoreksia. Penurunan motilitas gastrointestinal menyebabkan anorekksia dan konnstipasi. Diet tnggi serat dan tinggi cairan dapat membantu merangsanng motilitas gaster. Bila telah terjadi konstipasi, perawat dapat berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganannya, yang mungkin meliputi pelunak tinja, laksatif, supositoria, dan enema. Untuk memmperbaiki nafsu makan pasien, harus dicatat makanan apa yang disukai pasien dan dimasukkan dalam program diet, sesuai kebutuhan.

4.      Stasis dan infeksi kemih
Stasis dan infeksi saluran kemih. Pengosongan kandung kemih yang tak tuntas Karena posisi pasien di tempat tidur dapat mengakibatkan stasis dan infeksi saluran kemih. Selain itu pasien mungkin merasa bahwa menggunakan pispot di tempat tidur kurang nyaman dan membatasi cairan masuk untuk mengurangi frekuensi berkemih. Perawat harus memantau masukan cairan dan sifat kemih. Perawat harus mengajar pasien untuk meminum cairan dalam jumlah yang cukup dan berkemih tiap 2 sampai 3 jam sekali. Bila pasien memperlihatkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih, perawat segera berkonsultasi dengan dokter mengenai penanganan masalah ini.

5.      Thrombosis vena dalam
Trombosis vena profunda. Stasis vena terjadi akibat imobilitas. Perawat harus mmengajar pasien untuk malakuka latihan tumit dan kaki dalam batas terapi traksi secara teratur sepanjang hari untuk mencegah terjadinya trombosis vena provunda (DVT). Pasien didorong untuk meminum air untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsenntrasi yang menyertainya, yang akan mengakibatkan stasis. Perawat memantau pasien terhadap terjadinya tanda DVT dan melaporkan hasil temuannya segera mungkin ke dokter untuk evaluasi definitive dan terapi. (Brunner and Suddarth, 2002)

I.       Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemerikasaan diagnostic yang idlakukan adalah
1.      Pemeriksaan foto polos sevikal
Tes diagnostic pertama yang sering dilakukan pada pasien dengan keluhan nyeri leher. Foto polos sevikal sangat penting untuk mendeteksi adanya fraktur dan subluksasi pada pasien dengan trauma leher.
2.      CT Scan
Pemeriksaan ini dapat memberikan visualisasi yang baik komponen tulang sevikal dan sangat membantu bila ada fraktur akut.
3.      MRI ( Magnetic resonance imaging )
Pemeriksaan ini sudah menjadi metode imajing pilihan untuk daerah sevikal MRI dapat mendeteksi kelainan ligament maupun discus.MRI menggunakan medan magnet kuat dan frekuensi radio dan bila bercampur dengan frekuensi radio yang dilepaskan oleh jaringan tubuh akan menghasilkan citra MRI yang berguna dalam mendiagnosis tumor, infrak, dan kelainan pada pembuluh darah. Pada pemeriksaan ini, penderita tidak terpajan oleh radiasi dan tidak merasa nyeri walaupun pasien dapat mengeluh klaustrofobia dan suara logam yang mengganggu selama prosedur ini.
4.      Elektrokardiografi ( EMG)
Pemeriksaan ini membantu mengetahui apakah suatu gangguan bersifat neurogenik atau tidak. Karena pasien dengan spasme otot, atritis juga mempunyai gejala yang sama. Selain itu juga untuk menentukan level dari iritasi/ kompresi radiks, membedakan lesi radiks dan lesi saraf perifer, membedakan adanya iritasi atau kompresi.

J.      Keuntungan Dan Kerugian Pemakaian Traksi
Keutungan dan kerugian yang dapat timbul dari penggunaan traksi yaitu :
*      Keuntungan pemakaian traksi :
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit

*      Kerugian pemakaian traksi :
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.



BAB III
PROSES KEPERAWATAN

A.    Pengkajian keperawatan
1.      Yang perlu di kaji pada klien dengan traksi, yaitu :
·          Dampak psikologik dan fisilogik masalah moskuloskeletal dengan terpasang traksi.
·          Adanya tanda – tanda disorientasi, kebigungan, dan masalah perilaku klien akibat terkungkung pada tempat terbatas dalam waktu yang cukup lama.
·          Tingkat ansietas klien dan respon psikologi terhadapa traksi.
·          Status neurovaskuler, meliputi suhu, warna, dan pengisian kapiler.
·          Integritas kulit.
·          System intugumen perlu di kaji adanya ulkus akibat tekanan, dekubitus.
·          System respirasi perlu di kaji adanya kongesti paru, stasis pneumonia.
·          System gastrointestinal perlu di kaji adanya konstipasi, kehilangan nafsu makan (anoreksia).
·          System perkemihan perlu di kaji adanya stasis kemih, dan ISK.
·          System kardiovaskuler perlu di kaji adanya perubahan dan gangguan pada kardiovaskuler.
·          Adanya nyeri tekan betis, hangat, kemerahan, bengkak, atau tanda homa positif (tidak nyaman ketika kaki didorsofleksi dengan kuat) mengarahkan adanya thrombosis vena dalam.

Sedangkan pengkajian secara umum pada pasien traksi, meliputi :
1.      Status neurology.
2.      Kulit (dekubitus, kerusakan jaringan kulit).
3.      Fungsi respirasi (frekuensi, regular/ irregular).
4.      Fungsi gastroinstetinal (konstipasi, dullness).
5.      Fungsi perkemihan (retensi urin, ISK).
6.      Fungsi kardiovaskuler (nadi, tekanan darah, perfusi ke daerah traksi, akral dingin).
7.      Status nutrisi (anoreksia).
8.      Nyeri.

B.     Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1.      Kurang pengetahuan mengenai program terapi.
2.      Ansietas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
3.      Nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilisasi.
4.      Kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.
5.      Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
6.      Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
C.    Intervensi keperawatan
1.      Dx. Keperawatan : kurang pengetahuan mengenai program terapi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan pengetahuan klien mengenai program terapi bertambah.
kriteria hasil : klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan.
Intervensi :
1.      Diskusikan masalah patologik. R/ membantu perencanaan dasar.
2.      Jelaskan alasan pemberian terapi traksi. R/ Agar klien mengetahui tujuan pemasanngan traksi.
3.      Ulangi dan berikan informasi sesering mungkin. R/ membuat pasien lebih koperatif.
4.      Dorong partisipasi aktif klien dalam perawatan. R/ membantu dalam proses kemandirian pasien.
2.      Dx. Keperawatan : Ansientas berhubungan dengan status kesehatan dan alat traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukan penurunan ansietas.
Kriteria hasil : klien berpartispasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan dengan aktif.
Intervensi :
1.      Jelaskan prosedur, tujuan, implikasi pemasangan traksi. R/ membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
2.      Diskusikan bersama klien tentang apa yang dikerjakan dan mengapa perlu dilakukan. R/ membantu klien untuk mengerti mengenai regimen terapi.
3.      Lakukan kunjungan yang sering setelah pemasangan traksi. R/ memantau keadaan klien setelah dilakukan pemasangan traksi.
4.      Doronng klien mengekspresikan perasaan dan dengarkan dengan aktif. R/ membantu mengkaji tingkat ansietas klien.
5.      Anjurkan keluarga dan kerabat untuk sering berkunjung. R/ support dan dukungan akan mengurangi ansietas yang dialami klien.
6.      Berikan aktivitas pengalih. R/ mengurangi ansietas klien selama program terapi.
3.      Dx. Keperawatan : nyeri berhubungan dengan traksi dan imobilasasi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menyebutkan peningkatan kenyamanan.
Kriteria hasil : klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat tenang.
Intervensi :
1.      Berikan penyangga berupa papan pada tempat tidur dari kasur yang padat. R/ membantu posisi klien lebih nyaman.
2.      Gunakan bantalan kasur khusus. R/ meminimalkan terjadi ulkus.
3.      Miringkan dan rubah posisi klien dalam batas – batas traksi. R/ membantu dalam sirkulasi ke area traksi.
4.      Bebaskan linen tempat tidur dari lipatan dan kelembaban. R/ membantu mencegah terjadi nya dekubitus.
5.      Observasi setiap keluhan klien. R/ membantu dalam mengidentifikasikan terjadinya gangguan komplikasi dan rencana perawatan selanjutnya.
4.      Dx. Keperawatan : kurang perawatan diri (makan, hygiene, atau toileting) berhubungan dengan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, klien mampu melakukan perawatan diri.
Kriteria hasil : klien hanya memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian, dan toileting.
Intervensi :
1.      Bantu klien memenuhi kebutuhannya sehari – hari, seperti makan, mandi, dan berpakaian. R/ membantu klien dalam ADL.
2.      Dekatkan alat bantu disamping klien. R/ memudahkan klien untuk memenuhi perawatan dirinya secara mandiri.
3.      Tingkatkan rutinitas. R/ memaksimalkan kemandirian klien.

5.      Dx. Keperawatan : gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan proses penyakit dan traksi.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan klien menunjukkan mobilitas yang meningkat.
Kriteria hasil : klien melakukan latihan yang di anjurkan. Menggunakan alat bantu yang aman.
Intervensi :
1.      Dorong klien untuk melakukan latihan otot dan sendi yang tidak diimobilisasi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
2.      Anjurkan klien untuk mengerakkan secara aktif semua sendi. R/ mencegah terjadinya kaku otot dan sendi.
3.      Konsultasikan dengan ahli fisioterapi. R/ membantu dalam menentukkan program terapi selanjutnya.
4.      Pertahankan gaya tarikan dan posisi yang benar. R/ menghindari komplikasi akibat ketidaksejajaran.
6.      Dx. Keperawatan : resiko kerusakan gangguan integritas kulit berhubungan dengan pertahanan primer tidak efektif, pembedahan.
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 4 x 24 jam, diharapkan tidak terjadi gangguan  integritas kulit.
Kriteria hasil : tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan.
Intervensi :
1.      Periksa kulit dari adanya tanda tekanan dan lecet. R/ membantu dalam pemberian intervensi awal untuk mengurangi tekanan.
2.      Rubah posisi dengan sering dan memakai alat pelindung kulit (misalnya pelindung siku). R/ mencegah terjadinya luka tekan dan sangat membantu perubahan posisi.
3.      Konsultasikan penggunaan tempat tidur khusus. R/ mencegah kerusakan kulit.
4.      Bila sudah ada ulkus akibat tekanan, perawat harus konsultasi dengan dokter atau ahli terapi enterostomal, mengenai penangananya. R/ membantu dalam intervensi dan penatalaksanaan lebih lanjut.
D.    Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan, penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi koping.

E.     Evaluasi
Setelah diberikan asuhan keperawatan, diharapkan dapat tercapai tujuan dan kriteria hasil.
1.      Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dalam rencana perawatan.
2.      Klien berpartisipasi aktif dalam perawatan, mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien menurun.
3.      Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungkin sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.
4.      Klien memerlukan sedikit bantuan pada saat makan, mandi, berpakaian dan toileting.
5.      Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, menggunakan alat bantu yang aman.
6.      Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, atau tidak terjadi luka tekan lebih luas. 


























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Traksi adalah pemasangan gaya tarikan kebagian tubuh. Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot; untik mereduksi, mensejajarkan, mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas; dan untuk menambah ruangan diantara kedua permukaan patahan tulang.

Klasifikasi traksi
a.       Traksi lurus atau langsung
b.      Traksi suspense atau seimbang

Beban Traksi
Dibawah ini beban traksi yang digunakan untuk anak-anak dan dewasa :
1. Dewasa = 5 - 7 Kg
2. Anak = 1/13 x BB (Barbara, 1998).

Indikasi Pemasangan Traksi Pada
1.       Traksi lurus
2.       Traksi seimbang
3.       Traksi kulit bryani

Tujuan Pemasangan Traksi
Traksi digunakan untuk meminimalkan spasme otot, untuk mereduksi, mensejajarkan, dan mengimobilisasi fraktur, untuk mengurangi deformitas, untuk menambah ruang diantara dua permukaan antara patahan tulang.

Prinsip Pemasangan Traksi
Traksi harus dipasang dengan arah lebih dari satu untuk mendapatkan garis tarikan yang diinginkan. Dengan cara ini, bagian garis tarikan yang pertama berkontraksi terhadap garis tarikan lainnya. Garis-garis tersebut dikenal sebagai vektor gaya. Resultanta adalah gaya tarikan yang sebenarnya terletak di tempat diantara kedua garis tarikan tersebut.

Prinsip Perawatan Traksi
Adapun prinsip perawatan traksi sebagai berikut
1.      Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik
2.      Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.
3.      Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.
4.      Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunakan teknik aseptic dengan tepat.
5.      Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.
6.      Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.
7.      Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan imajinasi, nafas dalam.
8.      Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan
9.      Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: edema, eritema

Komplikasi Potensial
Berdasarkan pengkajian data, komplikasi potensial yang mungkin timbul meliputi :
a)      Dekubitus
b)      Kungesti paru dan pneumonia
c)      Konstipasi dan Anoreksia
d)     Stasis dan infeksi kemih
e)      Thrombosis vena dalam



Pemeriksaan Diagnostik
Beberapa pemerikasaan diagnostic yang dilakukan adalah
1.      Pemeriksaan foto polos sevikal
2.      CT Scan
3.      MRI ( Magnetic resonance imaging )
4.      Elektrokardiografi ( EMG)

Keuntungan Dan Kerugian Pemakaian Traksi
Keutungan dan kerugian yang dapat timbul dari penggunaan traksi yaitu :
*      Keuntungan pemakaian traksi :
1. Menurunkan nyeri spasme
2. Mengoreksi dan mencegah deformitas
3. Mengimobilisasi sendi yang sakit

*      Kerugian pemakaian traksi :
1. Perawatan RS lebih lama
2. Mobilisasi terbatas
3. Penggunaan alat-alat lebih banyak.

Proses asuhan keperawatan terdiri dari pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi

B.     Saran
Sebagai seorang calon perawat yang profesional kita harus memperluas wawasan dengan banyak membaca, mencari informasi serta menimba ilmu dari yayasan pendidikan yang berkompeten untuk dapat mempersiapkan diri dalam menghadapi persaingan di bidang kesehatan khususnya keperawatan tentunya dengan memiliki dasar pendidikan yang kuat dan  ilmu yang berkompotensi sehingga kita dapat memberikan asuhan keperawatan yang bermutu bagi individu, kelompok dan masyarakat.



Daftar Pustaka

Zusanne C Smeltzer & Brenda G Bare, 2002. Keperawatan medical bedah Edisi 8, vol 3, Brunner and suddart.
Irsalcimura.blogspot.com/2012/11/askep-traksi.html. diakses pada tanggal 9 april 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar